Gejolak Membara di Myanmar, DK PBB: Hentikan Pertumpahan Darah
Utusan PBB untuk Myanmar memohon Dewan Keamanan untuk campur tangan dalam krisis yang meningkat, memperingatkan risiko perang saudara dan "pertumpahan darah" yang akan segera terjadi saat junta dengan keras menekan protes pro-demokrasi.
“Saya mengimbau kepada dewan ini untuk mempertimbangkan semua perangkat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar, dan mencegah bencana multidimensi di jantung Asia,” ujar utusan khusus Christine Schraner Burgener dalam sidang tertutup.
Dia mengatakan dia tetap terbuka untuk berdialog dengan junta, tetapi menambahkan, “Jika kita hanya menunggu ketika mereka siap untuk berbicara, situasi di lapangan hanya akan memburuk. Pertumpahan darah sudah dekat."
Lebih dari 520 orang tewas sejak militer menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, menghentikan eksperimen demokrasi Myanmar yang telah berlangsung selama satu dekade, menurut angka dari pengawas yang dikonfirmasi oleh Burgener kepada Dewan Keamanan, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis 1 April 2021.
Pada hari Sabtu, militer melancarkan serangan udara pertama di negara bagian Karen dalam 20 tahun setelah kelompok pemberontak merebut pangkalan militer, menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya konflik etnis bersenjata di negara yang beragam etnis itu.
“Kekejaman militer terlalu parah dan banyak [pejuang etnis bersenjata] mengambil sikap oposisi yang jelas, meningkatkan kemungkinan perang saudara pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Burgener.
“Kegagalan untuk mencegah eskalasi kekejaman lebih lanjut akan merugikan dunia dalam jangka panjang daripada berinvestasi dalam pencegahan sekarang, terutama oleh tetangga Myanmar dan kawasan yang lebih luas.”
Inggris menyerukan sesi darurat Dewan Keamanan setelah pihak militer secara dramatis meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa selama akhir pekan.
Linda Thomas-Greenfield, duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengangkat kemungkinan tindakan jika militer tidak menyerahkan kekuasaan.
"Kami berharap situasi ini pada akhirnya akan teratasi dan militer akan kembali ke barak mereka dan mengizinkan pemerintah yang terpilih secara demokratis untuk menggantikannya," katanya kepada wartawan.
“Tetapi jika mereka tidak melakukan itu, dan mereka melanjutkan serangan yang mereka lakukan terhadap penduduk sipil, maka kita harus melihat bagaimana kita dapat berbuat lebih banyak.”
Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi yang ditargetkan dan menangguhkan pakta perdagangan dengan Myanmar.
Duta Besar TS Tirumurti dari India, yang memiliki hubungan hangat baik dengan Amerika Serikat dan militer Myanmar, menulis di Twitter bahwa ia menekankan pada pertemuan tersebut “komitmen teguh kami untuk transisi demokrasi” dan menyambut upaya diplomatik oleh negara-negara Asia Tenggara.
Pertemuan tersebut dilakukan setelah dilaporkan bahwa pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, telah mengadakan video meeting dengan pengacaranya.
Aung San Suu Kyi, yang ditahan sejak militer merebut kekuasaan, ingin bertemu langsung dengan pengacara dan tidak setuju untuk berdiskusi secara luas melalui video di hadapan polisi, kata pengacara Min Min Soe kepada Reuters melalui telepon.
"Amay terlihat sehat, kulitnya bagus," kata Min Min Soe, menggunakan istilah sayang yang artinya ibu.
Aung San Suu Kyi ditangkap pada hari yang sama ketika militer merebut kekuasaan dan menghadapi dakwaan termasuk mengimpor enam radio genggam secara ilegal dan melanggar protokol virus corona.
Militer juga menuduhnya melakukan penyuapan dalam dua konferensi pers baru-baru ini. Pengacaranya mengatakan tuduhan itu dibuat-buat dan menganggap tuduhan suap sebagai lelucon.
Sementara itu, AS memerintahkan semua staf kedutaan yang tidak penting untuk meninggalkan negara itu. Keputusan itu diambil untuk melindungi keselamatan dan keamanan staf dan keluarga mereka, kata departemen luar negeri.