Gerakan Melawan Tahayul Penyakit Mata
Gedung baru Soerabiache Oogheelkundige Kliniek diresmikan 29 April 1933. Peresmiannya berlangsung meriah dan besar-besaran. Sejumlah pejabat pemerintah Belanda dan tokoh masyarakat hadir.
Tadinya, Gouverneur Van Oost Java De Heer G. De Man mau datang. Tapi tidak jadi dan hanya diwakilkan. Bupati (kini walikota) Surabaya dan Gresik hadir. Juga Kapitien Der Arabieren (kepala suku Arab) dan China tidak ketinggalan.
Bagi pemerintah Belanda di Jawa Timur dan Surabaya, peristiwa peresmian RS ini menjadi momentum besar. Dimanfaatkan untuk mempromosikan ilmu kedokteran Barat yang sudah maju dan memberi manfaat untuk mengurangi angka kebutaan di masyarakat.
Ketika itu, sebagian besar masyarakat masih mempercayai takhayul, termasuk dalam penyakit mata. Sehingga tidak jarang, penderita tak tertolong karena tak mendapatkan perawatan medis yang benar. Masih banyak yang menganggap sakit mata sebagai kutukan dan karena itu penyembuhannya dilakukan secara tradisional.
Kehadiran para kepala suku Arab, China, dan tokoh masyarakat itu diharapkan bisa menyadarkan kepada para warganya. Bahwa telah ada pengobatan modern penyakit mata. Bahwa dunia medis lebih memberikan manfaat selain pengobatan tradisional. Memberi pilihan pengobatan yang lebih pasti.
Selain itu, kehadiran dari kepala suku Arab dan China saat itu bisa memperkuat dukungan pembiayaan klinik mata bagi kaum miskin ini. Deutman berharap kehadiran mereka bisa menambah jumlah donatur sehingga klinik yang dipimpinnya bisa memperluas pelayanan bagi warga miskin yang butuh perawatan mata.
Sejak beroperasi 1918 sampai dengan 1933, klinik mata yang diinisiasi Deutman ini sudah melakukan operasi besar mata sebanyak 7.330 orang pasien. Selama tiga tahun terakhir sebelum punya gedung baru, dikunjungi 7.100 pasien baru. Total penyakit mata yang telah ditangani ada 110 ribu kasus.
Makin besarnya warga pribumi memeriksakan mata ke rumah sakit tentu menggembirakan. Namun ini juga tantangan dalam menyediakan dana operasional. Gedung baru yang lebih luas dan megah juga memerlukan pemeliharaan yang jauh lebih besar dibandingkan ketika masih menyewa rumah.
Gedung baru Soerabaiache Oogheelkundige Kliniek mempunyai 100 kapasitas tempat tidur. Bangunan rawat inap ini terpisah dengan ruang poliklinik. Sehingga pasien yang berobat dengan kasus yang gampang menular, tidak berpengaruh terhadap pasien rawat inap.
Di gedung baru juga dilakukan pelayanan untuk non penyakit mata. Sejak pindah ke gedung baru, dibuka poliklinik untuk anak-anak, penyakit kulit dan syaraf, gigi, dan SCVT. Jadi dibuka juga pelayanan kesehatan umum untuk warga Surabaya. Pelayanan ini baru ditutup setelah ada kemudahan pelayanan kesehatan yang dikembangkan Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ).
Toh demikian, setelah poliklinik non mata itu ditutup, jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap terus bertambah. Ini membuktikan bahwa gerakan menyadarkan warga untuk pengobatan melalui cara medik ini berhasil.
Di bangunan baru, berbagai fasilitas penunjang bagi pasien dan para petugas medis juga berkembang. Di salah satu ruangan di bagian atas terdapat ruang arsip yang menyimpan data pasien dan rumah sakit sejak sebelum berdiri. Juga ada perpustakaan yang menyimpan berbagai buku, jurnal, dan majalah tentang penyakit mata.
Peralatan media rumah sakit juga sangat memadai pada jamannya. Seperti sterilisator, giant magnet untuk mengambil potongan besi di mata, thermokauter, pisau lans dan staar. Di bagian pencucian dilengkapi alat pencuci dan strika. Dapur menggunakan gas fornuis.
Dari seperempat penggal pertama sejarah RS Mata Undaan ini terlihat peran besar di bidang perawatan mata. Selain menyediakan fasilitas layanan kesehatan mata, layanan pengobatan bagi warga miskin, dan pengenalan terhadap dunia media modern pada zamannya.
Tiga spirit yang dibangun Dokter Deutman yang dermawan dan visioner ini rasanya yang patut dijaga untuk diteruskan. (Arif Afandi/bersambung)
Advertisement