GeNose Jadi Andalan untuk Mobilitas Penumpang
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan satu unit GeNose C19 mampu melakukan 100 ribu kali tes untuk skrining COVID-19.
Alat skrining yang memanfaatkan kecerdasan artifisial itu mampu mendeteksi seseorang yang baru dua hari terpapar COVID-19, sedangkan tes PCR atau rapid antigen belum mampu mendeteksi pada periode yang sama.
"Membutuhkan waktu kurang dari 3 menit para penumpang untuk mengetahui hasilnya (skrining COVID-19 menggunakan GeNose) dan yang tidak kalah penting adalah masalah harga pengetesan, harga total dari mesinnya itu sekitar Rp60 juta tetapi bisa dipakai untuk 100.000 kali tes jadi artinya sangat memudahkan penumpang untuk bergerak tanpa memberatkan tentunya uang yang harus dikeluarkan," kata Menristek dalam kunjungannya ke Stasiun Pasar Senen yang ditayangkan secara virtual, Jakarta, Rabu.
Menristek dan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi melakukan melakukan kunjungan kerja ke Stasiun Pasar Senen dalam rangka pemberlakuan layanan GeNose C19, "hidung elektronik" atau alat pengendus yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mendeteksi COVID-19 yang lebih cepat dan akurat.
"Saya mengapresiasi Pak Menhub yang sudah memberikan dukungan dan melakukan pertama kali di kereta api di Stasiun Pasar Senen ini dengan harapan nantinya bisa dipergunakan lebih luas dan saya mengapresiasi bahwa pemakaiannya ini bertahap sambil kita menyempurnakan sistem dan prosedurnya," tutur Menristek.
Penerapan tes menggunakan GeNose di Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Yogyakarta akan diberlakukan mulai 5 Februari 2021. Setelah itu akan diimplementasikan di bandara.
GeNose merupakan salah satu produk inovasi Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang berada di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN.
Hasil tes dari GeNose tergolong cepat, yakni kurang dari tiga menit dan alat itu bisa digunakan sebanyak lebih dari 100 ribu kali.
Alat skrining itu mendeteksi volatile organic compound (VOC) yang terkandung dalam embusan napas seseorang.
GeNose sudah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan dan sudah diuji validitasnya terhadap tes berbasis PCR pada hampir 2.000 sampel.
GeNose memiliki tingkat akurasi 93-95 persen dengan sensitivitas 89-92 persen dan spesifitas 95-96 persen.
"Karena GeNose ini menggunakan pendekatan yang namanya kecerdasan artifisial maka mesin ini akan selalu memperbaiki akurasi dari pemeriksaan jadi semakin banyak dipakai semakin akurat dan selalu di-update oleh tim dari UGM yang merupakan penemu dari mesin GeNose ini," ujar Menristek.
Distribusi GeNose dikelola oleh PT Swayasa Prakarsa dengan harga eceran GeNose tertinggi (HET) yaitu sebesar Rp 62 juta per unit (belum PPn).
Menristek Bambang menuturkan GeNose digunakan sebagai alat penapisan (screening) COVID-19 dan bukan menggantikan tes PCR karena tes PCR tetap menjadi gold standard untuk diagnosis COVID-19.
"Justru GeNose ini tujuannya adalah skrining untuk memisahkan mana yang 'boleh naik kereta', mana 'yang kalau dia positif' maka harus dilakukan langsung pemeriksaan tes PCR sesudah itu," tuturnya.
Menurut Menristek, GeNose bisa menjadi pengganti yang jauh lebih baik daripada thermometer gun sehingga ketika penumpang naik kereta sudah dalam kondisi relatif bebas dari paparan virus corona penyebab COVID-19.
"Kami harapkan GeNose ini akan bermanfaat bagi upaya kita di satu sisi menjaga protokol kesehatan dengan tetap menerapkan 3M tetapi di sisi lain kita juga mulai mendorong adanya pemulihan ekonomi," ujar Menristek.