Giliran BBM Jenis Premium Jadi Langka
BBM (bahan bakar minyak) jenis Premium yang harganya Rp 6.450/liter, kini sulit didapat. Nyaris tidak ada. Kalaupun ada, tidak diperuntukkan mobil pribadi. Tidak lama lagi BBM jenis premium bakal hilang dari peredaran di Indonesia. Sebagai gantinya BBM jenis Pertalite akan beredar, tentu dengan harga yang lebih mahal, yaitu Rp 7.650/liter. Atau selisih Rp 1.200/liter dibanding Premium.
Sebentar lagi, untuk pertama kalinya sejak puluhan tahun yang lalu, pemerintah sama sekali tidak memberi subsidi pada BBM. Sebagai transisi dihilangkannya Premium, kini SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) memberi diskon Rp 800/liter untuk pembelian Pertalite, pada kendaraan roda dua dan kendaraan plat kuning. Untuk kendaraan roda empat plat hitam, jenis apapun, harus diisi dengan Pertalite, yang harganya Rp 7.650/liter.
Semua SPBU di seluruh Indonesia, termasuk di Jawa Timur, sudah mensosialisasikan ketentuan baru ini. Di Kota Kediri misalnya, terdapat 13 SPBU, hanya dua yang masih aktif melayani permintaan Premium. Itupun dengan jumlah sangat terbatas. Seluruh SPBU di Kota Kediri itu juga menjual Pertalite dengan diskon, tapi hanya untuk roda dua dan mobil angkutan plat kuning. Di semua SPBU itu juga dipasang spanduk bertulisan; “Pertalite harga hemat Rp 800.” Pengendara dirayu untuk membeli Pertalite dengan iming-iming diskon. Setelah semua pakai Pertalite, pemberian diskon bakal dihentikan.
"Tadinya diskonnya Rp 1.200/liter, sekarang jadi Rp 800/liter," kata Dian salah satu operator SPBU di wilayah Kota Kediri.
Menurut Angga, Sales Branch Manager Pertamina Kediri, memang diskon Pertalite hanya untuk roda dua. "Awalnya diskon sebesar Rp 1200/liter, kini turun menjadi Rp 800/liter. Yang menentukan Pertamina, " kata Angga, kepada Fendhy Plesmana dari Ngopibareng.Id.
Tanki dimodifikasi
Premium memang masih ada tetapi langka. Di Kota Probolinggo, hanya ada dua SPBU yang masih menjual Premium, yaitu SPBU Kasbah Jalan Soekarno-Hatta dan SPBU Jalan Mastrip. Karena langka, maka pembelian Premium dibatasi hanya untuk kendaraan roda dua serta plat kuning saja. Akibatnya, berbagai muslihat pun dilakukan orang, khususnya para tengkulak yang akan kembali menjual kepada pedagang eceran di pinggir jalan.
Di Probolinggo para tengkulak Premium itu memodifikasi tanki kendaraannya sehingga bisa menampung BBM berlipat ganda dari kapasitas yang sebenarnya. Muslihat lainnya ialah dengan mengubah tanki angkutan umum, yang memang khusus dipakai untuk menimbun Premium. Tetapi pada umumnya para tengkulak itu membeli Premium secara terang-terangan, dengan membawa jerigen ke SPBU. Mereka setengah memaksa petugasnya untuk dapat membeli Premium.
“Saya pernah memergoki puluhan tengkulak membawa banyak jeriken ikut antre Premium di pagi hari. Ketika hendak saya protret mereka menghardik dan mengancam saya,” kata Vidia, warga Jalan Pahlawan, Kota Probolinggo.
Sebenarnya jajaran Polresta Probolinggo sempat beberapa kali menertibkan para tengkulak yang memborong BBM Premium ini. Tetapi mereka hanya didata dan diminta untuk tidak mengulangi perbuatannya, tanpa dijerat tindak pidana. Polisi beralasan, mereka tidak bisa dikenai pasal-pasal pidana. “Yang kendaraannya dimodifikasi seperti tangkinya diperbesar hanya bisa dikenai tilang,” kata Kasat Lantas Polresta, AKP Tavip kepada Ikhsan Mahmudi dari Ngopibareng.Id.
