Geger Buaya Mendarat di Atap, Aktor Utama Sulit Ditangkap
Penyelidikan kasus perdagangan satwa ilegal berupa buaya muara, oleh Polsek Kedungkandang masih belum menemui titik terang. Informasi terakhir yang dihimpun oleh ngopibareng.id, Kapolsek Kedungkandang, Kompol Suko Wahyudi menuturkan bahwa aktor utama praktik lancung tersebut masih dicari.
“Masih dalam tahap penyelidikan, aktornya belum tertangkap,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Ngopibareng.id lalu mencoba menghubungi Suko untuk mengetahui perkembangan kasus perdangan satwa ilegal tersebut, namun tak berbalas. Ketika didatangi ke kantornya pun, yang bersangkutan sedang tidak ada di lokasi.
Untuk mengetahui praktik lancung tersebut, ngopibareng.id menemui pendiri Profauna, Rosek Nursahid di kediamannya kawasan Margobasuki, Dau, Kabupaten Malang. Profauna adlah organisasi nirlaba yang bergerak dalam isu perlindungan satwa.
Rosek menuturkan untuk mengungkap jejaring perdagangan satwa ilegal tersebut memang susah dan membutuhkan waktu yang panjang.
“Prosesnya itu dari penangkap kemudian ke pengepul dioper ke pedagang satu ada lagi pedagang dua dan mereka ini tidak saling kenal. Sengaja dibuat seperti itu agar mata rantai transaksinya terputus,” ungkapnya.
Rosek melanjutkan dengan modus seperti itu sangat sulit untuk menelusuri siapa aktor dari perdagangan satwa ilegal tersebut.
“Ada cara lain yang bisa dilakukan semisal melibatkan PPATK untuk menelusuri jejak transaksi uangnya, namun sekali lagi ini membutuhkan proses yang panjang,” tuturnya.
Menurut Rosek perdagangan satwa ilegal secara online sangat sulit untuk dikontrol. Ia menuturkan saat ini pelakunya sudah bergeser ke usia muda, sebagai implikasi terhadap masifnya penggunaan jejaring media sosial.
“Jika 10 tahun yang lalu pelakunya adalah mereka yang berusia 40 tahun ke atas, maka saat ini adalah anak-anak muda dan di Malang ini sangat potensial sekali, karena banyak mahasiswa dan kampus bertebaran di sini,” tuturnya.
Rosek mencontohkan tahun lalu Profauna bersama Kepolisian setempat pernah menangkap salah satu mahasiswa Unisma yang kedapatan menyimpan elang di kosannya. Ternyata setelah diselidiki yang bersangkutan punya jaringan antarmahasiswa yang meakukan hal serupa.
“Karena proses jual-beli kebanyakan terjadi di Facebook. Profauna bekerjasama dengan Facebook untuk memblokir akun-akun yang mengarah kesitu. Tapi mereka kan pintar, kadang nama grupnya diubah menjadi ‘Grup Pecinta Hewan’ dan lain-lain,” pungkasnya.
Advertisement