Gerakan Penyelamatan Lingkungan, Tertumpu pada Kelompok Keagamaan
Ketua Divisi Lingkungan Hidup LLHPB PP ‘Aisyiyah, Hening Parlan menegaskan, kelompok keagamaan dalam isu penyelamatan lingkungan bisa melakukan dua peran sekaligus. Yakni pada sisi membangun kesadaran seperti dalam bentuk doktrin dan sampai pada ranah aksi atau pergerakan.
“Salah satu contoh doktrin yang bisa dikeluarkan oleh kelompok keagamaan, misalnya, anjuran tentang Fiqih Bencana. Berikutnya, pada level aksi mereka kelompok keagamaan misalnya melakukan program-program aksi dalam kesiapsiagaan dan respon,”ujarnya, dalam keterangan Sabtu 20 November 2021.
Dalam Webinar Journal Club yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), disebutkan, Pew Research Center merilis data pada 2015, warga bumi yang mengaku memeluk agama-agama berjumlah lebih dari 6 miliar jiwa. Bila penduduk bumi diperkirakan berjumlah 7,7 miliar jiwa, maka persentase jumlah pemeluk agama di seluruh dunia di atas angka 70 persen.
Melihat data itu, pelibatan kelompok agama dalam masalah kerusakan lingkungan menjadi niscaya. Sebab, isu lingkungan adalah isu bersama bukan hanya isu segelintir orang, terlebih elite. Peran aktif agama-agama dalam isu kerusakan lingkungan diharapkan bisa meminimalkan bencana yang terjadi akibat rusaknya ekosistem alam.
Berdampak Lebih Massif
Pelibatan kelompok keagamaan dalam isu lingkungan akan berdampak lebih massif jika dilakukan di Indonesia, sebab di Negara ini warganya yang mengaku memeluk agama angkanya berada di atas 80 persen.
“Indonesia lebih dari 80 persen mengaku mempunyai keyakinan. Kalau kita sampai pada saudara-saudara kita masyarakat adat, dengan mereka yang punya kepercayaan, jadi hampir 90 persen masyarakat Indonesia mempunyai keyakinan,” imbuhnya.
Menurutnya, tokoh atau panutan di kelompok keagamaan dapat menjadi penggerak para pengikutnya untuk menjalankan nilai-nilai tanpa imbalan material. Warga bumi termasuk Indonesia kata Hening, masih didominasi oleh orang-orang yang memiliki keyakinan keagamaan.
“Setiap agama memiliki nilai-nilai universal yang hampir sama di dalam memahami pengurangan risiko bencana dan manusia,” katanya.
Ia menegaskan, kelompok keagamaan adalah potensi besar dalam melakukan pengurangan resiko bencana, karena kapasitas membentuk pandangan yang benar, memiliki otoritas moral, basis pengikut yang besar, sumber daya materi yang sangat besar dan signifikan serta kapasitas membangun komunitas.
Bila masih ada yang menganggap bencana alam sebagai hukuman Tuhan tetapi di sisi mengambil jarak dengan gerakan, hal tersebut menurut Hening membiarkan kita semua menuju kehancuran. Oleh karena itu, aksi Pengurangan Risiko Bencana, komunitas keagamaan bergerak bersama dari ajaran-ajaran normatif menuju gerakan konkrit yang membumi.
Kerusakan lingkungan masih terus berlangsung, hal ini jika tetap dibiarkan akan menjadikan bumi sebagai tempat hidup manusia menjadi tidak layak huni. Oleh karena itu diperlukan aksi proaktif untuk penyelamatan lingkungan mulai dari level perorangan sampai institusi, tidak terkecuali.
Advertisement