Gatot Nurmantyo: Masih ‘Sakti’kah Setelah Mantan?
Ketika isu pergantian Panglima TNI mencuat ke permukaan, banyak yang bertanya kepada saya, apa yang bakal dikerjakan Jenderal Gatot Nurmantio (GN) setelah menjadi mantan. Saya tak perlu menjawab, karena pertanyaannya telah dijawab sendiri oleh Jenderal GN dengan berbagai kegiatan ‘semi politik’nya dalam beberapa bulan terakhir ini. Terlalu mudah untuk dibaca bahwa dunia politik praktis (cenderung) bakal menjadi ruang kegiatan baru yang akan digelutinya secara lebih intensif dan terbuka. Kalau tidak segera, ya paling lambat memasuki tahun politik 2018-2019, nama GN pasti akan bakal sering kita dengar.
Tentunya semua ini masih sangat tergantung sejauh mana GN bisa merawat ‘kesaktian’nya; mengingat tradisi para mantan yang langsung loyo ditinggal jabatannya. Untuk itu, akankah GN bergabung ke salah satu partai yang ada? Rasanya kok tidak! Karena bergabung masuk ke salah satu partai peserta Pemilu-Pilpres 2019, akan mempersempit ruang geraknya merebut tiket RI-2 bahkan RI-1. Manuver tercantik adalah menjadikan dirinya se-seksi mungkin agar ada partai yang tergiur mengusung namanya sebagai Capres atau Cawapres. Masalahnya, partai apa yang akan mengusung mantan Panglima TNI ini?
Mulai saja dari PDIP. Walau peluang selalu masih ada, tapi rasanya sangat dan teramat keci PDIP mau mengusung nama GN. Bagaimana dengan Golkar? Pintu Golkar masih sangat ditentukan oleh nasib Setya Novanto. Juga peran Jusuf Kalla (JK) yang sulit untuk tidak diperhitungkan. Kecuali bila TItiek Suharto yang akan menjadi kapten kapalnya Golkar pasca Setnov dilengserkan, kemungkinan pintu buat masuk bagi GN, menjadi terbuka.
Bagaimana dengan Gerindra.? Selama Prabowo masih berminat maju, untuk menjadi pendamping Prabowo saja nama GN kurang diminati, karena pasangan militer-militer disangsikan akan menjadi pilhan strategis bagi Gerindra. Hal yang sama akan terjadi juga di Partai Demokrat mengingat faktor Agus-AHY. Saya pun menduga, SBY tak terlalu berselera mengelus-elus GN sebagai jagoannya. Begitu juga sikap partai Nasdem, Hanura maupun PKPI, jika berpegang pada pribadi para Ketua Umumnya dan kedekatan mereka dengan Jokowi.
Kemungkinan bagi GN masih terbuka melalui pintu partai PAN, PKS, PPP, dan PKB bila mereka memutuskan untuk kompak bersatu mengusung GN. Walau ini pun masih sangat tergantung pada komposisi calon dari partai-partai besar (PDIP, Golkar, Gerindra) yang untuk mulus mengusung calon, masih memerlukan pasangan partai pendukung agar dapat memenuhi 20% jumlah suara sebagai persyaratan yang diamanatkan oleh Undang-Undang.
Dalam corat coret di atas kertas, bila PDIP, Golkar dan Gerindra atau Demokrat akan mengusung calonnya sendiri, dengan asumsi ada tiga calon yang akan bersaing, maka lima partai lain yang tersisa merupakan partai-partai yang akan diperebutkan menjadi partai pendukung untuk melengkapi jumlah suara yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan 20%. Dalam situasi ini, peluang GN untuk tampil kian menyempit dan bahkan sama sekali tertutup.
Yang menarik bila partai-partai yang akrab dengan perhelatan Reuni-212, Gerindra, PKS, PAN dan kemungkinan PPP(???), memutuskan untuk bergabung dan Golkar versi JK (yang berkuasa) merapat memperkuat calon dari kubu pro 212 ini, maka peluang GN sama sekali tertutup. Karena kemungkinan Partai Demokrat sekali pun berminat maju dengan calonnya sendiri, akan sangat sulit menggandeng partai lain yang mau diajak berkoalisi. Maka situasi Head to head yang tentunya sangat dikehendaki oleh para pendukung gerakan 212, hanya akan memperhadapkan antara calon dari kubu PDIP dan Lawannya.
Lewat arahan ini, diharapkan desain politik Ahok vs Anies dapat terulang dan digelar dalam skala yang lebih besar. Reuni akbar pun akan terjadi, dan akan kemana GN berlabuh banyak yang berspekulasi pastilah ke kerumunan massa berjubah putih yang akan lebih nyaman bagi SN untuk berakrab ria berjuang bersama.
Tapi lagi-lagi, dalam politik semua bisa terjadi. Apa lagi di era peradaban politik transaksional! Ada uang.. bang GN akan kusayang! Nah…sudah siap kah Jenderal???
*Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com
Advertisement