Gempita Ikrar Syahadat, Ini Kisah Nyata Proses Mualaf
Belakangan kerap dikabarkan adanya sejumlah figur publik yang berikrar masuk Islam. Sehingga, menjadi perhatian masyarakat setelah dipublikasi, baik di televisi maupun media online.
Ada pengalaman menarik tentang proses mengislamkan tersebut, seperti diungkap Kiai Mohammad Monib, Pengasuh Pondok Pesantren Fatihatul Quran Bogor:
Tidak rutin sich. Tapi puluhan muallaf saya pernah bimbing baca syahadatain. Baik non muslim dalam negeri, beberapa diantaranya para bule. Saya lakukan sejak aktif di Paramadina, ICRP sampai kini di pesantren sendiri. Ada yang minta secara senyap, tak banyak orang menyaksikan sampai seluruh santri sebagai peng-amiiin-doa bila itu di pesantren.
Berapa ini media & publik Indonesia dihebohkan kemuallafan Deddy Corbuzier. Maunya ikrarnya disiarkan nasional. Tentu oleh TV rating. Beruntung KPI melarangnya. Saya dukung larangan itu. Untuk apa gegap gempita?Bangga, syiar, dakwah atau sekadar gagah-gagahan. Mau show of force?Untuk apa & apa manfaatnya?
"Tentang muallaf ini penting saya ceritakan kisah dari Cak Nur-mahaguruku keislamanku-yang diriwayatkan Bu Omi Komaria Madjid. Saat WS Rendra jadi muallaf Cak Nur kuatir saat dia melihat realita prilaku umat. Maklum, Sang Penyair itu intelek & kritis. Karena itu, bila tidak Jumatan di Mushalla Paramadina, dibawa ke masjid2 kampung yang belum terpapar khutbah2 yang dikuatirkan ekstrem, konservatif."
Tentang muallaf ini penting saya ceritakan kisah dari Cak Nur-mahaguruku keislamanku-yang diriwayatkan Bu Omi Komaria Madjid. Saat WS Rendra jadi muallaf Cak Nur kuatir saat dia melihat realita prilaku umat. Maklum, Sang Penyair itu intelek & kritis. Karena itu, bila tidak Jumatan di Mushalla Paramadina, dibawa ke masjid2 kampung yang belum terpapar khutbah2 yang dikuatirkan ekstrem, konservatif.
Saya bisa memahami kekuatiran Cak Nur. Lebih2 saat Islamisme trennya naik belakangan ini. Caci maki, hoaks, permusuhan, hujatan, laknat & umpatan tak sesuai esensi Islam.
Cerita dari Indah Dahlan juga menarik. Suatu hari seseorang datang ke kantornya untuk jumpa Oetomo Danandjaya, sahabat utama Cak Nur. "Saya baru saja jadi muallaf", ungkapnya dengan bangga. "Lha, kenapa kamu Islam, saya jadi lagi berpikir untuk keluar dari Islan", responnya dingin.
Saya sendiri tiap ujung ikrar syahadatain sempatkan ngasih penguatan akhir disamping prolog apa & bagaimana berislam yang esensial itu. Inti pesan saya: Islam itu akhlak, inspirasi nilai luhur & berbuat baik. Berislam bukan jadi pembebek budaya jazirah Arab, sekadar simbolisme & gagahan. Islam membenci sifat kasar, kejam, orientasi masa lalu & serba anti tanpa paham esensi.
Wajah mulia Islam itu lebih banyak dicorang moreng oleh pengimannya sendiri. Dirusak oleh muslim sendiri. Kok gitu tuduhannya?Ayo kita lihat prilaku kita di lini-lini kehidupan. Islam itu akhlak,moral agung. Bwgitu yang saya pahami diri Rasulullah. Kalau bukan beliau sebagai panutan lalu siapa lagi?
Islam sudah pasti tak cukup sekedar dijadikan mantera, teriakan & takbir yang banyak untuk meneror. Itu pasti menggerikan daripada beraroma rahmat, ajakan harmonis, kolaborasi & membangun damai.
Yang lebih sedih, masjid & komunitas muslim begitu gempita & heboh menyambut anggota baru yang disebut muallaf. Sementara begitu tak ramah, ekstrim & acapkali melaknat, mentakfir kepada sesama muslim. Kenapa ya?
Demikian seperti dikutip dari akun fb Mohammad Monib. (*)
Advertisement