Gelisah Negeri di Konser Sesaji Nagari
Saya nggak tahu persis arti Kuaetnika. Tapi dari Konser bertajuk Sesaji Nagari sudah tergambar visi dan jenis kelompok musik pimpinan Djaduk Ferianto ini.
Dalam konser di Taman Budaya Jogjakarta, Minggu malam (10/3/2019), Djaduk mengeksplore berbagai jenis musik etnik di Indonesia. Tentu dengan aransemen baru yang penuh warna.
Di Jogja ini merupakan konser kedua. Sebelumnya digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta. Di kedua konser itu, Djaduk melibatkan dua pelawak muda Alit Marwoto dan Gundi.
Konser Kuaetnika kali ini bukan sekadar konser musik. Ia menjadi ajang perenungan tentang ke-Indonesia-an. Negeri yang kaya dalam segala hal. Keragaman musik salah satunya.
Djaduk meramu beragam jenis musik dari berbagai daerah dalam konsernya kali ini. Mulai dari Lombok, Palu, Papua, Banyuwangi, Jambi dan Batak. Lengkap dengan pengenalan alat-alat musiknya.
Tadi malam, Djaduk tidak hanya menjadi seorang musisi yang sedang pentas. Ia juga menjadi guru bagi ratusan penonton yang memadati gedung konser Taman Budaya Jogjakarta.
Setiap mau memainkan karya musik Kua etnika, ia jelaskan latar belakang daerah asal jenis musiknya. Juga ditunjukkan kekhasan alat musik yang ada di daerah asalnya. Misalnya berbagai jenis rebana dari sejumlah daerah.
Djaduk memang seniman yang serius menggali berbagai musik etnik di Indonesia. Ia berkeliling pelosok negeri untuk mendalami keindahan dan keunikan berbagai musik lokal. Juga kehidupan yang melatarbelakangi lahirnya bebunyian.
Meski banyak narasi dalam setiap menampilkan sebuah lagu, suasana tak kaku. Ia manfaatkan Alit dan Gundi yang memang cerdik dan lucu dalam setiap celetukannya. Trio Djaduk, Alit dan Dandy bikin konser itu ngakal pollll.
Mereka bertiga saling gojlok. Saat Djaduk hendak menjelaskan lagu Doni Dote asal Sulawesi Tengah, ia minta Alit memeragakan bentuk pulau Sulawesi. Dengan gaya kocak, Djaduk menerangkan beberapa daerah di Sulawesi lewat peraga Alit.
Sejumlah seniman besar hadir dalam konser Sesaji Nagari. Ada Pelukis Nasirun dan Djoko Pekik. Ada Landung Simatupang, Butet Kertarejasa dan Bambang Paningron. Ada juga Prof Dr Mahfudz MD.
Mahfudz yang sedang giat memasyarakatkan Suluk Kebangsaan malah didapuk menjadi bagian pertunjukan. Ia naik panggung untuk memimpin doa sekaligus memotong tumpeng simbol sesaji.
Meski berkali-kali disebutkan ini bukan konser politik, namun sepanjang pertunjukkan sarat dengan pesan politik. Berbagai pesan untuk mencintai negeri ini terus bergema lewat musik dan omongan.
"Negeri ini begitu kaya dengan aneka ragam musik. Makanya, negeri ini harus terus maju dengan segala perubahannnya. Jangan sampai bubar. Nanti kekayaan musik kita bisa ikut bubar," kata Djaduk.
Sepanjang pertunjukan juga banyak disinggung tentang rancangan UU permusikan. Namun, seluruh kritik sosial baik tentang keadaan negeri ini maupun permusikan Indonesia disampaikan dengan jenaka dan penuh canda.
Dengan tiket masuk seharga Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu, inilah konser musik yang tak hanya menghibur. Tapi juga memperkaya pengetahuan tentang alat musik dan lagu rakyat dari berbagai daerah di Indonesia.
Suwun Dab! Teruslah berkarya. (Arif Afandi)