Gempa Banten, Getaran Maksimal Belum Tercipta
Masyarakat di sekitar Labuna, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Jumat, 2 Agustus 2019, pukul 19.03 WIB berhamburan keluar rumah karena merasakan gempa cukup besar dan lama.
Sebagian besar warga memilih lari dan mengungsi ke daerah ketinggian setelah mendapatkan peringatan dini terjadinya tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Bahkan, warga pesisir Binuangeun, Kabupaten Lebak yang jaraknya sekitar 1,5 jam perjalanan dari Sumur, Kabupaten Pandeglang keluar rumah dan sebagian mengungsi ke "shelter" tsunami dan masjid di daerah tersebut.
“Saat terjadi gempa guncangan cukup kuat terasa. Semua warga keluar rumah, sebagian langsung menuju ke 'shelter' tsunami dan masjid," kata Salmah, warga Binuangeun.
BMKG awalnya merilis gempa itu terjadi pada Jumat 2 Agustus 2019, pukul 19:03:21 WIB, dengan pusatnya pada koordinat 104,58 derajat BT dan 7,54 derajat LS, dengan magnitudo 7.4 pada kedalaman 10 km, berjarak 137 km barat daya Sumur, Banten.
Gempa bumi itu berpotensi tsunami dan menetapkan status siaga, yakni Banten di Pandeglang bagian selatan dan Pandeglang Pulau Panaitan, serta Lampung di bagian Lampung Bbarat dan pesisir selatan.
“Status siaga, kemungkinan ketinggian tsunami setengah meter hingga maksimal tiga meter,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Sejumlah daerah ditetapkan waspada di antaranya Provinsi Banten, seperti Pandeglang bagian utara, Lebak dan Serang bagian barat. Di Provinsi Lampung peringatan waspada untuk daerah Pulau Tabuan, Tanggamus bagian timur, Kepulauan Krakatau, Kepulauan Legundi, Pesisir Tengah dan Utara di Lampung Barat hingga Kepulauan Sebuku di Lampung Selatan.
Status waspada juga diberikan di Provinsi Bengkulu untuk Pulau Enggano di Bengkulu Utara, Kaur, Bengkulu Selatan dan Seluma. Di Provinsi Jawa Barat status waspada diberikan untuk Ujung Genteng di Sukabumi.
“Status waspada, kemungkinan ketinggian tsunami maksimal setengah meter,” ujarnya.
Dia mengimbau masyarakat tidak panik dan menjauhi pantai pascagempa itu. Sesuai standar operasional prosedur (SOP) pencabutan status peringatan tsunami dilakukan dua jam kemudian.
Sekitar pukul 21.35 WIB, BMKG mencabut status peringatan tsunami dan memutakhirkan data terakhir gempa bumi dengan magnitudo 7,4 di barat daya Sumur, Banten sekitar 19.03 WIB, menjadi magnitudo 6,9 atau setelah peringatan tsunami dicabut.
Setelah dimutakhirkan, data gempa bumi Banten menjadi pukul 19:03:21 WIB, dengan pusatnya terletak pada koordinat 104,75 derajat BT dan 7,32 derajat LS pada kedalaman 48 km, berjarak 164 km arah barat daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Episentrum gempa berada di wilayah Samudra Hindia di sebelah selatan Selat Sunda. Lokasi episenter dan kedalaman hiposenter gempa bumi yang terjadi, merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat deformasi batuan di dalam Lempeng Indo-Australia.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa bumi terjadi dengan mekanisme pergerakan naik atau patahan akibat dari patahan naik di dalam Lempeng Indo-Australia tersebut.
Hasil akhir BMKG tidak berbeda dengan siaran pers Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menyebutkan gempa bumi disebabkan aktivitas penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
PVMBG mengutip Informasi dari Unites States Geological Survey (USGS) yang mencatat gempa bumi pada koordinat 104,806 derajat BT dan 7,29 derajat LS dengan magnitudo 6,8 pada kedalaman 42,8 km.
Baru Permulaan
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan gempa bumi di Banten bermagnitudo 7,4 yang dimutakhirkan menjadi 6,9, belum merupakan puncak dari potensi gempa di wilayah tersebut.
Pusat gempa di bagian selatan Selat Sunda itu merupakan kawasan yang ditandai sebagai zona sepi gempa besar, sementara itu merupakan kawasan dengan subduksi aktif.
Daryono mengatakan ketidakadaan gempa selama ini dianggap sebagai proses akumulasi dari medan tegakan kerak bumi yang sedang berlangsung
“Di daerah Selat Sunda, catatan kami tidak ada gempa di atas magnitudo 7,0,” katanya.
