Ganjar Pranowo: Iki Terus Piye...MK-nya Kena, KPU-nya Juga Kena
Ganjar Pranowo, Capres 03 dalam quick count oleh lembaga-lembaga survei yang disewa KPU, selalu ditempatkan di urutan terakhir dengan jumlah perolehan yang seragam, 17 koma. Demikian juga dalam Sirekap milik KPU. Untuk memberi semangat kepada para pendukung dan pemilihnya dia melakukan kunjungan ke beberapa daerah. Hari Selasa 20 Februari lalu ketika ke Surabaya Ganjar menyempatkan diri singgah ke kantor Ngopibareng.Id, dan memberi kesempatan kepada wartawan kami M. Anis untuk mewawancarainya. Berikut hasil lengkap wawancaranya.
Sehat-sehat Mas?
Alhamdulillah sehat selalu.
Alhamdulillah, itu yang penting, sehat jiwa dan raga.
(Ketawa) Betul Mas.
Mas, apa kesibukan setelah tanggal 14 Februari?
Banyak tamu yang datang. Saya teringat banyak kawan yang berjuang di lapangan dan sekarang lagi proses rekapitulasi. Kesempatan saya sekarang gantian menyambangi kawan-kawan, dan saat ini saya sampai ke Jawa Timur
Anda tentu juga melihat hasil quick count ya?
Setiap hari. Kalau quick count itu hanya sampling buat saya sudah selesai, sekarang yang saya perhatikan adalah rekap, dan rekap yang kami perhatikan adalah rekap yang internal kita dulu. Kalau yang dari KPU sekarang kan lagi jadi diskusi.
Tentu ada perbandingan angka antara rekap internal dan quick count?
Di medsos kan sudah banyak, siRekap dipertanyakan, server ada di mana ditanyakan. Nah, agar kita bijaksana maka lebih baik saksi kita semua menyampaikan materinya, agar rekap di masing-masing partai pengusung ini betul-betul bisa menunjukan clear countnya. Baru nanti kita compare dengan perhitungan yang ada di KPU. Kalau ngga kan sekarang perdebatannya luar biasa di media mainstream, televisi, koran, berdebat semuanya, sistem gak bener. Kenapa satu TPS banyak pemilihnya, lebih dari 300, gak masuk akal toh? Itu laporan-laporan masyarakat, tapi buat saya pribadi, saya sampaikan sabar, hitungannya belum selesai. Kita tunggu keputusan KPU. Minimal yang dari PDI Perjuangan kan kita sudah punya sistem, kita sedang melakukan rekapitulasi. Kalau posisi itu sudah ketemu, minimal dari form C1 nya, saya kira baru kita bisa bersikap bagaimana seharusnya. Cuma yang sulit itu masyarakat dan relawan, mereka boleh mengekspresikan toh? Dia sedang bercerita sekarang.
Jadi apa yang mau Anda sampaikan kepada relawan dan pemilih yang juga memperhatikan quick count?
Yang pertama saya berterimakasih dulu. Mereka pejuang luar biasa. Mas Ganjar kami belum patah semangat. Yes. Ada yang bantu cerita, ada yang bantu memberi kesaksian apa yang sebenarnya terjadi. Jadi kalau untuk relawan saya berharap energi Anda dalam satu bulan terakhir sebelum keputusan ini, please berikan kepada kami apakah bentuknya data, bentuknya fakta, bentuknya cerita apapun, agar publik bisa tahu kalau, ya demokrasi ini berjalan dengan baik. Itu yang saya sampaikan kepada kawan-kawan.
Kita kembali jauh sebelum 14 Februari. Sebagai calon yang digadang-gadang, bagaimana Anda melihatnya?
Kalau saya melihat ya sebagai mitra saja, mitra tanding biasa saja, saya kan pernah ikut pilkada Mas (sambil ketawa), jadi biasa saja. Mereka temen-temen saya, mereka sahabat saya. Mas Anies, Cak Imin, Ganjar, Mahfud kebetulan kuliahnya di Jogja di UGM kan? Jadi saya sering bertemu. Pak Prabowo saya kenal, Mas Gibran saya kenal, ikut bantu kampanyenya. Jadi sebagai kawan-kawan, ya kita mitra tanding yang biasa saja sebenarnya.
