Gerbong Transfornoramik
Saya selalu kagum dengan seseorang yang berhasil mengubah wajah institusi yang pernah dipimpinnya. Siapa pun dia dan memimpin perubahan di bidang apa saja.
Ketika muda, saya amat kagum dengan seorang bernama Tanri Abeng. Ia berhasil mengubah Telkom menjadi perusahaan yang besar, mendunia, dan modern sampai sekarang. Inilah transformasi pertama di BUMN yang sukses.
Lalu di era paska reformasi, semua orang pasti tahu Ignasius Jonan. Orang yang berhasil mengubah wajah transportasi publik kereta api. Di tangan kepemimpinan dialah, KAI menjadi transportasi publik andalan hingga kini.
Bahkan, Jonan –arek Surabaya ini– kemudian diangkat menjadi Menteri Perhubungan karena sukses mengubah KAI. Menteri yang masih berkaitan dengan urusan perkeretaapian. Keren kan?
Dulu, kereta api Indonesia identik dengan tragedi. Saya ingat sekali, setiap jelang lebaran kereta api selalu menjadi obyek liputan yang tak bisa ditinggalkan. Sebab, pasti akan banyak drama di sana. Rangkaian KA mudik selalu menarik diberitakan.
Cerita tentang orang berebutan naik kereta ekonomi. Isi gerbong yang penuh sesak. Sampai ada yang berjam-jam duduk di dalam toilet yang pesing. Atau di koridor pintu masuk. Juga berimpitan di selasar di antara kursi dalam gerbong.
Setiap kali ada berita tragedi kecelakaan KA dengan korban puluhan orang. Bahkan ratusan tewas. Seperti berita-berita kecelakaan KA di India atau Bangladesh sekarang. Selalu memerlukan nyali khusus untuk naik kereta api di jaman dulu.
Pasti anak sekarang bingung jika melihat gambar orang berebutan naik gerbong KA di masa lalu? Kok bisa? Apa orang bebas masuk ke stasiun? Apa tiketnya tak dijual sesuai dengan jumlah tempat duduknya? Kok bisa mereka sampai duduk di toilet?
Dulu pemeriksaan tiket berlangsung di gerbong. Oleh kondektur yang didampingi Polisi Khusus KA. Orangnya tua-tua dan sangar. Tiketnya berupa kertas tebal kecil. Yang setiap pemeriksaan kondektur dilobangi dengan alat khusus.
Pedagang bisa berseliweran di gerbong. Tentu kalau pas tidak musim mudik lebaran yang penuh sesak. Mereka berjualan makanan sampai dengan oleh-oleh. Mereka –penjual itu– biasanya naik dari stasiun satu sampat stasiun berikutnya.
Jangan bayangkan juga stasiun KA setertib sekarang. Yang tata kelolanya sudah seperti bandara. Hanya penumpang yang bisa masuk ke peron, tempat pemberangkatan KA. Dengan hanya menunjukkan identitas diri sesuai dengan tiketnya. Atau melalui sensor pengenal wajah.
Toiletnya? Eh…jangan dibayangkan toilet gerbong KA dulu seperti sekarang. Dulu, lobang toilet langsung terbuka ke rel kereta. Tidak ada penampungan seperti sekarang. Jangan bayangkan ada toilet duduk seperti sekarang. Semuanya jongkok dan ya ampun baunya.
Kini toilet KA bersih-bersih. Ada pilihan. Yang tidak bisa jongkok ada toilet duduk. Bersih dan wangi pula. Airnya kecukupan. Masing-masing toilet ada flush, penggelontor air. Tak ada penumpang berdesakan di depan toilet.
Saya baru saja merasakan gerbong panoramik dari Bandung ke Jogjakarta, Di malam hari. Ini salah satu gerbong premium yang menjadi salah satu layanan KAI sekarang. Gerbong yang kacanya lebar-lebar Juga atapnya berkaca tembus pandang.
