Gerhana di Masa Rasulullah, Kisah Mariah Qibtiyah dan Ibrahim
Gerhana bulan dan matahari, menurut Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Saw) tak ada hubungannya dengan adanya kematian atau kelahiran seseorang. Guna memahami hal itu, berikut Tarikh Islam terkair masalah tersebut.
Rasulullah Saw memilih Hathib bin Abi Balta’ah membawa surat ajakan masuk Islam kepada Raja Mesir. Raja Muqauqis, penguasa Mesir ketika itu, menerima kedatangan Hathib dengan baik. Namun, dia menolak ajakan Rasulullah memeluk Islam.
Walau menolak, ia menghadiahkan dua puluh pasang pakaian produk Mesir, seribu mistqal emas, keledai lengkap dengan pelana, minyak kesturi dan budak perempuan: Mariyah Qibtiyah. Hadiah terakhir yang diberikan Raja Mesir itu kelak menjadi istri sah Nabi Muhammad.
Mariyah awalnya begitu sedih meninggalkan tanah kelahirannya Mesir. Kesedihan Mariyah tidak berlangsung lama setelah Nabi membebaskannya dan diberi kehormatan menjadi istrinya. Setahun tinggal di Madinah, Allah menghendaki perempuan yang berwawasan luas dan berakhlak mulia ini hamil. Mariyah adalah istri Rasulullah setelah Khadijah yang bisa memberi keturunan. Rasulullah SAW memberi nama anak laki-lakinya itu dengan nama Ibrahim bin Muhammad.
Kematian Ibrahim bin Muhammad
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Ibrahim lahir pada bulan Dzulhijjah tahun 8 Hijriyah. Di usia yang masih sangat belia, Ibrahim jatuh sakit dan tak berlangsung lama kemudian meninggal dunia pada tahun 10 Hijriyah.
Kondisi ini membuat Rasulullah Saw dan Mariyah diselimuti kesedihan yang mencekam seluruh sanubari. Sambil meletakkan anak laki-laki itu di pangkuannya, Rasulullah Saw bersabda, “Ibrahim, kami tak dapat menolongmu dari kehendak Allah SWT.”
Beberapa pengamat sejarah memprediksi bahwa andaikan Ibrahim hidup lebih lama, atau setidaknya sampai di peristiwa diskusi di Saqifah Bani Sa’idah tentang tampuk kepemimpinan sepeninggalan Rasulullah, boleh jadi sekte Syiah tidak akan pernah lahir. Sebab menurut perspektif tata pemerintahan ketika itu, pengangkatan kepemimpinan dapat diteruskan oleh anak laki-lakinya, sehingga dapat dikatakan pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah menyalahi aturan umum masyarakat Jahiliyah sekaligus lompatan pemikiran politik yang berkemajuan ketika itu.
Pesan Demitologisasi ala Rasulullah
Kematian satu-satunya putra Rasulullah ini secara kebetulan bertepatan dengan terjadinya gerhana matahari. Dengan maksud mengagungkan Nabi Muhammad, para sahabat menganggap bahwa terjadinya gerhana matahari dikarenakan putra semata wayang Rasulullah itu meninggal dunia.
Gerhana Matahari dan Bulan Tak Berhubungan Kelahiran atau Kematian Seseorang
Akan tetapi bukannya mengiyakan, Nabi Muhammad justru membantahnya dengan menegaskan bahwa baik gerhana matahari maupun bulan, tidak ada hubungannya dengan kelahiran atau kematian seseorang (HR. Bukhari).
Secara manusiawi Rasulullah begitu terpukul dengan kepergian putranya, namun tidak lantas mengait-ngaitkan kejadian gerhana dengan hal-hal yang berbau mitologis.
Matahari dan bulan merupakan benda langit yang akrab dalam pandangan manusia di bumi. Allah yang menciptakan di langit gugusan-gugusan bintang, matahari dan bulan (QS. Al Furqan: 61). Peredaran benda-benda langit yang silih berganti dengan begitu teraturnya merupakan ketetapan dari Allah Sang Pencipta alam semesta (QS. Yasin: 40). Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan (QS Al-Rahman: 5).
Dalam peredaran bulan, bumi dan matahari tersebut kemudian terjadilah siang dan malam (QS. Al Fushshilat: 37). Dinamisnya gerakan kedua benda yang secara konsisten, pasti, dan teliti itu dapat diukur sehingga diketahui kapan akan terjadinya gerhana (QS. Al-An’am: 96).
Karena itu wajar jika tanggapan Rasulullah terhadap sahabat tentang terjadinya gerhana memiliki pesan demitologisasi, yaitu negasi mitologi-mitologi yang tersebar luas di masyarakat. Demitologisasi dimaksudkan agar masyarakat Muslim melihat fenomena gerhana secara saintifik atau dengan pendekatan ilmiah. Ketidaksetujuan Nabi dengan anggapan sahabat yang mengaitkan kematian putranya dengan fenomena alam menunjukkan bahwa Nabi Saw masih berpikir rasional walau diselimuti kesedihan emosional.
Anjuran Salat Gerhana
Selain demitologisasi, Rasulullah menganjurkan untuk menunaikan salat gerhana. Pelaksanaan salat gerhana ketika terjadi hingga usai gerhana (bulan maupun matahari). Menurut Majelis Tarjih, apabila gerhana usai sementara salat masih ditunaikan, maka salat tetap dilanjutkan dengan memperpendek bacaan. Karenanya, menurut Muhbib Abdul Wahab, dalam merespons gerhana, Islam memberikan ajaran yang jelas dan multidimensi, yaitu spiritualisasi, saintifikasi, sekaligus demitologisasi.
Semangat rasionalisasi Rasulullah atas fenomena alam diteruskan dengan baik oleh pendiri Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan meletakan pondasi rahmat bagi semesta pertama-tama dengan mencerahkan alam pikiran masyarakat. Tersirat dalam Suara Muhammadiyah tahun 1915, alam pikiran masyarakat pada waktu itu masih mempercayai praktik pesugihan sebagai jalan pintas untuk balas dendam, dan mengandalkan pelet untuk mendapatkan pasangan. Semangat rasionalisasi telah mendorong Muhammadiyah untuk melakukan pelbagai demitologisasi untuk mencerahkan kualitas alam pikiran anak bangsa. (Ilham Ibrahim, laman muhammadiyah.or.id)