Gapasdap: Tarif Naik 11%, Tak Cukup Jamin Keselamatan Pelayaran
Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan Pemerintah telah mengambil keputusan penyesuaian tarif penyeberangan lintas provinsi. Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) nomor 184 tahun 2022. Rata-rata kenaikan tarif berkisar 11 persen.
"Ditandatangani oleh Menteri Perhubungan RI pada tanggal 28 September dan berlaku tiga hari setelahnya," jelas Khoiri Utomo melalui rilis tertulis yang diterima Ngopibareng.id, Kamis, 29 September 2022.
Pemberlakuan KM 184 tahun 2022 ini, lanjutnya, membatalkan KM 172 tahun 2022 yang ditetapkan pada tanggal 15 September 2022. KM 172 tahun 2022 ini seharusnya berlaku tiga hari setelah ditetapkan. Namun, menurutnya, SK ini "layu sebelum berkembang". Tidak pernah berlaku tanpa adanya kejelasan dan juga tidak ada pencabutan walaupun telah melewati batas waktu pemberlakuannya, yaitu tanggal 19 September 2022.
Dia menyebut, besaran kenaikan tarif dalam KM 184 tahun 2022 tidak sesuai dengan pengusulan dari Gapasdap. Menurutnya, usulan penyesuaian tarif penyeberangan yang diajukan Gapasdap akibat adanya kenaikan harga BBM tidak terlalu besar. Yang besar adalah adanya kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya yang dihitung mulai tahun 2018, di mana kekurangan tersebut mencapai 35,4%.
"Sebenarnya sesuai ketentuan harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap 6 bulan, tetapi hal ini tidak dilakukan. Sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum," tegasnya.
Sebagai perbandingan, Dia mencontohkan kenaikan tarif pada moda transportasi yang merupakan pasar dari angkutan penyeberangan, yaitu Organda. Dia menyebut Organda sudah mengalami kenaikan antara 35% - 45% dan Aptrindo 40%, sebelum terjadinya kenaikan tarif angkutan penyeberangan.
"Kenapa hal ini tidak ada kontrol dari pemerintah? Ini berarti telah terjadi diskriminasi di mana moda transportasi laut tidak diperhatikan oleh kemenhub. Padahal jargon Presiden Jokowi adalah maritim," katanya.
Di satu sisi, menurutnya Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi. Akan tetapi, kata dia, tarif penyeberangan yang ditetapkan bertolak belakang dengan keselamatan. Dengan kondisi ini, menurutnya, Gapasdap seakan-akan ingin dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan ataupun standar pelayanan minimum yang kurang.
"Kami sebagai asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Khoiri, keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator atau pengusaha kapal lagi. Tetapi merupakan tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan. Karena kondisi penarifan yang sangat minim. Padahal, tarif angkutan penyeberangan, menurutnya, yang melakukan perhitungan adalah pemerintah.
"Sehingga ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan. Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang harus bertanggung jawab," jelasnya.
Rendahnya tarif, selain berpengaruh pada faktor keselamatan, juga akan memengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan yang selama ini sudah terganggu dalam pembayaran gajinya. Dengan gaji yang tidak cukup akan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang dan akhirnya akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran.
"Di sini dapat dikatakan, Menteri menganggap bahwa keselamatan tidak penting, padahal keselamatan nyawa publik tidak ternilai harganya dan menjadi kewajiban pemerintah sesuai UUD untuk menjamin keselamatan jiwa dari setiap rakyatnya," tegasnya lagi.
Advertisement