Menurut catatan BMKG, pernah terjadi di bagian selatan Banten gempa bumi dengan magnitudo 7,9 pada 1903, yang merupakan gempa terakhir.
Dia tidak dapat memperkirakan secara statistik proses berulang gempa bumi itu, karena proses akumulasi medan tegakan kulit bumi tidak bisa distatistikkan.
Daryono menyatakan sebuah kawasan subduksi aktif tetapi tidak pernah terjadi gempa, dapat diduga kawasan itu sedang terjadi proses akumulasi medan tegangan, di mana ada proses penumpukan energi yang terkandung dalam kulit bumi.
“Kalau melihat hasil hitungan potensi gempa, ini belum puncaknya, karena potensi maksimal dapat mencapai magnitudo 8,7. Potensi itu tidak bisa diperkirakan dan kapan saja bisa terjadi,” jelas dia.
Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan umumnya gempa sekitar magnitudo 7,4 memiliki waktu perulangan 30-50 tahun.
Dia mengatakan tidak ada data detail dan pasti, terkait sejarah atau siklus gempa yang terjadi di lokasi yang hampir sama dengan yang terjadi Jumat 2 Agustus 2019 malam yang berpusat di Banten. Padahal, jika ada pencatatan sejarah maka dapat diketahui perilaku gempanya.
Di selatan Jawa, berdasarkan catatan sejarah, pernah terjadi gempa yang lebih besar dari magnitudo 7,4, bahkan mendekati skala 9.
“Sudah dapat dipastikan akan terjadi lagi meski tidak tahu waktunya kapan,” ujarnya.
Eko menjelaskan penelitian di selatan Jawa menemukan bukti tsunami raksasa dengan artian ada gempa raksasa yang juga pernah terjadi. Penemuan LIPI yang disesuaikan dengan data sejarah, kejadian itu sekitar 400 tahun lalu yang diduga sekitar 1584 atau 1586.
Gempa bumi merupakan siklus pengumpulan energi dan kemudian dilepaskan dan selalu berulang. Semakin besar energi yang dilepaskan, maka semakin besar lama waktu yang diperlukan untuk mengulang kembali.
Eko menuturkan perlunya pendataan dan penelitian komprehensif sejarah kegempaan dan tsunami yang lebih detail di seluruh wilayah Indonesia, baik darat maupun lautan, untuk mengetahui perilaku gempa.
Pelaporan gempa di Indonesia baru dimulai ketika alat seismometer ada di Tanah Air, yakni sekitar 1850-an akan tetapi belum masif saat itu.
Dampak Gempa Banten
Sebanyak lima rumah di kawasan Puncak, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dilaporkan rusak. Rumah itu berada di Desa Kuta dan Sukamanah, dengan kerusakan beragam, mulai dari ambruk pada bagian atap hingga jebol pada bagian dinding rumah.
Sementara lima unit rumah juga dilaporkan rusak di Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten. Satu rumah roboh di Desa Medalsari, dua rusak sedang di Desa Medalsari dan Girijaya dan tiga unit rusak ringan di Desa Girijaya.
Kepala Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Kabupaten Sukabumi Daeng Sutisna mengatakan data sementara jumlah rumah yang rusak mencapai 15 unit tersebar di sembilan kecamatan, namun tidak ada korban jiwa.
Rincian rumah rusak di Kecamatan Parungkuda tiga unit, kemudian masing-masing satu unit rumah rusak di Kecamatan Cikembar, Ciambar, Sagaranten, Cidahu, Parakansalak, dan Warungkiara.
Di Kecamatan Nagrak empat rumah rusak dan di Kecamatan Bojonggenteng dua unit rusak. Totalnya, satu unit rusak berat, sembilan unit rusak sedang, dan lima unit rusak ringan.
Presiden Joko Widodo mengarahkan petugas penanggulangan bencana dan aparat keamanan untuk bertindak cepat dalam menanggulangi dampak gempa bumi di Banten itu.
“Saya sudah perintahkan kepada BNPB, TNI, dan Polri serta Menteri Sosial untuk bertindak cepat apabila ada hal yang memang harus kita bergerak," katanya usai menyaksikan pentas wayang kulit di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat (2/8) malam.
Pemerintah pusat terus memantau upaya mitigasi di lapangan, sedangkan Jokowi berharap keadaan masyarakat di kawasan terdampak dalam kondisi baik, tetap berhati-hati, dan waspada.
Dwikorita Karnawati mengimbau masyarakat kembali ke tempat masing-masing setelah peringatan dini tsunami dinyatakan berakhir.
Masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap gempa bumi susulan serta menghindarii bangunan yang retak atau rusak diakibatkan gempa. (ant)