Gerakan 1 Juta Pohon Jadi Motivasi LDII Mitigasi Perubahan Iklim
Dalam rangka memperingati Hari 1 Juta Pohon yang jatuh setiap tanggal 10 Januari, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) kembali menegaskan komitmennya dalam mitigasi perubahan iklim melalui gerakan penghijauan dan pelestarian lingkungan.
Anggota Departemen Litbang, IPTEK, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL) DPP LDII, Siham Afatta menjelaskan pentingnya peran pohon dalam menyerap sinar matahari melalui fotosintesis, yang membantu mengurangi dampak perubahan iklim.
Siham merujuk pada pemikiran Paul J. Crutzen, kimiawan atmosferik peraih Nobel, yang menyebutkan bahwa Bumi telah memasuki era Antroposen, di mana aktivitas manusia memberikan dampak global terhadap ekosistem.
“Perubahan iklim dipicu oleh peningkatan gas rumah kaca dari pembakaran batu bara, minyak bumi, dan gas alam, ditambah dengan sampah plastik serta limbah yang tidak terkelola dengan baik,” ungkap Siham.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa penggundulan hutan dan alih fungsi kawasan hijau semakin memperburuk kondisi. Untuk itu, pelestarian lingkungan harus dilakukan secara holistik. “Reforestasi perlu dilakukan dengan strategi yang matang, melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologis,” tambahnya.
LDII dan Program Kampung Iklim (ProKlim)
Sejak 2007, LDII telah mencanangkan Go Green yang berhasil menanam 4 juta pohon. Langkah selanjutnya, LDII terus menggerakkan program kampung iklim (ProKlim). Menurut Anggota Departemen LISDAL Atus Syahbudin, ProKlim merupakan upaya pelestarian lingkungan hidup berbasis tapak.
“Tapak atau wilayah pemerintahan paling kecil adalah dusun apabila di pedesaan, sedangkan RW jika berada di perkotaan. Setiap warga masyarakat di wilayah tersebut diminta untuk bisa berpartisipasi dalam rangka menyukseskan ProKlim, termasuk warga LDII di dalamnya," ungkapnya.
Atus mengatakan, membahas urusan partisipasi warga secara sukarela dalam ProKlim bukanlah hal mudah. Berdasarkan pengalaman, setidaknya ada dua cara guna peningkatan partisipasi warga. Pertama, pencerahan dan penyadaran warga sehingga tergerak hatinya. "Dalam hal ini warga diedukasi, disuluh, diberi contoh, dibimbing, bahkan difasilitasi sehingga turut serta dalam gerakan ProKlim pada tapaknya masing-masing," ujarnya.
Namun dapat diatasi bila kita "menemukan ketokohan lokal". Mereka bisa dari kalangan mana saja, baik muda maupun tua. Namun demikian, mengingat urusannya adalah sangat vital untuk menggerakkan warga (massa), sebaiknya ketokohan lokal ini mempunyai pengaruh besar. Seperti Kampung Pramuka Sangurejo yang dimotori oleh Gerakan Pramuka Sako Sekawan Persada Nusantara Sleman, inisiasi ecoprint oleh ibu-ibu dan remaja putri Sangurejo yang tergabung dalam ECSA, dll.
"Tanpa kekuatan itu kemungkinan waktu yang dibutuhkan untuk merubah persepsi warga masyarakat akan semakin lama. Bisa jadi hanya beberapa Kepala Keluarga (KK) saja yang mau terlibat," kata Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Cara yang kedua, yang mungkin cocok bagi warga masyarakat Indonesia adalah penetapan mekanisme pengaturan dari atas. Contohnya, Kyai Peduli Sampah yang sudah diinisiasi di Yogyakarta. Lalu, ada Kelompok Sedekah Sampah Berbasis Masjid dengan tulang punggung Pemuda LDII atau program zero waste di pondok-pondok pesantren naungan LDII. "Dalam hal ini, warga LDII diminta amal sholihnya untuk turut terlibat semampunya berdasarkan aturan yang disepakati," ujarnya.
Inovasi Kyai Peduli Sampah misalnya ingin menggerakkan peran kyai atau sesepuh pondok guna paring dhawuh (memberikan nasehat, arahan dan perintah) agar warga mengelola sampahnya masing-masing. Pemilahan sampah tersebut mulai dari masjid hingga ke setiap rumah tangga warga LDII.
Sementara itu, Pemuda LDII dengan Kelompok Sedekah Sampah Berbasis Masjid-nya dapat secara rutin memilah sampah anorganik warga secara berkala. Sebagian besar hasilnya dapat dijual atau menjadi program seperti Sedekah Sampah Pakai Air di Gunungkidul, Periksa Kesehatan Pakai Sampah di Bantul, dan Kurban Pakai Sampah di Sleman.
"Bersamaan itu, beberapa pondok pesantren (ponpes) naungan LDII sudah menjalankan zero waste. Program Departemen LISDAL DPP LDII ini menyasar pondok pesantren. Demi efektivitas, seringkali program zero waste menjadi bagian ProKlim di wilayah ponpes tersebut berada," ujar Atus.
Advertisement