Gerakan Wawan Willy Berhenti, Tapi Semangatnya Tak Pernah Mati
Aktivis Surabaya yang tak pernah berhenti bergerak itu akhirnya beristirahat juga. Dia adalah Wawan Hendriyanto, atau Wawan Willy, yang akrab dipanggil Kemplo. Aktivis berusia 51 tahun yang ikut membela dan mengungkap kematian tokoh buruh Marsinah tahun 1993 itu meninggal Selasa pagi pukul 6.30, karena covid.
Alumni AWS (Akademi Wartawan Surabaya) ini dikenal sebagai aktivis yang berani. Bongol. Tak pernah menyerah. Iman D. Nugroho, sesama alumni AWS menyebut Kemplo tak pernah menyerah. “Saya mengenalnya sebagai aktivis dan senior di kampus Stikosa AWS yang berkarakter,” katanya.
Awal 2018, Wawan memimpin kelompoknya, Komunitas Bambu Runcing (KBR) untuk memprotes Pemkot Surabaya yang membongkar Masjid Assakinah yang berada di Komplek Balai Pemuda Surabaya. Masjid itu dibongkar untuk pembangunan gedung DPRD Kota Surabaya. Karena gigih melakukan protes bersama kelompok lain, akhirnya Masjid Assakinah dibangun kembali lebih megah, dan tetap berada di atas tanah semula, meskipun pembangunan gedung DPRD juga tetap dilakukan di sebelahnya.
Dalam minggu-minggu terakhir, Kemplo yang juga tercatat sebagai pengurus DKS (Dewan Kesenian Surabaya) periode lalu sedang mengupayakan untuk membenahi kepengurusan DKS yang selama ini dianggap hidup segan mati tak mau. Hal itu terjadi karena DKS sebagai mitra kerja tidak memiliki hubungan harmonis dengan Pemkot Surabaya.
“Kalau bukan kita, siapa yang peduli pada DKS,” katanya kepada Ngopibareng, dua pekan lalu. “Saya sudah bertemu Mas Eri, wali kota, dan beliau sepakat untuk dilakukan pembenahan terhadap DKS. Beliau peduli, karena itu saya dan teman-teman segera bergerak. Saya tidak punya kepentingan apapun, harap dicatat itu,” katanya.
Hari Rabu pekan lalu, kata Farid Syamlan, yang bersama Wawan berupaya melakukan pembenahan DKS, almarhum masih ikut rapat di Jl. Darmo Kali 61 Surabaya. “Saya lihat pernafasannya sesak. Kasihan, nafasnya nampak sesak sekali. Kemudian dia pulang. Hari Jumat dia datang lagi, tapi saya tidak ada. Saya terus berhubungan dengan dia melalui WhatsApp. Dia bilang tidak bisa ke luar karena menjaga istrinya, Ega, yang positif covid. Wawan sendiri saya duga juga positif, tetapi dia tidak mau dites swab PCR maupun Antigen,” kata Farid, Selasa siang.
Menurut pihak keluarga, sejak awal Wawan memang tidak percaya adanya covid. Karena itu dia bersikukuh tidak mau dites swab. Pagi ini, setelah Wawan meninggal, istrinya segera dibawa ke rumah sakit dan diisolasi di RSI Jemursari. Sebelum dibawa ambulan ke rumah sakit, Ega, istrinya, melalui akunnya di Facebook sempat menulis: wawan willy, wawan hendriyanto suami tercinta telah meninggal dunia sekitar jam setengah enam pagi.... Mohon di maafkan.
Siang ini, setelah dimandikan di RS Siti Hadijah Sepanjang, jenazah Wawan Hendriyanto dimakamkan di TPU Wage, Sidoarjo, dengan protokol covid.
Selamat jalan kawan. Pergerakanmu memang sudah berhenti, tetapi semangat dan cita-citamu akan abadi. (nis)