Gaya Kapolda Metro Jaya Lawan Preman
Oleh: Djono W. Oesman
Debt collector dikerasi polisi. Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran di rapat evaluasi jajaran yang videonya diunggah di Instagram, jelas marah. Baru kini Fadil (bahkan polisi) bersikap keras ke tukang tagih utang.
-------------
Videonya singkat, tapi sangat jelas. Tegas. Berani. Memerintahkan jajaran bersikap tegas dan berani pula. Itu imbas video yang viral, seorang polisi berseragam dimaki-maki gerombolan debt collector.
Ucapan Fadil Imran lengkapnya di video, begini:
Preman ini mulai merajalela di Jakarta ini. Saya sampai jam tiga tadi malam, nonton video preman itu. Mereka memaki-maki anggota saya. Darah saya mendidih itu... (Fadil berhenti sejenak)
Nggak ada lagi tempat buat preman di Jakarta. Anggota jangan mundur oleh preman. Jangan mundur.
Debt collector-debt dollector macam itu, jangan biarkan mereka merajalela. Lawan, angkat, jangan pake lama.
Ini, Kasatserse jangan terlambat datang ke TKP, kalau ada begitu. Cepat respons. Cepat tangkap preman-preman itu.
Termasuk perusahaan yang order debt collector itu. Siapa mereka? Nggak boleh lagi ada yang begitu. Saya perintahkan... aparat bertindak tegas.
Suasana rapat sunyi. Para anggota menyimak arahan Kapolda. Video itu dipublikasi pers. Beredar cepat di medsos. Sampai ke grup-grup WhatsApp. Reaksi warganet seluruhnya mendukung sikap Kapolda Fadil. Tanda, masyarakat galau adanya debt collector.
Sumber perkara adalah peristiwa di apartemen milik selebgram Clara Shinta. Lokasi di lantai dua Apartemen Casa Grande, Tebet, Jakarta Selatan. Kejadian Rabu, 8 Februari 2023. Mobil Clara, Toyota Alphard putih disita segerombolan (sekitar 30 pria) yang sering disebut debt collector.
Rangkaian penyitaan mobil direkam video. Tapi, tidak tampak saat mobil dibawa debt collector. Isi video: Debat sengit antara Clara dengan sejumlah Debt Collector di suatu ruangan. Sampai Clara nangis-nangis.
Di perdebatan itu ada seorang polisi, Iptu Evin Susanto, berusaha menengahi. Evin adalah anggota Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat). Pak Bhabin. Tugasnya membina, memberi penerangan masyarakat. Bukan pemburu preman. Bukan hard police.
Evin melerai debat sengit itu. Karena Clara dan tiga wanita di video itu kelihatan kalah melawan sekitar 30 debt collector yang bersuara bersahut-sahutan. Evin mengajak urusan diselesaikam di Polres terdekat. Debt collector marah, memaki-maki Evin. Bahkan, merebut paksa dokumen yang dibawa Evin.
Video itu viral pada Senin, 20 Februari 2023. Beredar luas. Kelihatan jelas, polisi di video itu dalam posisi sangat sabar. Tidak emosional. Justru warganet yang emosional. Mengutuk debt collector. Komen paling menonjol begini: "Kalau polisi saja dibegitukan, apalagi warga biasa."
Komen seperti itu ribuan di medsos. Bahkan bisa puluhan ribu di grup-grup WA. Para pemegang HP mendapat share video itu. Akhirnya meluas.
Apa yang sebenarnya terjadi? Clara Shinta kepada pers menjelaskan, begini:
Siang itu, sopir pribadi Clara membawa mobil tersebut, tiba di lokasi parkir apartemen Clara. Ternyata, mobil itu sudah ditunggu puluhan debt collector.
Clara: "Tahu-tahu, mobil didatangi banyak orang. Kunci kontak dicabut, dirampas. Terus, ada yang masuk ke ruangan ketemu saya, menjelaskan, bahwa mobil itu sudah digadaikan dan utangnya tidak dibayar. Maka dirampas."
Clara protes. Merasa tidak pernah berutang. Debt collector menunjukkan dokumen, bahwa BPKB mobil tersebut, dan beberapa mobil Clara lainnya, digadaikan di perusahaan leasing. Utangnya tidak dibayar.
Clara sudah cerai dengan suami yang menggadaikan itu. Dia merahasiakan identitas mantan suami.
Rabu, 22 Februari 2023 Clara mendatangi peusahaan leasing yang mempekerjakan debt collector dan menyita mobil Alphard Clara. Dia membayar utangnya Rp 200 juta. Lalu, mobil dan BPKB kembali ke tangan dia. Sekaligus dia membayar utang lainnya yang tidak dibayar mantan suaminya. Total dibayar Rp390 juta.
Clara sudah melaporkan mantan suami dengan tuduhan penggelapan. Juga melaporkan perampasan mobil oleh debt collector. Laporan perampasan mobil teregistrasi nomor LP/B/954/II/2023/ SPKT/ Polda Metro Jaya tertanggal 20 Februari 2023.
