Gencar Kegiatan PMT, Angka Prevalensi Stunting di Jember Tinggal 7,43 Persen
Upaya mengatasi persoalan stunting oleh Pemkab Jember mulai menunjukkan keberhasilan. Berdasarkan data riil dari hasil pengukuran menggunakan alat antropometri, angka prevalensi stunting di Jember per bulan Juni 2024 sebesar 7,43 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Jember, Hendro Soelistijono mengatakan, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kemenkes RI, prevalensi stunting di Jember pada tahun 2022 mencapai 34,9 persen.
Namun, pada hasil SKI terbaru pada tahun 2023, prevalensi stunting di Jember turun sebanyak 5,2 persen menjadi 29,7 persen. Jember yang awalnya tertinggi di Jawa Timur, kini berada di peringkat empat tertinggi di Jawa Timur.
Dalam SKI Kemenkes RI itu, tidak menunjukkan total jumlah balita yang ada di Jember. Namun Kemenkes hanya mengambil sampel sebanyak 9.000 balita.
“Itu merupakan hasil survei dengan melibatkan populasi sampel sebanyak sembilan ribu balita, dan itu sah-sah saja karena itu survei,” terang Hendro Soelistijono, Kamis, 31 Juli 2024.
Kendati demikian, selain data survei, Dinas Kesehatan Jember memiliki data riil berdasarkan nama dan alamat balita. Dinas Kesehatan Jember mencatat pada tahun 2024 ada 150.000 balita di Jember.
Sejauh ini 150.000 balita itu sudah dilakukan pengukuran menggunakan alat antropometri. Berdasarkan hasil pengukuran itu, selama dua bulan terakhir angka stunting di Jember mengalami penurunan.
Pada bulan Mei 2024, angka stunting sebesar 9,53 persen dari 150.000 balita di Jember atau sebanyak 12.244 balita berstatus stunting. Sedangkan pada bulan Juni 2024 mengalami penurunan menjadi 7,43 persen atau sebanyak 10.414 balita di Jember masuk kategori stunting.
“Kalau data riil hasil penimbangan dan pengukuran menggunakan alat antropometri dari rumah ke rumah, angka stunting di Jember jauh di bawah hasil SKI tahun terakhir,” tambahnya.
Meskipun menunjukkan hasil yang positif, namun Dinas Kesehatan bersama OPD lainnya belum merasa puas. Karena itu, selain memaksimalkan anggaran melalui APBD Jember juga menggunakan dana CSR dari perusahaan yang ada di Jember.
CSR tersebut salah satunya dikemas dalam kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita. Selain itu, Pemkab Jember juga sedang melaksanakan pengawasan dengan melibatkan seluruh ASN Pemkab Jember.
Selain itu, Bupati Jember juga telah memperketat pengajuan dispensasi menikah. Pengetatan tersebut saat sedang disosialisasikan secara masif ke desa-desa.
Dalam pengawasan itu, Bupati Jember Hendy Siswanto mewajibkan ASN menjadi bapak asuh balita stunting. Bahkan, Dinas Kesehatan Jember akan meningkatkan pengawasan partisipatif.
Sehingga, kedepannya tidak hanya ASN yang memiliki kewajiban menangani stunting, tetapi juga ada keterlibatan masyarakat.
Kendati demikian, lanjut Hendy, pengawasan partisipatif bukan berarti masyarakat diminta membantu balita stunting dengan mengeluarkan biaya. Tetapi masyarakat cukup merasa terlibat dalam melakukan pengawasan dan pelaporan.
Pengawasan partisipatif itu selain untuk memastikan seluruh balita stunting mendapatkan bantuan dari pemerintah, juga sekaligus mengawasi agar bantuan yang diberikan pemerintah tepat sasaran.
“Ke depan pendampingan oleh ASN akan ditingkatkan menjadi pendampingan oleh seluruh masyarakat. Masyarakat bisa membantu mengawasi balita stunting agar mendapatkan akses bantuan dari pemerintah makanan dan kesehatan gratis. Masyarakat juga bisa membantu mengawasi bahwa PMT yang diberikan benar-benar dikonsumsi oleh balita stunting, bukan dimakan orang tua atau saudaranya,” pungkas Hendy.