Gempa 5,3 SR Landa Maluku, BMKG: Aktivitas Gempa Terus Meningkat
Gempa bermagnitudo 5,3 mengguncang Barat Laut Kepulauan Aru, Maluku, Senin, 20 Juli 2020 pukul 13.00 WIB. Gempa kedalaman 10 km ini tidak berpotensi tsunami.
Menurut laman Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyebut pusat gempa berada di 4.79 Lintang Selatan dan 134.03 Bujur Timur atau sekitar 110 km Barat Laut Kepulauan Aru, Maluku.
Gempa ini juga dirasakan di Maluku dengan skala III dan Papua dengan skala II. BMKG mengimbau masyarakat di Maluku dan Papua untuk berhati-hati akan terjadi gempa susulan.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, menyebut frekuensi gempa bumi di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2016, kejadian rata-rata hingga 4.000-5.000 kali, lalu tahun 2017 meningkat 7.000 kali.
"Tahun 2018 hingga sekarang meningkat hingga lebih dari 11 ribu kali setiap tahunnya," kata Dwikorita dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Juli 2020 seperti dilansir Antara.
Dia menjelaskan peningkatan aktivitas tektonik ini bisa dipengaruhi perubahan iklim. Namun data BMKG hanya mencatat pada kejadian kegempaan sampai pada 200 tahun lalu.
Menurut dia perlu analisis mendalam untuk melihat peningakatan jumlah kejadian gempa bumi. Ia menilai perlu dukungan kelengkapan data dan kerja sama banyak pihak.
Pihaknya mengaku telah melaporkan catatan itu ke Presiden Joko Widodo dan melakukan minimalisasi risiko dampak gempa bumi dan tsunami yaitu dengan peremajaan alat deteksi tsunami tak layak palai.
"Sekarang sedang proses revitalisasi dan pengembangan" kata mantan rektor UGM Yogyakarta.
Dia meenambahkan, kemampuan alat deteksi tsunami juga tidak sesuai dengan kebutuhan BMKG. Sebab alat hanya mendeteksi gempa akibat aktivitas tektonik dan bila terjadi aktivitas vulkanik, seperti kejadian longsor di bawah laut justru tidak terdeteksi.
"Teknologi yang ada sampai hari ini didesain berdasarkan bencana tsunami di Aceh yang diakibatkan kejadian gempa tektonik, namun untuk kejadian gempa non tektonik, sistem itu tidak dirancang," katanya.
Menurutnya, kejadian tsunami di Banten beberapa waktu lalu akibat erupsi Gunung Krakatau menjadi pelajaran berharga. Ia menilai BMKG bila memasang alat deteksi tsunami tidak hanya pada kejadian gempa tektonik, namun juga kejadian non tektonik.
BMKG bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan beberapa lembaga lain tengah mengembangkan peralatan Earthquake Early Warning System atau pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi.
"Rencananya sensor alat deteksi gempa ini dipasang di jalur megatrust. Sebarannya mengikuti megatrust sekitar 400-an sensor yang diperlukan," ujarnya.
Advertisement