Karena hanya didata, aksi borong Premium oleh para tengkulak masih terus terjadi, hingga hari ini. Masyarakat yang enggan berebut dengan para tengkulak itu, memilih beli Premium pada pedagang eceran yang ada di pinggir jalan. Dari pada gegeran? Sementara para tengkulak sendiri ketika ditanya soal perilakunya hanya menjawab singkat, “Saya dan keluarga kan juga perlu makan?”
Memang, Wali Kota Probolinggo bulan Maret tahun 2020 lalu mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai pembatasan pembelian premium dan solar bersubsidi. Tujuannya, terutama untuk menjaga ketersediaan stok BBM. Tetapi menghadapi para pelanggar, Surat Edaran Wali Kota seperti tak ada artinya.
Ada lima hal yang dicantumkan dalam surat edaran tersebut. Antara lain, batas pengisian BBM premium untuk kendaraan roda 4, roda 2, dan roda 3. Kemudian, larangan pembelian premium dan solar bersubsidi menggunakan jeriken. Bahkan, SE juga menyebutkan bahwa pihak kepolisian akan dilibatkan dan akan menindak tegas penyalahgunaan yang terjadi.
Surat edaran ini juga dikeluarkan atas masukan dari SPBU di Kota Probolinggo karena BBM premium kerap habis dalam satu waktu sekaligus. Menurut Dinas Koperasi Usaha Kecil Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) Kota Probolinggo, sejak Oktober 2019, kuota Premium di SPBU di Kota Probolinggo dibatasi hanya 8 ton per hari. Angka ini jauh lebih kecil daripada kuota sebelumnya yang rata-rata kisaran 16-32 ton per hari.
SPBU Kasbah di Jalan Soekarno Hatta misalnya, yang biasanya dijatah Premium 32 ton per hari, sejak Oktober 2019 lalu hanya dijatah 8 ton per hari, sehingga saat ada antrean, Premium langsung habis terjual.
Kulakan Pertamax
Di Banyuwangi, Premium juga sulit diperoleh. Bahkan sejumlah SPBU di Banyuwangi sudah tidak lagi menyediakan BBM ini. Kalaupun ada SPBU yang masih menjual Premium, biasanya pasokannya terbatas dan menjadi rebutan masyarakat khususnya pengguna sepeda motor.
“SPBU yang paling dekat rumah saya sudah tidak lagi menjual Premium. Jadi saya terpaksa menggunakan Pertalite,” ujar salah seorang pengguna BBM pertalite, Holifah Fika Fitria, 25 tahun, warga Desa/Kecamatan Licin, Banyuwangi.
Dia menambahkan, saat ini pedagang BBM eceran juga sudah tidak lagi menjual BBM jenis Premium ataupun Pertalite. Seluruh pedagang BBM eceran hanya menjual BBM jenis Pertamax. Karena itu saat lampu sensor BBM di motornya menyala warna merah, sementara SPBU masih jauh, dirinya terpaksa membeli BBM jenis Pertamax yang dijual pedagang eceren, ujar perempuan yang sehari-hari menggunakan sepeda motor Jupiter ini.
Memang, di Banyuwangi nyaris tidak ada pedagang eceran yang menjual BBM jenis Pertalite ataupun Premium. Karena, dari pihak SPBU hanya mengizinkan pedagang BBM eceran membeli BBM jenis Pertamax untuk dijual kembali.
“Sudah beberapa minggu ini hanya boleh kulakan Pertamax. Premium dan Pertalite sudah tidak boleh lagi. Mungkin ini strategi untuk meningkatkan penjualan Pertamax,” ujar seorang penjual BBM eceran yang menolak untuk disebut namanya.
Mengenai kelangkaan BBM jenis premium ini, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Banyuwangi, membenarkan adanya pembatasan BBM jenis Premium. Saat ini hanya beberapa SPBU saja yang masih menyediakan BBM jenis ini. Kondisi ini membuat banyak anggota Organda yang biasa menggunakan BBM jenis Premium beralih ke Pertalite. Sebab Premium sudah sulit diperoleh, karena pasokannya terbatas.
“Dari sisi penyediaan demand dan supply-nya tidak seimbang. Kita cari Premium susah, ya sudah cari yang ada itu saja,” kata Ketua Organda Banyuwangi, Suhermanto, 58 tahun, kepada Muh. Hujaini dari Ngopibareng.Id di Banyuwangi. Ditambahkan, sebagian besar anggota Organda Banyuwangi mau tidak mau sudah beralih ke Pertalite, meskipun menambah biaya operasional yang cukup besar, apalagi saat ini kondisi ekonomi sedang terpukul akibat pandemi covid-19.
