Geliat Kampung Bendera Darmo Kali, Penjualan Masker Naik Berlipat
Kampung Bendera yang berlokasi di sepanjang Jalan Darmokali, Kelurahan Darmo, Kecamatan Wonokromo Surabaya dipenuhi penjual aksesoris merah putih. Mulai dari rumbai-rumbai, bendera resplang, umbul-umbul, lampion, hingga lampu hias. Hari kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus, tinggal menghitung hari.
Dari pantauan Ngopibareng.id, sedikitnya 20 pedagang membuka lapaknya. Para pedagang ini duduk menunggu datangnya pembeli. Ada pula yang sedang mengecat tiang bendera dengan warna merah.
Meski peringatan kemerdekaan jatuh di tengah pandemi, penjualan aksesoris kemerdekaan ini justru naik tiga kali lipat. Salah satunya yang diproduksi Sri Retnowati. Wanita yang akrab disapa Cici itu sedang menjahit pesanan khusus dari warga suatu kampung.
“Alhamdulillah, meski awalnya saya takut penjualan akan turun saat Covid-19, tapi ini naik tiga kali lipat. Saya dapat pesanan resplang merah putih dari warga kampung sebanyak 100 biji. Warga juga yang biasa nggak menghias rumah sekarang jadi menghias,” kata Cici kepada Ngopibareng.id pada Rabu, 12 Agustus 2020.
16 Tahun Jualan Bendera
Ia melanjutkan, saking banyaknya pesanan, lapaknya harus buka selama 24 jam. Cici pun bergantian dengan suaminya, menjaga lapak. Cici yang sudah berjualan aksesoris kemerdekaan sejak tahun 2004 itu menjual berbagai macam produk. Di antara nya bendera berbagai macam ukuran, rumbai, lampion, dan tiang bendera.
Pembelinya juga beragam. Dari instansi pemerintah, perusahaan, hingga pribadi. Dari semua produk Cici, yang paling diminati adalah bendera yang dipasang di rumah. Baik yang berukuran 60x 90 centimeter, 80x120 centimeter dan 90x135 centimeter.
“Saya jualan sejak 16 tahun yang lalu. Yang paling laku itu bendera untuk dipasang di tiang rumah. Saya ada yang kainnya tipis dan tebal. Harganya mulai dari Rp 12 ribu hingga Rp 25 ribu tergantung ukurannya,” ujarnya.
Produk buatan Cici rupanya menarik perhatian salah satu pembeli, yaitu Chandra. Pria asli Surabaya ini membeli umbul-umbul dan bendera. Chandra memilih membeli di kampung bendera berdasarkan rekomendasi dari rekannya.
“Saya sudah berlangganan tiga tahun di sini. Di sini kan terkenal sebagai pusatnya. Selain itu, saya juga sudah direkomendasikan teman saya. Harganya ternyata miring,” akunya.
Bendera Sepi, Masker Ramai
Berbeda dengan Cici, pedagang aksesoris kemerdekaan yang lain, Robi, mengaku hal yang berbeda. Penjualan aksesoris miliknya menurun 30 persen. Pelanggannya yang sebagian besar instansi pemerintah dan perusahaan, kini tidak membeli banyak aksesoris.
Agustus tahun lalu, Robi bisa meraup untung hingga Rp 15 juta lebih. Namun, saat ini paling banyak Rp 2 juta. “Kalau dibanding tahun lalu ini menurun 30 persen ya, tapi saya tidak menghitung detailnya. Biasanya banyak kantor dan perusahaan yang beli sampai Rp 15 juta. Tapi sekarang nggak ada, paling besar Rp 2 juta” cerita Robi.
Beruntung, Robi yang berjualan aksesoris sudah sejak 40 tahun silam itu memiliki usaha sampingan. Usaha masker dan sarung tangan. Dua aksesoris ini penjualannya malah meningkat tiga kali lipat sejak pandemi. Masker dan sarung tangan ini diborongnya dari Kabupaten Mojokerto dan Kota Bandung.
“Meski bendera sepi, jualan masker dan sarung tangan saya meningkat. Saya bisa jual dari Rp 20 ribu menjadi Rp 50 ribu. Saya bersyukur masih bisa mempekerjakan empat karyawan saya,” tutupnya.