Ganti Menteri Beda Aturan, SMA Tak Ada Penjurusan IPA/IPS/Bahasa
Salah satu akun TikTok @nnur***_ membahas kurikulum baru tidak ada penjurusan IPS, IPA, dan Bahasa bagi siswa SMA. “Kebijakan Kurikulum 2022. Tidak Ada Lagi Jurusan IPA, IPS Dan Bahasa,” tulis akun tersebut dalm video yang ia unggah. “KENAPA PAS AKU LULUS BARU ADA KURIKULUM INI” tulisnya dalam keterangan video unggahannya. Hingga kini postingan tersebut telah dilihat lebih dari 4,8 juta kali dan disukai lebih dari 784.600 pengguna. Benarkah di Kurikulum 2022 untuk siswa SMA tidak ada lagi penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa?
Jawaban atas pertanyaan tersebut ada di dalam Kurikulum Merdeka. Kurikulum baru ini diklaim akan menciptakan kegiatan belajar yang lebih fleksibel.
"Kita memberikan fleksibilitas, Kurikulum Merdeka ini sudah kita tes di 2.500 sekolah penggerak. Namanya dulu Kurikulum Prototipe," tutur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim saat peluncuran Kurikulum Merdeka, pada Jumat, 11 Februari 2022.
Kurikulum Merdeka ini bisa digunakan mulai tahun ajaran 2022/2023 di jenjang pendidikan usia dini, dasar, dan menengah. "Satuan pendidikan bisa mengimplementasi Kurikulum Merdeka ini berdasarkan kesiapan masing-masing," jelas Nadiem Makarim.
Kurikulum Merdeka akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa serta sekolah. Sebagai contoh, Nadiem Makarim mengungkapkan bahwa nantinya SMA tidak akan lagi jurusan atau peminatan seperti IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), dan Bahasa.
"Di dalam program SMA sekarang tidak ada lagi program peminatan untuk yang memiliki Kurikulum Merdeka. Ya tidak ada lagi jurusan, kejuruan, atau peminatan," jelasnya.
Menurut Nadiem Makarim, siswa SMA akan bebas memilih mata pelajaran yang diminati pada dua tahun terakhirnya. "Ini salah satu keputusan atau choice atau pemilihan yang bisa diberikan kemerdekaan bagi anak-anak kita yang sudah mulai masuk dalam umur dewasa untuk bisa memilih," paparnya.
Sementara itu, kurikulum baru ini juga akan memungkinkan guru untuk memiliki kewenangan dalam menentukan alur pembelajaran. "Jadinya guru ini bisa memilih kalau misalnya guru itu merasa dia mau lebih cepat, itu bisa. Kalau guru itu merasa dia mau pelan-pelan dikit untuk memastikan dari ketinggalan, juga bisa," terang Nadiem Makarim.