Giliran Dirut Pertamina Diperiksa KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin memanggil mantan pejabat PT PLN yang saat ini menjabat sebagai Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basi (SFB).
Nicke diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Selain Nicke, KPK pada Senin juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka SFB, yaitu Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Syofvi Felienty Roekman, Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat, dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofik.
Nicke pernah menjabat beberapa posisi di PT PLN, yakni Direktur Niaga dan Manajemen Risiko PT PLN, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, dan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.
Untuk diketahui, Nicke pernah diperiksa KPK pada 17 September 2018 juga dalam kasus yang sama untuk dua tersangka saat itu, yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar EMS dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar IM.
KPK saat itu mengonfirmasi Nicke terkait pertemuannya dengan tersangka EMS juga pengetahuannya soal perencanaan proyek pembangunan PLTU Riau-1 sehubungan dengan kapasitas saksi saat itu sebagai Direktur Perencanaan PT PLN.
Untuk diketahui, KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan SFB sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, EMS, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga SFB telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.
Setelah itu, diduga SFB menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, EMS dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah SFB.