Giliran SMP Swasta Surabaya Menjerit karena Tak Kebagian Murid
Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Surabaya ternyata belum berakhir. Setelah sebelumnya ratusan orang tua murid mengeluh anaknya tak mendapatkan kursi di sekolah yang diinginkan, kini giliran ratusan guru dan kepala sekolah dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Surabaya melakukan aksi.
Ratusan guru dan kepala sekolah yang menggelar aksi itu datang dari 260 SMP swasta yang ada di Surabaya. Mereka menggelar aksi di depan Balai Kota Surabaya, siang tadi, Selasa 2 Juli 2019.
Mereka menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, segera mencopot Kepala Dinas Pendidikan Surabaya, Ikhsan. Mereka berteriak, "Turun, Turunkan Ikhsan, Turunkan Ikhsan sekarang juga!".
Koordinator Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP swasta Surabaya, Erwin Darmogo, menyebut jika aksi demo ini merupakan bentuk puncak kekecewaan seluruh SMP swasta di Surabaya atas keputusan Dinas Pendidikan. Putusan yang membuat mereka kecewa itu terkait penambahan kebijakan PPDB Surabaya yang dianggap merugikan mereka.
Erwin berujar, Kepala Dinas Pendidikan Surabaya, Ikhsan, dianggap sudah melanggar kesepakatan bersama yang dibuat pada 27 April 2019 lalu. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan Surabaya, dan DPRD Surabaya, itu menyepakati jika hanya ada 32 siswa untuk masing-masing rombongan belajar (rombel).
Namun, kenyataannya, pada PPDB Jalur Tambahan yang berlangsung beberapa waktu lalu, Dinas Pendidikan Kota menambah tak sesuai dengan jumlah yang telah disepakati. Bahkan beberapa sekolah tercatat memiliki 42 siswa dalam satu rombel.
"Ini tindakan dzolim! Tiga tahun kami sabar-sabar diri, kok malah begini. Ini sangat merugikan kami, kami merasa didzolimi oleh Dinas Pendidikan Surabaya," ujar Erwin.
Ia juga mengatakan, dengan adanya pagu tambahan itu, SMP-SMP swasta di Surabaya, kehilangan 50-70 persen potensi calon siswa. Ini dibuktikan dengan banyaknya wali murid yang menarik berkas pendaftaran bahkan tak melakukan registrasi ulang di sekolah-sekolah swasta.
"Ini kami himpun, ada 10 sampai 50 orang yang batal mendaftar di sekolah swasta," lanjutnya.
Menurut Erwin, ia dan semua massa aksi ingin ada keputusan dan kesepakatan dengan Pemkot terkait hal ini. Meski Risma masih dirawat di RSUD Dr. Soetomo, ia tahu bahwa ada Sekda dan Wakil Wali Kota yang bisa memberi keputusan.
"Kami tau tidak bisa ketemu Ibu. Kami mau ketemu Pak Sekda dan Pak Wawali, mereka juga punya kekuatan," ujar Erwin.
Meski Erwin dan kawan-kawan terus meneriakan tuntutan agar Pemkot Surabaya mencopot Ikhsan, ia tak mau sewenang-wenang. Mereka tetap meminta Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, turun tangan.
Bahkan di sela-sela demo, para massa aksi sempat melakukan doa bersama untuk kesembuhan Tri Rismaharini yang sedang dirawat di Graha Amerta, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
"Kami sama-sama berdoa agar Ibu cepat sembuh. Biar Ibu bisa langsung memutuskan terkait tuntutan kami. Karena saya tahun dan yakin Ibu sangat peduli dengan pendidikan," kata dia.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya, Ikhsan pun akhirnya menemui mereka. Dalam pertemuannya Ikhsan menyebut Dinas Pendidikan tak asal mengambil keputusan. Kata Ikhsan Dinas Pendidikan Kota Surabaya sudah melakukan kajian dan analisis berkaitan dengan proses PPDB yang ada.
"Sebelum pelaksanaan kita sudah konsultasikan dengan teman-teman di pusat untuk proses dan diizinkan untuk izin itu tadi," kata Ikshan.
Dalam pertemuan itu, Ikhsan juga menawarkan solusi soal SMP swasta yang kekurang murid dengan cara ditambal dengan pembiayaan Bantuan Operasional Sekolah Nasional (Bosnas) dan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda). "Sehingga kendala banyaknya SMP swasta yang kekurangan murid, proses pembelajaran di sekolah tetap bisa dijamin," ujar Ikhsan. (alf)