Munculnya Gibran sebagai calon wakil presiden sebagai kompetitor Anda?
Kalau buat saya sah-sah saja. Siapapun kan gak ada larangan. Soal bagaimana penilaian masyarakat, itu bisa masing-masing menilai. Mungkin yang dipersoalkan bagaimana cara dia masuk. Kalau saya pribadi, buat saya ketika syarat ketika ketentuan itu diikutin, gak masalah. Maka tidak masalah lah ketika di Walikota Solo atau mungkin adik iparnya ada di Medan, saya ikut kampanye dua-duanya. Kan biasa saja. Yang sekarang jadi cerita publik itu kan yang ada di MK. Itu saja. Dan hukum secara etik itu yang terjadi sekarang menjadi nilai kita. Nilai dan aturan kita seperti apa, ada yang percaya ada yang nggak. Tapi semua orang tahu itu.
Sebelum muncul Gibran, pernah ada wacana yang justru diajukan oleh Jokowi bahwa Anda bergandengan dengan Prabowo sebagai capres atau cawapres, tapi bagaimana wacana itu tiba-tiba menghilang dengan munculnya pasangan baru?
Biasa saja itu, usaha saja seperti pacaran, naksir kemudian komunikasi. Publik saya kira tahu, kita bertiga bertemu di Kebumen di tengah sawah, gak bisa dipungkiri cerita-cerita itu terjadi ya. Ya intinya tidak cocok, wong buktinya tidak berjodoh dan masing-masing kan punya partai. Pak Prabowo punya partai, punya sikap. Saya punya partai PDI Perjuangan, juga punya sikap. Kalaulah terjadi negosiasi antar partai mungkin ceritanya akan berbeda. Tapi rasanya negosiasi ini tidak terjadi, karena tidak terjadi atau keputusannya lain. Tapi proses itu pernah ada, iya. Sebagai sebuah ikhtiar, iya juga.
Bisa sedikit digambarkan pertemuan di tengah sawah di Kebumen ketika itu, dan foto itu kemudian menjadi menyebar jadi viral? Apa yang dinegokan pada pertemuan tiga orang di tengah sawah itu?
Seperti naksir-naksir gitu aja, kemudian ada bapaknya, ya siapa tahu kalian jodoh. Sesederhana itu saja. Kira-kira cocok gak ya kita berdua ini? Kalau saya jawabannya simple, kalau Anda mau melamar saya, karena saya bukan ketua partai, akan baik seperti adat istiadat kita. Nek aku arep njupuk mantu, putrane Pak Anis arep tak pek mantu, kan saya ngomong sama bapaknya dulu dong, sama ibunya dulu. Sesederhana itu aja, dan rasanya kemudian itu tidak terjadi, jadi obrolan itu ya naksir gimana kita rembukan , tidak terjadi follow up dari rembukan itu.
Jadi ketika itu Pak Jokowi bertindak sebagai Mak Comblang. Pak Jokowi akhirnya menyampaikan atau melamar kepada Ibu Megawati atau tidak setelah itu?
Saya kurang tau itu. Tapi beliau berdua cukup akrab, ada channelnya sendiri, ada frekuensinya sendiri, tapi saya tidak mengikuti
Karena kalau wacana itu dikembangkan dan terlaksana, berarti tertutup kemungkinan munculnya Gibran?
Dalam politik semua bisa terjadi ya. Saya katakan tadi, mungkin tidak ada follow up dan sebagainya, atau mungkin tidak terjadi kecocokan, atau masing-masing bersikap dan tidak terjadi kesepakatan. Bahwa kemudian memunculkan kandidat lain yang akhirnya menikah itu, juga sebuah pilihan. Jadi teori kemungkinan selalu bisa terjadi saat itu. Ya nama-nama dulu kan banyak toh, ada Mas Erick, Mas Sandi, Ridwan Kamil, Pak Mahfud, Mbak Khofifah, ada list calon wakil presiden kan?
Setelah tanggal 14 Februari, sudah berkomunikasi dengan Ibu Ketua Umum?
