Genosida Rohingya, Ini Saksi Gambia di Mahkamah Internasional
Penasihat negara Myanmar, pemenang hadiah Nobel, Aung San Suu Kyi, hadir di Mahkamah Internasional di Den Haag, Selasa 10 Desember 2019. Ia hadir untuk membela pemerintahnya dari tuduhan genosida.
Militer Myanmar dituduh melakukan kampanye pembunuhan massal, pemerkosaan dan penyiksaan terhadap komunitas Muslim Rohingya pada tahun 2017, memaksa lebih dari 700.000 orang melarikan diri ke negara tetangganya Bangladesh.
Aung San Suu Kyi sebelumnya dikenakan tahanan rumah selama 15 tahun hingga 2010, tetapi ia sekarang justru membela militer yang pernah memenjarakannya. Hampir 28 tahun sejak ia memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian, penasihat negara itu mendengarkan pengacara untuk Gambia, yang mengajukan kasus terhadap Myanmar, mulai merinci dugaan tindakan genosida.
Pengacara Gambia Andrew Loewenstein menceritakan kisah seorang saksi ketika para prajurit membunuh anggota laki-laki dari keluarganya. Mereka menembak orang-orang itu terlebih dahulu dan kemudian menggorok leher mereka.
“Halaman menjadi bergelimang darah,” kata pengacara Andrew Loewenstein pada pengadilan Mahkamah Internasional itu.
Mereka membunuh suami, ayah mertua dan kedua keponakan saksi yang berusia 15 dan 8 tahun. Mereka bahkan membunuh anak itu dengan cara yang sama, lanjut Loewenstein.
Menteri Kehakiman Gambia Abubacarr Tambadou, Selasa 10 Desember 2019l, mengatakan kepada wartawan ia ingin Mahkamah Internasional memerintahkan tindakan khusus untuk melindungi warga Rohingya sampai kasus genosida itu sepenuhnya didengar.
"Kita adalah penandatangan Konvensi Genosida seperti negara lainnya. Ini menunjukkan bahwa kita tidak harus memiliki kekuatan militer atau kekuatan ekonomi untuk membela keadilan," kata Tambadou, dikutip VOA.
Sejumlah demonstrasi terjadi di Myanmar menentang sidang pengadilan itu. Di kamp-kamp pengungsi di negara tetangganya, Bangladesh, Muslim Rohingya melakukan sholat ketika sidang kasus ini berlangsung.
Seperti diketahui, Gambia telah melayangkan gugatan terhadap Myanmar di Mahkamah Internasional karena menganggap negara itu melakukan pembasmian etnik (genosida) terhadap etnik minoritas Muslim Rohingya.
Gugatan tersebut diumumkan pada Senin oleh Menteri Kehakiman Gambia Abubacarr Tambadou. Mahkamah Internasional (ICJ), yang juga disebut dengan Mahkamah Dunia, adalah sebuah badan kehakiman utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengadili persengketaan antarnegara. Baik Gambia maupun Myanmar terikat pada Konvensi Genosida 1948.
Konvensi tersebut tidak hanya melarang negara melakukan pembasmian etnik, tapi juga mewajibkan negara-negara penandatangan untuk mencegah dan menghukum pelaku kejahatan genosida.