Dari arah sebaliknya, pengacara para debt collector, Firdaus Oiwobo , kepada pers, Kamis, 23 Februari 2023 mengatakan, ia keberatan debt collector disebut preman (oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran).
Firdaus: "Debt collector bukan preman. Mereka menjalankan program jasa penagihan yang dilakukan oleh perusahaan penagihan. Jadi, debt collector ini resmi. Perusahaannya jelas. Dilindungi Undang-undang dan lain-lain."
Firdaus meminta kepada pihak Polda Metro Jaya agar menghentikan laporan oleh Clara Shinta. Sebaliknya, Firdaus akan melaporkan Clara ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik. "Kami juga menuntut, agar nama baik debt collector segera dipulihkan."
Kapolda Metero Jaya, Irjen Fadil menyatakan, penyidik akan menolak jika ada laporan dari pihak debt collector. Ia sudah memerintah jajaran agar menolak, jika ada laporan balasan dari pihak debt collector. Fadil mengatakan: "Jangan diterima. Preman kok dibela."
Gerak cepat, polisi menangkap tiga debt collector ditangkap di Jakarta. Dibawa ke Polda Metro Jaya untuk disidik.
Bahkan aparat memburu, akhirnya menangkap, satu lagi debt collector inisial LW di Pulau Saparua, Maluku. Langsung diterbangkan ke Jakarta, dibawa ke Polda Metro Jaya dalam kondisi tangan diborgol.
Perintah Kapolda Metro Jaya ditanggapi cepat oleh Direktur Reserse Kriminal Umum, Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, kepada pers, Kamis 23 Februari 2023 mengatakan:
"Atas perintah Kapolda Metro Jaya, kami kejar debt collector sampai Pulau Saparua. Negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme. Kami akan tangkap, kami kejar, dan kami tindak tegas setiap aksi-aksi premanisme di DKI Jakarta."
Dilanjut: "Bahwa tidak ada lagi hak eksekutorial bagi debt collector apabila tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, dan debitur menolak menyerahkan kendaraannya. Oleh karenanya, hal tersebut harus melalui penetapan pengadilan, dengan kata lain tidak boleh diambil paksa."
Akhirnya: "Kepada debt collector di kasus ini, kami minta menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya. Atau, kami akan tindak tegas."
Keras. Tegas. Berani. Sikap aparat Polda Metro Jaya, setelah Kapolda-nya memberikan perintah harian kepada jajaran, Fadil: "Lakukan patroli di Jakarta dan sekitarnya secara rutin. Jika ada preman, cepat tangkap. Kagak pake lama."
Nuansa konfrontasi terhadap premanisme, sangat jelas dilancarkan polisi. Bahkan, Fadil menyinggung perusahaan yang menggunakan tenaga debt collector. "Jangan lagi lakukan itu," tegasnya.
Sikap ini bakal menjalar ke wilayah lain di Indonesia. Selama ini, meletup aneka kasus debt collector di berbagai wilayah Indonesia. Penanganan beda-beda. Belum seragam.
Polda Metro Jaya bakal jadi rujukan wilayah lain dalam menangani debt collector. Tegas dan keras.
Pertanyaannya, apakah ini tidak menimbulkan kemacetan utang pada lembaga keuangan non bank? Karena, bank sekarang sudah tidak lagi menggunakan jasa debt collector. Penyebabnya, itu tadi, selalu bermasalah hukum pidana. Sedangkan utang-piutang diatur dalam KUHPerdata. Bukan pidana.
Inti masalah ini bersumber pada kelemahan analis kredit. Pegawai bank dan lembaga keuangan non bank bagian analisis calon debitur, lemah. Atau sengaja lemah. Bertujuan menyalurkan dana kredit.
Sebab, bank dan lembaga keuangan non bank mengalami over likuid, atau kelebihan dana pihak ke tiga. Dana pihak ke tiga (DP3) adalah dana yang dihimpun oleh lembaga keuangan dari masyarakat.
DP3 ada tiga jenis: Simpanan giro (deman deposit). Simpanan tabungan (saving deposit). Simpanan deposito (time deposit).
Kalau DP3 kebanyakan, sedangkan pihak bank wajib dan rutin memberikan bunga kepada penabung, maka bank harus cepat menyalurkannya dalam bentuk kredit. Sehingga terjadilah agresivitas kredit. Marketing lembaga keuangan jadi gencar mendesak orang agar berutang. Orang yang nggak niat utang, ditawari, atau dirayu, agar berutang.
Ya... Orang konsumtif, atau gemar utang, pasti menerima desakan itu. Senang. Terima uang. Akibatnya, utang macet. Jalan keluarnya debt collector. Akhirnya jadi problem hukum. Yang oleh Polda Metro Jaya, kini disebut preman. (*)