“Kalau harga Pertalite atau Solar naik, jelas berdampak sekali. Yang berdampak langsung di angkutan,” tegas Direktur PT. Minto yang membawahi PO Bus Minto ini.
Parah Sekali
Cipto Tejo Prasetyo, sopir angkot di Kota Malang, mengutak-atik keybord ponselnya. Matanya memandangi layar telepon genggamnya tersebut. Hal ini dilakukan Cipto, saat menunggu penumpang dengan ngetem di depan Stasiun Malang Kota Baru.
Sejak pandemi Covid-19, penumpang angkot di Kota Malang, sebagaimana di kota-kota lain, menurun drastis. Kini Cipto jarang mendapatkan penumpang yang naik dari Stasiun Malang Kota Baru. Para penumpang itu tiba dari Surabaya naik kereta api, lalu melanjutkan perjalanan dengan menumpang angkot.
"Dulu rata-rata dalam sehari saya bisa dapat 10 penumpang. Kini dapat tiga orang saja sudah bagus, " ujarnya. Berkurangnya jumlah penumpang tersebut kata Cipto, tidak bisa menutupi beban operasionalnya. Apalagi sekarang kata Cipto, ia sulit mendapatkan Premium. Mau tidak mau harus beralih ke Pertalite. "Sudah parah sekali. Gak ada yang jual Premium. Mau tidak mau harus ganti Pertalite," tambahnya.
Dengan trayek Arjosari-Landungsari, Cipto mengatakan, untuk sekali jalan kendaraannya menghabiskan bensin Rp15 ribu. Sementara dengan rata-rata mendapatkan tiga orang penumpang dengan tarif angkot per-orang Rp4 ribu, Cipto hanya dapat Rp12 ribu. Pengeluaran untuk BBM bisa ditekan apabila bisa dapat Premium yang harganya Rp6.450/liter. Sedangkan harga Pertalite Rp7.650/liter.
Di tempat terpisah, Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda), Malang Raya, Roedy Soesanto mengatakan, menghadapi kondisi pandemi Covid-19 seperti ini harusnya pemerintah memberikan subsidi bagi para sopir angkot.
"Seharusnya kondisi pandemi begini harus ada tambahan subsidi bukan malah Premium dihapus. Jika begini semakin berat kondisi angkutan umum," katanya.
Pembatasan peredaran BBM jenis Premium di wilayah Malang Raya meliputi Kota dan Kabupaten Malang, dilakukan sejak November 2020 lalu. Langkah tersebut direalisasikan melalui kebijakan dari PT. Pertamina dengan Program Langit Biru (PLB). Tujuannya adalah untuk mengurangi pencemaran udara akibat BBM yang tidak ramah lingkungan.
Ahad mengatakan kebijakan PLB tersebut diterapkan di 11 Kabupaten atau Kota di Jawa Timur, termasuk Kota Malang dan Kabupaten Malang. Di wilayah Kota dan Kabupaten Malang ada sebanyak 38 SPBU yang menjadi sasaran program tersebut. Rinciannya ada empat SPBU di Kota Malang dan 34 SPBU di Kabupaten Malang.
Menurut Wali Kota Malang, Sutiaji, saat ini di Kota Malang ada sebanyak sembilan SPBU yang masih menjual BBM jenis Premium, dari 19 SPBU yang ada di Kota Malang. “Yang Premium kemarin ada sembilan SPBU, tapi sekarang ini sudah mulai dikurangi, sampai tidak ada lagi yang menjual Premium. Di Kota Malang ada empat SPBU yang menjadi sasaran PLB, yaitu SPBU Arjosari, Gadang, Dodikjur dan SPBU Danau Toba,” kata Sutiaji kepada Theo Hidayat dari Ngopibareng.Id di Malang.
Program Langit Biru, kalau mau dijalankan dengan konsekwen, harusnya semua kendaraan tidak lagi menggunakan BBM. Minimal memakai gas, sebagai transisi, untuk kemudian memakai listrik. Dengan demikian penghapusan Premium, alasan paling utama sebenarnya adalah penghapusan subsidi. Karena bagi pemerintah, anggaran juga sama nasibnya seperti Premium di pasayan, yaitu langka. (tim) Bersambung
Advertisement