GAYA Nusantara: Stigma Negatif Waria Dibentuk Pemerintah
Para transpuan atau lebih dikenal dengan nama waria, masih kerap mendapat diskriminasi dari berbagai elemen masyarakat, khususnya di Surabaya. Juru bicara GAYA Nusantara, Iksam mengatakan, justru perlakuan negatif yang diterima oleh transpuan kerap didapatkan dari pemerintah.
Contohnya seperti didiskriminasi saat melakukan pencatatan kependudukan. “Kebanyakan waria tidak memiliki KTP, karena saat datang mau mengurusnya, orang-orang di sana langsung bilang ‘banci, bencong’. Mereka balik lagi, gak punya KTP, kena razia lagi,” kata Iksam, saat ditemui di LBH Surabaya, Jumat, 28 Agustus 2020.
Ia juga menyebut diskriminasi muncul dalam bidang pekerjaan. Pemerintah juga tak meberikan dukungan pada kelompok waria agar bisa diterima bekerja sesuai keahlian mereka, layaknya laki-laki dan perempuan. “Kalau masalah pemerintah juga, ada guru waria? Ada nggak PNS waria? Ada dokter waria? Ada pekerja mal waria? Itu sudah melanggar hak menurut saya,” lanjut Iksam.
Selain itu, kata Iksam, penegak hukum kadang juga ikut serta dalam pelabelan negatif tersebut. Pasalnya, menurut dia, aparat kepolisian sering kali membuka identitas para waria, hingga menciptakan pandangan yang buruk. “Terkait dari kasus yang dulu, baik dari kepolisian atau dari dinas kesehatan, padahal ada beberapa kasus yang nggak boleh, karena membuat ambigu di masyarakat,” ucapnya.
Iksam pun mencontohkan, kasus yang pernah menimpa para waria beberapa tahun silam, saat menggelar pesta di salah satu hotel. Ia menganggap, jika seharusnya mereka tak dipenjarakan.“Contoh penggerebekan party sex di Hotel Oval, yang mana tujuh orang bebas dan sisanya diproses hukum. Padahal kalau mengacu pada undang-undang, itu sudah tidak benar,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Iksam, GAYA Nusantara, bersama dengan lembaga lainnya membuka posko aduan yang bertempat di Kantor LBH Surabaya. Guna memberikan bantun advokasi kepada waria yang tengah menjalani proses hukum. “Sudah terjaring masalah hukum, dan keluarga tahu, itu sudah seperti neraka kedua bagi mereka. Karena tidak semua di antara mereka (transpuan) terbuka (identitasnya),” tutupnya.
Advertisement