Gawat, 20 Persen Gedung SD di Probolinggo Rusak Berat
Tingkat kerusakan gedung sekolah dasar negeri (SDN) di Kabupaten Probolinggo bisa dikatakan cukup besar. Data Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Probolinggo menunjukkan, dari sebanyak 560 gedung SDN di 24 kecamatan, 20 persen di antaranya (112 gedung) dinyatakan rusak berat.
Hal itu diungkapkan Kepala Dispendik Kabupaten Probolinggo, Dewi Korina kepada wartawan, Minggu, 17 November 2019. “Sebanyak 20 persen gedung SDN yang rusak akan kami renovasi. Ada jatah renovasi 50 ruang kelas per tahun,” katanya.
Dispendik melakukan pendataan pasca ambruknya plafon SDN Sumberpoh 05 di Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, awak November 2019 lalu. Beruntung, ambruknya plafon ruang kelas III itu tidak menimbulkan korban jiwa karena sejak sekitar dua pecan sebelumnya ruang tersebut sudah dikosongkan.
Pendataan kondisi fisik bangunan SDN, kata Dewi, untuk mengantisipasi kemungkinan gedung sekolah ambruk karena dimakan usia (lapuk). Selain itu untuk menghindari ambruknya gedung karena faktor alam seperti, hujan, banjir, angin, hingga gempa.
Disinggung dana untuk rehabilitasi gedung sekolah yang rusak, Dewi mengatakan, sudah disiapkan APBD melalui Dana Alokasi Umum sekitar Rp25 miliar dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp23 miliar.
“Meski anggaran untuk rehab gedung SDN cukup besar, sekolah-sekolah perlu antre mengingat gedung SDN yang rusak sangat banyak,” katanya. Bisa dibayangkan, jika 20% dari 560 gedung SDN tergolong rusak berat berarti sebanyak 112 gedung SDN antre direhab.
Dewi juga mengakui, ternyata tidak semua gedung SDN di Kabupaten Probolinggo berdiri di atas tanah aset Pemkab Probolinggo. Terbukti, SDN Sumberpoh 05 yang plafonnya ambruk ternyata belum bersertifikat atas nama Pemkab Probolinggo.
Sehingga ketika akan direhab total, gedung SDN Sumberpoh 05 harus sudah jelas sertifikatnya. “Kalau langsung direhab begitu saja, khawatir nanti ada masalah di belakang hari,” kata mantan Ketua Bappeda itu.
Berdasarkan catatan, sebagian SDN di Kabupaten Probolinggo merupakan bekas “SD Inpres” yang dibangun kurun waktu 1970-1980-an. Saat itu, di masa Orde Baru, pemerintah dengan gampang memanfaatkan tanah milik warga untuk bangunan SD Inpres, di antaranya dengan janji pemilik tanah direkrut menjadi penjaga sekolah.
Advertisement