Gereja Masehi Advent Tak Mengenal Perayaan Natal 25 Desember
Setiap menjelang Natal seluruh gereja sibuk bersolek untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus, yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember.
Kesibukan itu antara lain dengan menyiapkan pohon terang lengkap dengan pernak pernik Natal. Bahkan di Gereja Katolik seperti Katedral biasanya membuat ornamen natal berupa kandang domba, untuk menggambarkan bahwa Yasus lahir di palungan kandang domba di Kota Betlehem pada 25 Desember.
Palungan atau ma‘laf yang menjadi simbul tempat kelahiran Yesus, adalah sebuah wadah yang terbuat dari konstruksi logam, kayu, atau batu berukir, dan digunakan untuk menampung makanan bagi hewan di kandang.
Tetapi kesibukan menghias gereja seperti itu, tidak terjadi di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Sebab Gereja Advent di seluruh dunia, termasuk Indonesia, tidak menyelenggarakan perayaan Natal.
" Gereja Advent tidak menyelenggarakan perayaan Natal, sebab dalam Alkitab tidak ada penjelasan bahwa Yesus lahir tanggal 25 Desember. Kami meyakini Yesus lahir melalui rahim Bunda Maria, tapi tidak pada tanggal 25 Desember. Lepas dari kontroversi tanggal kelahiran Yesus Kristus, kami mengharap bahwa kelahiran Yesus ada di dalam kehidupan umat krstiani setiap hari," kata pendeta HI Misa.
Kendati demikian, jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh diperbolehkan mengucapkan selamat Natal kepada jemaat lain yang merayakannya.
"Kami saling menghormati, meskipun ada perbedaan tentang tanggal kelahiran Yesus Kristus," ujar pendeta Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh DR. HI Misa. Pendeta yang saat ini menduduki jabatan penting dalam organisasi Gereja Advent dunia, dan pernah bertugas di Surabaya.
Salah seorang pengurus Gereja Masehi Advent Jakarta, Ny Ellen menyampaikan bahwa sampai saat ini masih menjadi perdebatan bahwa tanggal tersebut bukan hari kelahiran Yesus. Selain itu merayakan Natal bertentangan dengan gaya hidup umat Advent yang menekankan hidup sederhana.
"Perayaan Natal sekarang banyak mengahamburkan uang secara berlebihan, sehingga kasihan orang tua yang tidak mampu untuk membeli kue dan pernak pernik Natal," ujar Ellen.
Untuk Dewa Matahari
Mantan Pendeta Agustinus Cristoper Kainama, menjelaskan sejarah asal-usul perayaan hari Natal berasal dari budaya Pagan dan Romawi. Bangsa Romawi sebenarnya merayakan dua hari libur di bulan Desember. Yang pertama adalah Saturnalia, yang merupakan festival dua minggu untuk menghormati dewa pertanian mereka, Saturnus.
Pada teori 'Sejarah Agama' disebutkan bahwa umat Kristiani awal mengambil tanggal 25 Desember berdasarkan hari raya yang ditujukan untuk Dewa Matahari, Sol Invictus, yang dirayakan pada era Kekaisaran Romawi, bukan dari tanggal kelahiran Yesus Kristus.
"Sampai saat ini belum ada Romo Pastor maupun pendeta yang bisa membuktikan secara ilmiah disertai bukti otentik bahwa Yesus Kristus lahir di Betelhem pada 25 Desember," kata Kainama yang sekarang menjadi salah seorang pembimbing mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023.
Pengurus Persekutuan Gereja indonesia ( PGI ) Gomar Goltom, tak ingin perbedaan ini menjadi perdebatan.
"Bagi umat Kristiani, yang penting bukan perayaannya, tapi menghadirkan kelahiran Yesus dalam diri pribadi masing masing di setiap saat, tidak hanya pada hari Natal," pesan Gomar.