Gapasdap Minta Pajak Angkutan Penyeberangan Dihapus
Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) meminta pemerintah menghapuskan pajak bagi angkutan penyeberangan selama pandemi covid-19. Salah satu alasannya karena penyesuaian tarif yang diberlakukan pemerintah per 1 Mei 2020 lalu belum sesuai dengan yang diajukan Gapasdap.
“Selama ini pajak diambil dari pendapatan kotor. Jadi 1,2 persen final. Saya harapkan pemerintah bisa menolkan pajak untuk sementara selama covid-19 atau kalau perlu ya seterusnya karena ini fungsinya sebagai infrastruktur. Atau mungkin ada pengurangan pajak tidak 1,2 persen atau 50 persen dari pajak yang berlaku saat ini,” kata Ketua Dewan Pembina DPP Gapasdap, Bambang Haryo Soekartono saat berkunjung ke Banyuwangi kemarin.
Dia menyebut, tarif angkutan penyeberangan di Indonesia memang mengalami kenaikan per 1 Mei 2020 lalu. Namun kenaikannya rata-rata tidak lebih dari 10 persen. Padahal Gapasdap mengusulkan kenaikan tarif sebesar 38 persen. Penghapusan pajak ini menurutnya sebagai insentif atas kenaikan tarif yang tidak sesuai dengan permintaan Gapasdap.
“Kemarin saya sudah bicarakan dengan pak Dirjen, kenapa tarif itu tidak naik sesuai dengan yang sesungguhnya. Karena ini sudah dihitung secara transparan, karena pendapatan ferry dimanapun berada itu diketahui oleh pemrintah. Karena langsung dikelola ASDP sebagai kaki tangan pemerintah,” tegasnya.
Selain pajak, Gapasdap juga meminta beberapa insentif lain. Pertama meminta pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari angkutan penyeberangan juga dinolkan. Kedua bunga bank tidak seperti bunga komersial dan harga bahan bakar diberi subsidi lebih dari angkutan umum lainnya.
“Karena penyeberangan fungsinya sebagai infrastruktur. Ini kan beda dengan angkutan truk dan bus. Maka kita minta untuk BBM yang berlaku untuk penyeberangan ada subsidi yang lebih dari angkutan publik yang lain,” kata pria yang juga Ketua Harian Masyarakat Tranportasi Indonesia Jawa Timur ini.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPP Gapasdap, Khoiri Soetomo menyatakan DPP Gapasdap telah berkirim surat pada Menko Perekonomian. Menurutnya, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 23 tahun 2020 sama sekali tidak mengakomodir kepentingan angkutan penyeberangan.
“Bisa jadi pejabat di Kementerian Keuangan tidak mengetahui angkutan penyeberangan ini beda dengan industri lain yang menggunakan PPH (pajak penghasilan) pasal 25. Sedangkan kami menggunakan pasal nomor 15 dimana PPH-nya final baik kami rugi maupun untung tetap harus kena,” terangnya.
Lanjutnya, pemerintah mengeluarkan lagi PMK nomor 44 tahun 2020 sebagai revisi PMK 23 tahun 2020. Dalam PMK nomor 44 tahun 2020 ini UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) sudah terakomodir sehingga PPH finalnya diturunkan menjadi 0,5. Tapi menurutnya untuk angkutan penyeberangan tidak terakomodir juga.
“Maka kami sekali lagi menyampaikan permohonan surat kepada Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian agar angkutan penyeberangan yang punya fungsi sebagai angkutan umum massal dan infrastruktur ini betul-betul bisa diperhatikan,” katanya.