Gelar Kehormatan Suu Kyi Dicopot, Ini Sikap Pemerintah Kota Paris
Aung San Suu Kyi, dianggap telah gagal mencegah tindak kekerasan terhadap minoritas Rohingya di Myanmar. Menyikapi hal itu, Pemerintah Kota Paris memutuskan mencabut gelar kehormatan Kebebasan Ibu bagi tokoh perempuan Myanmar itu dari Pemerintah Kota Perancis.
Wali Kota Paris, Anne Hidalgo memutuskan akan mencabut gelar kehormatan tersebut usai mempertimbangkan situasi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terhadi di Myanmar.
"Beberapa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar dan kekerasan serta penganiayaan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar terhadap minoritas Rohingya menjadi dasar untuk pencabutan gelar kehormatan tersebut," kata juru bicara wali kota kepada AFP, Jumat 30 November 2018.
"Pencabutan gelar kehormatan simbolis itu masih menunggu keputusan dari Dewan Kota Paris yang akan menggelar pertemuan pada pertengahan Desember mendatang. Jika dikabulkan, maka Suu Kyi akan menjadi orang pertama yang kehilangan gelar kehormatan ibu kota Perancis."
Langkah pencabutan gelar kehormatan tersebut sebelumnya telah dilakukan oleh Glasgow, Edinburgh, dan juga Oxford.
Pencabutan gelar kehormatan simbolis itu masih menunggu keputusan dari Dewan Kota Paris yang akan menggelar pertemuan pada pertengahan Desember mendatang. Jika dikabulkan, maka Suu Kyi akan menjadi orang pertama yang kehilangan gelar kehormatan ibu kota Perancis.
Pemimpin de facto Myanmar yang juga peraih Hadiah Nobel tersebut pernah menjadi ikon demokrasi yang disejajarkan dengan Nelson Mandela, karena memimpin oposisi terhadap junta militer yang berkuasa di negaranya.
Namun nama baiknya semakin tercemar terutama di negara Barat karena dianggap telah gagal mengatasi kekerasan terhadap warga Rohingya, sehingga lebih dari 700.000 orang melarikan diri dari Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh, pada Agustus tahun lalu.
Kantor wali kota Paris telah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Suu Kyi pada akhir tahun lalu, yang mengungkapkan keprihatinannya dan menyerukan penghormatan atas hak-hak minoritas Rohingya. Namun surat tersebut tidak pernah mendapat jawaban dari Suu Kyi.
Sebelumnya, Suu Kyi juga telah kehilangan status warga negara kehormatan dari Kanada, dan penghargaan Duta Hati Nurani dari Amnesti
Amnesty Internasional Tegas
Sebelumnya, Amnesty International secara resmi mencabut penghargaan yang pernah diberikan kepada Aung San Suu Kyi. Organisasi kemanusiaan tersebut pada 2009 telah menganugerahi penghargaan Ambassador of Conscience atau Duta Besar Hati Nurani kepada pemimpin de facto Myanmar itu.
Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo menyebut Suu Kyi telah melakukan pengkhianatan terhadap terhadap nilai-nilai yang pernah dibelanya. Pihak Amnesty International juga telah mengirimkan surat kepada Suu Kyi mengenai pencabutan penghargaan tersebut.
Dalam pernyataannya, dirilis pada 11 November 2018, Naidoo mengekspresikan kekecewaan Amnesty International atas kenyataan bahwa walaupun telah mencapai separuh dari masa jabatannya dan setelah delapan tahun dibebaskan dari tahanan rumah, Suu Kyi tidak menggunakan otoritas politik dan moralnya untuk menjaga HAM, serta menegakkan keadilan dan kesetaraan.
Naido menyebut Suu Kyi telah menutup mata terhadap kekejaman militer Myanmar dan meningkatnya serangan terhadap kebebasan berekspresi di negara tersebut.
"Sebagai seorang Ambassador of Conscience Amnesty International, harapan kami adalah Anda melanjutkan otoritas moral Anda untuk menentang ketidakadilan di mana pun Anda melihatnya, termasuk di Myanmar sendiri," kata Naidoo dalam surat tersebut.
"Kami sangat kecewa menyampaikan bahwa Anda tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pembela hak asasi manusia."
"Amnesty International tidak mempunyai alasan untuk tetap mempertahankan status Anda sebagai penerima penghargaan Ambassador of Conscience. Oleh karena itu, dengan sangat sedih kami menariknya dari Anda," tambah Naidoo.
Amnesty International menganugerahi penghargaan Ambassador of Conscience, yang merupakan penghargaan Hak Asasi Manusia terbesar, pada 2009 kepada Suu Kyi atas perjuangannya yang secara damai membela demokrasi dan hak asasi di Myanmar.
Amnesty International memberikan penghargaan tersebut pada saat Aung San Suu Kyi masih berada di dalam penjara. Saat akhirnya Suu Kyi dapat menerima penghargaan tersebut secara langsung tahun 2012, dia menitipkan pesan kepada Amnesty International agar tidak berhenti mendukung negara Myanmar.
"Amnesty International mengamini permintaan Suu Kyi tersebut dengan sangat serius dan oleh karena itulah kami tidak pernah berhenti bersuara atas pelanggaran HAM di Myanmar. Kami akan terus melanjutkan perjuangan keadilan dan HAM di Myanmar, dengan atau tanpa Aung San Suu Kyi," kata Kumi Naidoo. (adi)
Advertisement