Gerindra Desak Cabut Larangan Peredaran Minyak Goreng Curah
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2020, per 1 Januari 2022 peredaran minyak goreng curah akan dilarang di pasaran.
Kebijakan larangan penjualan minyak goreng curah ini dianggap membebani masyarakat kecil dan tak sejalan dengan program penguatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Kebijakan ini menimbulkan keresahan bagi konsumen minyak goreng curah.
Menanggapi kebijakan ini, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Ahmad Muzani mengatakan, larangan penjualan minyak goreng curah akan memberatkan rumah tangga pas-pasan, pedagang kecil, dan sektor UMKM.
Karena, kata Muzani, sektor ekonomi kerakyatan seperti pedagang gorengan, warteg, warung padang, pecel lele dan lainnya masih menggunakan minyak goreng curah sebagai basis produksinya.
"Fraksi Gerindra DPR RI meminta pemerintah meninjau ulang atau mencabut peraturan tersebut, karena memberatkan bagi keluarga yang pendapatannya pas-pasan, pedagang kecil, dan UMKM yang baru saja bangkit bertahap dari krisis akibat pandemi Covid-19," kata Muzani dalam keterangan yang diterima Ngopibareng.id Sabtu, 27 November 2021.
Larangan penjualan minyak goreng curah, menurutnya, akan menjadi masalah tersendiri bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Sebab, minyak goreng curah telah menjadi komiditas utama para pelaku UMKM, termasuk rumah tangga.
Sektor usaha yang menggunakan minyak goreng curah sebagai basis produksinya akan menanggung biaya produksi yang lebih tinggi. Pelarangan ini akan meningkatkan beban produksi karena minyak goreng kemasan harganya lebih mahal dari minyak goreng curah.
Selisih harganya mencapai sekitar Rp 5 ribu per liter. Kondisi Ini juga akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. “Hal itu akan mempengaruhi daya saing di pasar, demikian juga biaya rumah tangga yang ekonominya pas-pasan. Sehingga itu akan memberatkan daya beli mereka," jelas pria yang juga Sekjen Gerindra itu.
Pria yang juga Wakil Ketua MPR ini menegaskan kebijakan larangan penjualan minyak goreng curah ini tidak sejalan dengan semangat pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.
Termasuk peningkatan UMKM sebagai jaring pengaman perekonomian nasional. Kebijakan ini, kata dia, tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang ingin memberdayakan dan memperkuat UMKM dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Selain itu, alasan larangan peredaran minyak goreng curah juga dianggap mengada-ada. “Di satu sisi ada political will, tapi di sisi lain ada kebijakan yang justru membebani biaya dan beban baru bagi UMKM. Maka Partai Gerindra meminta agar Peraturan Menteri Perdagangan ini ditinjau ulang atau dicabut," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pemerintah akan melarang peredaran minyak goreng curah ke pasar per 1 Januari 2022.
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya lonjakan harga komoditas minyak goreng. Sebab, menurut Oke, harga minyak goreng sangat bergantung pada Crude Palm Oil (CPO). Ketika CPO naik, maka itu akan mempengaruhi naiknya harga minyak goreng curah yang beredar di pasar.
Untuk mengantisipasi hal itu, maka pemerintah memutuskan untuk melarang penjualan minyak goreng curah dan wajib menggunakan minyak goreng kemasan.
Selain itu, kebijakan ini juga berkaitan dengan perlindungan konsumen di mana konsumen berhak atas informasi tentang produk. Informasi tentang produk ini bisa didapatkan bilamana produk itu dikemas. Karena dalam kemasan itu ada masa kadaluwarsa dan bahan kandungannya.
Advertisement