Gapasdap Pertanyakan Kuota Subsidi BBM Kapal di Dermaga LCM
Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau Dan Penyeberengan (Gapasdap) Banyuwangi mengeluhkan habisnya kuota subsidi bahan bakar minyak (BBM), untuk kapal Penyeberangan yang beroperasi di dermaga LCM Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, Banyuwangi. Dalam hitungan Gapasdap, seharusnya subsidi BBM itu masih belum habis.
Ketua DPC Gapasdap Banyuwangi Putu Widiana menyatakan, informasi habisnya subsidi BBM untuk kapal yang beroperasi di Dermaga LCM itu diterimanya sekitar pukul 18.00 WIB, Jumat, 6 November 2020 sore.
Putu menyatakan, pada triwulan keempat ini, kapal yang beroperasi di Dermaha LCM Pelabuhan Ketapang mendapatkan jatah subsidi BBM sebanyak 1.406 Kiloliter. Dalam hitungannya, sampai 7 November 2020 baru digunakan sebanyak 560 Kiloliter. Pihaknya merasa aneh tiba-tiba dari pihak pertamina menyatakan kuota subsidi BBM habis.
“Triwulan terakhir ini kita punya 1.406 kiloliter kalau gak keliru. Baru dipakai sampai tanggal 7 (November) kemarin 560 kl. Masih separo, masih banyak,” jelasnya, Selasa, 10 November 2020.
Putu menjelaskan, kemungkinan hal ini terjadi karena adanya miskomunikasi antara Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dan Pertamina terkait data kuota subsidi BBM untuk Kapal di Dermaga LCM ini. Menurutnya, Pertamina menghitung kuota subsidi BBM berdasarkan SK BPH Migas nomor 47 tahun 2020. Di mana, dalam SK ini kuota subsidi BBM dihitung per tahun.
Di sisi lain, berkaitan dengan jumlah kuota subsidi BBM ini, Gapasdap berpatokan pada hitungan triwulanan. Putu menyebut, sebenarnya memang lebih ideal menggunakan perhitungan triwulanan. Karena jika mengunakan perhitungan tahunan tidak akan tahu pergeseran kapal yang keluar dan dan masuk lintasan.
“Sebenarnya tidak masalah (menggunakan tahunan atau triwulanan). Tapi kalau DO (delivery order), tidak ada sekarang DO tahunan,” jelasnya.
Gapasdap Banyuwangi sudah melaporkan hal ini ke Gapasdap pusat. Karena yang berwenang untuk berkomunikasi dengan BPH Migas adalah DPP Gapasdap. Di tingkat DPC Gapasdap hanya bisa melakukan komunikasi dengan Pertamina dan ASDP. Namun hingga saat ini masih belum ada kabar baik.
Selama beberapa hari ini, menurut Putu, operator kapal di dermaga LCM terpaksa menggunakan BBM industri. Hal ini menurutnya sangat memberatkan operator kapal. Karena subsidi yang diberikan untuk BBM ini hampir separuh dari harga BBM industri. Sehingga operator kapal harus mengeluarkan biaya dua kali lipat untuk pembelian BBM.
Jika ini terus berlanjut, sambungnya, kemampuan operator kapal untuk membeli BBM industri sangat terbatas bahkan operator kapal bisa kehabisan modal karena harus dialihkan pada pembelian BBM. Jika itu terjadi, kapal di dermaga LCM mungkin saja tidak bisa beroperasi karena tidak ada biaya untuk membeli BBM.
“Kendaraan yang tonasenya besar yang tidak bisa naik ke dermaga MB (moving bridge) diakan biasa lewat dermaga LCM. (Kapal) Yang di LCM yang berat-berat diangkut. Dia bisa terganggu juga nanti. Suplai yang ke Bali atau ke Lombok bisa terganggu juga. Terpaksa, karena BBM di LCM habis,” bebernya.
Dikonfirmasi terpisah, Section Head Communication & Relation Pertamina Marketing Region Jatimbalinus, Ahad Rehadi, menyatakan, sesuai dengan SK 47 Tahun 2020 dari BPH Migas, kuota Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT atau BioSolar) Tahun 2020 untuk Tri Daya Bhakti sebanyak 4.118 Kiloliter. Hingga Bulan Oktober 2020 sudah disalurkan sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan oleh Tri Daya Bhakti sebanyak 3.935 KL.
“Sisa alokasi kuota JBT yang bisa disalurkan melalui Tri Daya Bhakti sebesar 183 KL untuk dua bulan terakhir di Tahun 2020 (November dan Desember),” jelasnya.
Mengenai solusinya, Ahad Rahedi menyebut, Pertamina tidak memiliki wewenang untuk menambahkan atau mengurangi kuota penugasan penyaluran BBM (JBT) yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah melalui BPH Migas.
“Namun Pertamina menyiapkan alternatif produk BBM (Dexlite) untuk dapat disalurkan melalui Tri Daya Bhakti. Pertamina juga sudah berperan aktif dengan menginformasikan perihal ini ke BPH Migas,” pungkasnya.