Gelembung Sabun di Dusseldorf
Gelembung Sabun di Dusseldorf
Oleh: Ir. Sukemi
Bermain memiliki nilai universal bagi anak-anak. Dunia anak adalah dunia bermain. Itu sebabnya dimana pun di planet ini, selalu saja ada hiburan dan permainan untuk anak-anak, tak terkecuali ketika saya menginjakan kaki di kota Mülheim, Jerman.
Saya mencoba memotret beberapa aktivitas dan tampilan permainan yang diperuntukkan buat anak-anak. Kegembiraan adalah hal yang ingin diperoleh oleh anak-anak, karena itu bentuk permainannya memiliki nilai universal, untuk memberikan hiburan dan kesenangan pada diri anak.
Mayesty (1990), mengatakan, bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah bermain. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar, dan bekerja. Anak–anak umumnya menikmati permainan dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki kesempatan untuk bermaian.
Mainan gelembung bola-bola udara yang umumnya dibuat dari bahan diterjen di Indonesia, misalnya di Dusseldorf menjadi permainan menggembirakan bagi anak-anak dari berbagai negara yang sore itu memenuhi ruas jalan antarpertokoan, orang tua membiarkan anak-anaknya berinteraksi dengan bahasa mereka masing-masing.
Si pemain gelembung bola-bola udara itu memang tidak menjual mainannya, ia hanya beratraksi membuat ratusan gelembung2 itu dan hanya berharap pada orang tua yang anaknya terhibur dan bergembira merogoh koceknya dan meletakkan euro pada kotak yang telah disiapkan.
Itulah gaya “ngamen” si pemain gelembung bola-bola udara, beratraksi sambal berharap euoro. Ternyata atraksinya tidak hanya menghibur anak-anak, orang tua pun termasuk saya tertarik berhenti dan mengarahkan kemera pada kemahirannya bermain gelembung-gelembung bola udara.
Lain lagi gaya menghibur anak-anak dan ngamen yang saya temui di alun-alun kota Bonn. Bapak berusia sekitar 65-an tahun ini, bergerak mendorong gerobaknya mencari tempat berkerumun orang. Saat ia temukan ia berhenti dan menggelar “pertunjukan” boneka yang digerakkan secara mekanik dan berirama lagu anak-anak. Orang tua dan anak-anak pun berkerumun lalu merogoh koceknya utuk sekadar berbagi karena sudah merasa terhibur.
Beberapa wisatawan yang tertarik tak membiarkan kesempatan menarik ini untuk mengambil gambar. Dengan tersenyum pak tua ini pun melayani satu per satu permintaan untuk memotret dirinya sambil tangannya memutar dan memanikan boneka.
Sedang seorang wanita penjual balon yang saya temui di pintu masuk Toko Baju Primark -- merek dagang usaha dari Inggris yang cukup memasyarakat di Jerman, karena murahnya-- berusaha menjajakan dan menawarkan balon dagangannya kepada anak-anak yang digandeng orangtua mereka.
Menariknya, si penjual tidak melayani jika yang membeli langsung orangtuanya. Si penjual hanya melayani pembeli yang dilakukan oleh anak-anak langsung, sedang orang tua hanya memperhatikannya dari jarak beberapa meter.
Itulah cara orang tua di Jerman dalam melatih kemandirian, keberanian dan komunikasi dengan orang lain. Begitulah kata anak saya menyampaikan pendapatnya.
Model inilah yang menurut Parten dan Fleer (2000) bahwa bermain adalah sebagai sarana sosialisasi yang diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasai dan belajar secara menyenangkan.
Bagaimana dengan pola bermain dan mengasuh anak-anak kita di Indonesia? Setahu saya orang tua di Indonesia masih sangat dominan mengatur anak-anaknya baik dalam bermain, menentukan teman atau bersosialisasi.
Sebagai sebuah kebutuhan yang sudah ada (inhem) dalam diri anak, maka sebaiknya orang tua dapat mempelajari berbagai kegiatan bermain.
Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya di tentukan oleh skor tunggal yang di ungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak juga memiliki sejumplah kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan kemampuan.
Inilah sebenarnya hakekat bermain yang harus dipahami. Bagaimana kita sebagai orang tua bisa memilih dan memilah sarana permainan dan hiburan. Hal kecil yang saya temui dalam perjalanan di seputaran NRW Jerman, kiranya bisa sama-sama kita jadikan pelajaran. (ir. sukemi))