Generasi Muslim Tangguh Antisuap, Busyro: Hadapi Gejolak Zaman
Indonesia negara berpenduduk mayoritas Islam, mempunyai tanggung jawab moral terhadap eksistensi negeri ini. Di antaranya, pentignya membangun generasi Muslim yang tangguh dan kuat.
"Sehingga mereka bisa berlaku adil dan kokoh memegang prinsip dalam mengarungi kehidupan. Kuat dari segi agama, ekonomi, politik, sosial, termasuk budaya," tutur Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas.
Dalam QS. An Nisa’ ayat 9, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya.”
Ketangguhan generasi masa depan Muslim tidak boleh hanya satu sisi dalam agama saja, tapi harus holistik. Diharapkan supaya dalam menghadapi gejolak zaman yang semakin sulit ditebak, dan penuh dengan ‘keculasan’ generasi muslim bisa dengan kokoh memegang prinsip dan kebenaran.
Suap-Menyuap Dianggap Wajar
Mengutip beberapa survei tentang perilaku suap – menyuap di Indonesia, Busyro menyebut perilaku suap-menyuap sudah menjalar dan hampir menjadi keseharian. Sebab bukan hanya terjadi di masa menjelang Pemilu saja.
Disebutkan dalam survei itu, bahwa salah satu penyebab masyarakat menerima suap karena himpitan kebutuhan sehari-hari.
“Masyarakat menerima suap itu karena di antara satu dan lain hal adalah kebutuhan mereka yang mendesak. Padahal perilaku suap – menyuap adalah tindakan yang jelas-jelas dilarang dalam Islam,” ucap Busyro dalam acara Pengajian di Kantor PP Muhammadiyah, di Yogyakarta.
Dalam Islam, kata Busyro, orang yang menyuap dan disuap keduanya masuk neraka. Sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi Muhammad dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. Berkaca dari survei di atas, maka dibutuhkan pengajaran sejak dini kepada generasi mendatang supaya mereka kuat dan tangguh dalam segala segi agar anti suap – menyuap.
Menurutnya, membangun generasi atau umat yang kuat dan tangguh harus dimulai sejak usia dini. Di antaranya melalui pengajaran dengan tutur kata yang benar seperti disebutkan dalam lanjutan QS. An Nisa’ ayat 9. Proses dialog antara orang tua dan anak, kata Busyro, tidak dilakukan dengan cara yang monoton.
“Kita bisa mengajari anak-anak dengan berpiknik, tapi piknik tidak harus ke mall. Kalau piknik ke mall malah bisa jadi mengajari kemewahan kepada anak,” tuturnya.
Piknik yang dimaksud oleh Busyro adalah kembali mendekatkan anak dengan realitas kehidupan di sekitarnya. Seperti memberikan perhatian kepada fakir-miskin, anak-anak yatim, kaum lemah, termasuk menjenguk orang sakit. Model piknik tersebut menurutnya akan membangun kepekaan anak terhadap kenyataan yang akan dihadapinya di kemudian hari.
Advertisement