Gas Bumi Merambah Seantero Negeri
Kebutuhan energi di Tanah Air terus meningkat seiring jumlah penduduk yang terus bertambah pesat setiap waktu. Penggunaan energi alternatif pun makin masif di Indonesia, salah satunya gas bumi.
Kini, penggunaan gas bumi pun kian membumi, tidak hanya tersentral di satu wilayah, namun telah merambah ke antero negeri, dari barat hingga timur Indonesia. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mendistribusikan gas bumi, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk menyatakan komitmennya untuk terus mengupayakan yang terbaik dalam menjalankan penugasan tersebut.
Termasuk keinginan pemerintah yang ingin menambah jumlah jaringan gas (jargas) sebanyak 30 juta sambungan rumah tangga (SR).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse Sad
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan target tersebut dibuat oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga 2035. Tentunya dengan keyakinan setiap lima tahun bisa terbangun infrastruktur gas yang tersambung 10 juta rumah tangga.
"Untuk lima tahun pertama bisa bikin 10 juta," kata Gigih di Jakarta, Kamis, 28 November 2019.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama pun berpandangan target tersebut tentu harus diupayakan, mengingat kesadaran masyarakat untuk menggunakan energi yang lebih bersih makin tinggi. Apalagi jargas dianggap lebih unggul dan praktis lantaran dapat digunakan 24 jam. Serta di sisi lain juga dianggap lebih aman karena tekanan lebih rendah dibanding saat menggunakan elpiji.
Pemanfaatan gas bumi melalui jaringan juga dipercaya mampu mengurangi tekanan pada neraca perdagangan yang diakibatkan oleh impor. Berdasarkan catatan 70 persen elpiji yang dikonsumsi masyarakat berasal dari impor.
"Kita kalau ditugaskan, kita kerjakan. Kalau ngomong sanggup tidaknya, itu harus diupayakan," kata Rachmat seperti dikutip dari Medcom.id, Kamis, 28 November 2019.
Terkait dengan pemilihan daerah yang akan dibangunkan jaringan gas pun, kata Rachmat, telah mempertimbangkan sisi keekonomian. Namun, hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah. PGN, dia bilang, hanya menjalankan penugasan. Hanya saja, PGN menekankan pembangunan infrastruktur jargas diarahkan pada wilayah yang tepat sasaran. Sehingga ketika infrastrukturnya telah terbangun, penyaluran gas buminya tidak sia-sia dan termanfaatkan tanpa membebani masyarakat.
"Ternyata sasarannya yang biasa pakai kayu bakar untuk masak karena banyak batang pohon dekat hutan, yang biasanya gratis, lalu dipasangkan jargas terus berbayar jadi beban," ujar dia.
Sejak 2009 hingga saat ini, pegelolaan jargas telah tersebar di 52 kota/kabupaten di 17 provinsi. Jumlah jargas yang tersebar lebih dari 500 SR dengan pajang jaringan pipa lebih dari 10 ribu kilometer (km). Panjang pipa gas PGN bahkan hampir dua sampai empat kali lipat dibandingkan jaringan gas di wilayah Asia Tenggara.
Berdasarkan data holding gas yang dikutip Medcom.id, Jumat, 29 November 2019, jaringan gas tersebar antara lain di Provinsi Aceh 24.922 SR, Provinsi Sumatra Utara 11.216 SR, Provinsi Riau 18.264 SR, Provinsi Kepulauan Riau 4.001 SR, Provinsi Jambi 11.077 SR, Provinsi Sumatra Selatan 148.101 SR, dan Provinsi Lampung 14.971 SR.
Kemudian Provinsi Banten 9.109 SR, Provinsi DKI Jakarta 12.660 SR, Provinsi Jawa Barat 67.881 SR, Provinsi Jawa Tengah 8.000 SR, Provinsi Jawa Timur 97.830 SR, Provinsi Kalimantan Utara 32.361 SR, Provinsi Kalimantan Timur 28.539 SR, Provinsi Sulawesi Selatan 6.172 SR, Provinsi Sulawesi Tengah 4.000 SR, dan Provinsi Papua Barat 3.898 SR.
Ke depannya pengembangan infrastruktur gas bumi juga akan diarahkan untuk mendukung program pemerintah, khususnya di bidang industri untuk menunjang pengembangan kawasan-kawasan industri sesuai dengan road map nasional.
Salah satu pengguna gas bumi Bambang Kushadi mengatakan mulai beralih menggunakan jargas kurang lebih tiga bulan terakhir. Bambang merupakan pemilik industri rumahan berupa warung makan di Pasuruan, Jatim. Sebelum menggunakan jargas, selama belasan tahun membuka Warung Lesehan Sarmila, Bambang menggunakan bahan bakar gas dalam tabung untuk memasak makanan.
Alasan awal dirinya pindah hati ke jargas yakni ketika ada survei oleh pertugas dan ditawari untuk menggunakan jargas. Bambang pun memastikan mana yang lebih aman, menggunakan gas tabung atau jargas. Setelah disimulasikan dengan kondisi warung yang tidak terlalu luas, maka dirinya memutuskan untuk beralih ke jargas.
Ia pun kini mendapatkan banyak manfaat, selain aman, menggunakan jargas juga lebih hemat. Dalam operasional warung sehari-hari, pemakaian gas tabung ukuran lima kilogram (kg) mencapai dua hingga tiga tabung. Satu tabungnya seharga Rp110 ribu.
Artinya dalam sehari Bambang mesti merogoh kantong Rp220 ribu-Rp330 ribu. Apabila dikalkulasi dalam satu bulan, biaya yang dikeluarkan untuk membeli gas tabung mencapai Rp6,6 juta hingga Rp9,9 juta.
Sementara dalam dua bulan terakhir menggunakan jargas, biaya yang bisa dihemat mencapai 50 persen. Tagihan pertama pemakaian jargas hanya Rp3,6 juta.
"Selisih separuh, dari Rp6 jutaan ke Rp3 jutaan. Ndak (tidak) karuan murahnya. Saran saya tarifnya tolong jangan dinaikkan," tutur Bambang.
Lebih lanjut, sejak Bambang menggunakan jargas, dirinya tidak perlu khawatir dan kesulitan mencari pasokan jika gas habis. Sebab selama ini, gas tabung yang ia gunakan dipasok dari agen yang terletak di depan warungnya. Beberapa kali ketika agen tersebut sedang tutup toko dan gas tabung di dapur warung habis, maka Bambang harus berkeliling mencari gas tabung di toko lainnya.
"Jadi dengan menggunakan jasgas ini nemen enak'e (banyak enaknya). Ya aman, ya irit, dan tidak perlu bingung cari gas ke toko kalau habis dan pemasok tutup," jelas Bambang.
Advertisement