Saya membayangkan betapa asyiknya jika menumpang gerbong ini di siang hari. Dalam perjalanan Bandung-Jogjakarta yang melintasi alam indah di sepanjang perjalanan. Hamparan hutan hijau dan sawah-sawah.
Menurut keterangan petugas, kaca di gerbong panoramik bisa menyerap panas matahari. Jadi tidak takut kulit gosong meski berada di bawah terik matahari. Masih juga dilengkapi dengan korden pelindung jika memang dibutuhkan.
Ini jenis gerbong premium lain selain gerbong sleeper dan priority. Gerbong sleeper adalah layanan KA yang setiap penumpang difasilitasi kursi besar yang bisa disetel untuk berselonjor. Seperti layanan di pesawat kelas bisnis.
Gerbong panoramik ini mempunyai toilet yang besar. Sekitar 2 X 2 meter. Di dalamnya ada toilet jongkok dan urinior untuk penumpang laki-laki buang air kecil. Selalu terjaga petugas kebersihan di sekitarnya.
Hampir semua stasiun sudah mendapat sentuhan perbaikan. Hampir semuanya terlihat bersih dan rapi. Dengan sentuhan ornamen arstistik yang indah dan nyaman. Hanya penumpang bertiket yang bisa masuk ke ruang tunggu penumpang.
Transportasi kereta api di Indonesia sudah tak kalah dengan KA di Eropa. Kenyamanan dan ketepatan jadwal pemberangkatannya. Sudah bukan lagi menjadi alat transportasi umum kaum susah. Tapi juga untuk mereka yang berkecukupan.
Transformasi selalu menjadi mimpi semua orang yang normal. Namun tidak semua orang yang mampu melakukan. Hanya mereka yang bekerja dengan hati yang bisa menggapai keberhasilan. Tentu juga disertai dengan nyali.
Kalau Jonan punya nyali mengubah wajah gerbong kereta api, lain halnya dengan Presiden Jokowi. Meski tidak semua orang setuju, ia layak disebut sebagai pemimpin yang berhasil dan punya nyali mengubah wajah NKRI. Dalam satu dekade membuat negeri ini makin disegani.
Sejak terpilih sebagai orang pertama di negeri ini, ia berani membuat hal-hal besar. Sesuatu yang beresiko tinggi. Termasuk dibully oleh para pembenci. Ia wujudkan berbagai program yang sebelumnya tak bisa dituntaskan.
Tol Trans Jawa adalah program lama. Tapi yang mewujudkan dalam waktu yang relatif cepat adalah presiden yang sekarang. Masih disusul dengan Trans Sumatra dan lain sebagainya. Juga gagasan memindah ibukota.
Demikian pula dalam hal keberaniannya untuk hilirisasi industri. Sudah sangat lama kita tergantung terhadap bahan baku impor untuk kebutuhan industri dalam negeri. Sesuatu yang sepertinya tak bisa diputus mata rantainya dalam dekade sebelumnya.
Kebetulan dalam lima tahun terakhir, saya bekerja untuk sebuah industri hilir dari sumberdaya alam. Ikut merasakan betapa butuh nyali untuk menerapkan secara tegas kebijakan hilirisasi ini. Jika tidak, maka Indonesia akan hanya jadi produsen sumberdaya alam. Tanpa bisa menikmati nilai lebihnya.
Tentunya, kita masih membutuhkan lebih banyak tokoh bernyali untuk melakukan transformasi di negeri ini. Baik yang tampak maupun tidak. Biar negeri ini bisa naik kelas. Di tengah perubahan global yang terkadang membingungkan.
Perubahan yang memberi ruang untuk bisa lebih bebas melihat keluar. Perubahan yang panoramik seperti salah satu produk dari KAI. Atau lebih baik kita sebut dengan pengubah yang panoramik: Transfornoramik alias Transformasi Panoramik.
Tokoh atau pemimpin yang membawa gerbong besar dengan sudut pandang yang lebih luas. Tranformasi globalistik. Bukan malah membawa gerbong besar menuju lorong dalam tempurung. Ayo siapa yang punya nyali?
Advertisement