Menjadi Mualaf, Beasiswa Mahasiswi IPB Dicabut Pemkab
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, Sumatera Utara, menghentikan program Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada Arnita Rodelina Turnip. Arnita, begitu panggilannya, adalah tercatat seorang mahasiswi Insitut Pertanian Bogor (IPB). Penghentian beasiswa itu diduga karena Arnita telah menjadi mualaf (pindah agama).
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, pihaknya akan meminta keterangan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Simalungun terkait kebijakan berbau SARA dalam BUD Pemkab Simalungun.
"Ya, kita sudah jadwalkan Selasa, 31 Juli 2018 pukul 10.00 WIB untuk meminta keterangan kepada Pemkab Simalungun melalui Kadisdik. Ini kasus sangat sensitif. Laporannya ke Ombudsman RI ada kebijakan Pemkab Simalungun diduga berbau SARA," kata Abyadi dalam keterangan seperti dikutip Kumparan, Senin, 30 Juli 2018.
Abayadi menjelaskan, kasus ini bermula saat seorang ibu bernama Lisnawati, warga Desa Bangun Raya, Simalungun, melaporkan kejadian ini ke Ombudsman RI. Kala itu, kata dia, Lisnawati menjelaskan bahwa Pemkab Simalungun diduga melakukan kebijakan berbau SARA terhadap putrinya Arnita Rodelina Turnip.
Berdasarkan keterangan Lisnawati, penghentian beasiswa Arnita dari program BUD Pemkab Simalungun di IPB disampaikan melalui surat Dinas Pendidikan Simalungun. Surat Dinas itu kemudian disampaikan Pemkab Simalungun kepada pihak IPB sekitar September 2016.
Kala itu, Arnita masih duduk di bangku Semester-II. Suratnya berisi pemberitahuan yang menerangkan bahwa Arnita dikeluarkan sebagai mahasiswi program BUD Pemkab Simalungun. Kendati demikian, tak ada penjelasan mengenai alasan penghentian beasiswa tersebut. Indeks Prestasi (IP) Arnita pun dalam keadaan baik-baik saja.
Sampai saat ini, sudah lima semester uang kuliah dan biaya hidup Arnita tertunggak karena tidak dibayarkan Pemkab Simalungun. Totalnya sekitar Rp 55 juta. Nasib Arnita pun terkatung-katung. Kini Arnita bahkan difasilitasi kuliah di Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (UHAMKA) Jakarta.
"Kita komunikasi langsung dengan pihak IPB. Saya telepon langsung Pembantu Rektor (PR). Dan, kita kuatkan dengan mengirim surat resmi ke IPB. Tujuannya, agar Arnita jangan dulu di DO (drop out) sebab masih dalam penanganan Ombudsman RI Perwakilan Sumut," tambahnya.
Selanjutnya, Ombudsman RI Perwakilan Sumut juga sudah menindaklanjuti dengan mengundang Kadis Pendidikan Simalungun selaku penanggungjawab Program BUD Pemkab Simalungun untuk dimintai klarifikasi pada 9 Juli 2018. Sayangnya, yang hadir hanya Kasubag TU dan Umum Disdik Simalungun Eva Nali Boru Surbakti.
Abyadi Siregar mengharap Pemkab Simalungun taat hukum dan koperatif dalam penyelesaian kasus ini. Ombudsman RI masih menangani kasus ini secara persuasif. "Namun, bila Kadisdik Simalungun tidak hadir, maka Ombudsman akan menggunakan mekanisme panggilan," ujar Abyadi Siregar.
Abyadi menjelaskan, sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI diberi kewenangan memanggil paksa terlapor. Ini diatur dalam pasal 31 UU No 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
"Jadi, bila terlapor tidak memenuhi panggilan Ombudsman RI tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, maka Ombudsman RI dapat menghadirkan secara paksa dengan meminta bantuan kepolisian. Kita berharap, Pemkab Simalungun kooperatif," tegas Abyadi Siregar. (wit)
Advertisement