getem-getem. Ingin sekali segera menyerang Iran. Sejak drone Amerika dijatuhkan Iran. Tidak jadi. Juga sejak kapal tangker minyak Inggris ditahan Iran. Tidak jadi. Lalu ada serangan drone yang masif ke instalasi minyak Aramco itu. Juga tidak jadi. Ups, jadi. Ups, tidak jadi. Ups, entahlah. Sebenarnya banyak juga tokoh di sekitar Presiden Donald Trump yang juga gatal tangan. Misalnya John Bolton. Penasihat keamanan nasionalnya. Keinginan Bolton perang terus. Kumisnya yang kaku dan panjang itu seperti kian mirip paku saja --dan kian memutih. Tapi Trump justru memecatnya. Minggu lalu. Arab Saudi sendirilah yang mestinya sangat marah. Tapi sama sekali tidak ada minat menyerang Iran. Mungkin juga tidak ada keberanian. Internal Saudi memang tidak kuat-kuat amat. Media Barat meramal MbS --kalau pun akan dilantik jadi raja-- bisa jadi raja terakhir. Houti sendiri mengaku serangan dronenya itu sukses karena ada bantuan dari dalam Saudi sendiri. Begitu besar orang asli Yaman yang menjadi penduduk Saudi. Memang sebaiknya Saudi jangan perang. Selesaikanlah dulu Yaman. Mundurlah dari sana. Akibat serangan Saudi itu penderitaan di Yaman luar biasa. Dulu Yaman hanya miskin. Kini miskin dan penuh derita. Vladimir Putin pun bilang begitu. Saat presiden Rusia itu bertemu Recep Tayyip Erdoğan tiga hari lalu. Di Turki. Sampai-sampai Putin mengutip ayat suci Alquran. Surah Ali Imran, ayat 103: "Berpeganglah kalian pada Quran bila...". Secara tidak langsung justru Putin mengingatkan Raja Arab Saudi untuk berpegang pada Alquran. Erdogan setuju itu. Erdogan memang lebih pro-Iran. Lebih anti-Saudi. Untung ada perang dagang Amerika-Tiongkok. Untung pula ada heboh Brexit. Pun untung ada demo sepanjang sepur di Hongkong. Untung ada semua itu. Kalau tidak, dunia Islamlah yang kelihatan masih terus heboh sendiri di antara mereka.(Dahlan Iskan) Arab Saudi Amerika Serikat