Sudah. Tanggal 14 saya mencoblos di Semarang, Pak Mahfud di Jogja. Gak ada janjian, tapi kita sama-sama ke Jakarta, hampir bersamaan mendaratnya, langsung kemudian kita berdua berangkat ke Teuku Umar, sudah disambut oleh tim yang ada di sana, dan Ibu sudah menunggu. Setelah itu kita duduk di meja berbeda, dan ibu mendatangi meja kami dan kami bercanda, bercerita, sambil menunggu jam 1 tutup dan akan ada quick count dan perhitungan-perhitungan di tiap TPS, dan kita berbincang. Setelah itu kita berpindah ke poskonya Pak Mahfud, dan kita bertemu dengan kawan-kawan, bertanya bagaimana yang terjadi? Mereka standby pada tanggal 14 itu.
Waktu bertemu dengan Ibu Ketua Umum, sampai quick count berjalan atau belum?
Pada saat itu belum, terus mulai berjalan saat kita pindah ke poskonya Pak Mahfud.
Setelah quick count, kapan bertemu berkomunikasi dengan Ibu lagi?
Tanggal 15 Februari, jadi sehari setelahnya. Coblosan hari Rabu, pada hari Rabu itu hari dimana TPN rapat, maka diundur 1 hari. Kemudian ketua partai pengusung TPN hadir, kita melakukan evaluasi.
Apa yang disampaikan Ibu ketika itu?
Kaget aja ya melihat kondisi seperti itu, petanya seperti ini. Bali kok petanya begini ya? Sulut kok begini ya, Jateng kok begini ya? Kayaknya ada sesuatu. Agar kita tidak suu’dzon, saat itu langsung diusulkan membentuk tim yang sekarang sedang bekerja, bagian hukum, bagian IT, bagian komunikasi dan ini sekarang bekerja dari hari Kamis itu.
Muncul dugaan bahwa ada kecurangan-kecurangan ketika itu?
Hari itu juga sudah muncul. Bayangkan, media sosial memang dahsyat. Tiba-tiba rakyat dengan kesadarannya memvideokan peristiwa-peristiwa yang terjadi di TPS, satu. Dua, kemudian melakukan evaluasi sekaligus monitoring yang ada di medsos. Muncullah cerita Sirekap, masuk sekian keluar angka sekian. Kemudian kolom C1 ada yang ditambah digitnya, ada yang berkurang. Macam-macam cerita ini, meskipun ada yang tepat juga, kita harus fair toh. Begitu dimunculkan berkali-kali video berikutnya, muncul ada yang nyoblos rame-rame, sendirian, ada yang ketangkep polisi. Ada yang memasukkan sendiri banyak ke kotak suara. Inilah kondisi hari ini, maka kesimpulan sementara aneh ini, lha keanehan-keanehan itulah kemudian kenapa kita membentuk tim khusus untuk memantau memverifikasi, mengklarifikasi agar kita tidak suu’dzon bahwa itu benar-benar terjadi.
Tapi 03 tdak sendiri?
Ya, ternyata kalau saya lihat, di kubunya 01 juga melakukan hal yang sama, membentuk tim khusus. Rilisnya juga sudah. Makanya saya berkeliling ke tempat-tempat untuk ketemu relawan, menceritakan hal senada. Inilah yang kemudian satu kata sekarang muncul di publik, curang dan sistematis. Pertanyaannya apakah bener-bener curang dan sistematis? Kalau saya melihatnya, cepat partai bergerak, cepat hitung C1 nya, mari kita komparasikan, kita tanyakan pada penyelenggara. KPU dan Bawaslu. Ada catatan tidak menyenangkan.
KPU nya sudah kena hukuman etik kan?
Ya. Iki terus piye? MK nya kena, KPU nya juga kena. Siapa yang kemudian dipercaya? Siapa yang kemudian memastikan kepada publik bahwa ini kredibel. Lek gak diperikso ciloko. Jangan sampai marah dan saya tidak menghendaki itu. Awasi peristiwa-peristiwa di Banjarnegara, kalau tidak fair, yang akan terjadi adalah potensi benturan. Jangan sampai terjadi. Maka untuk pendukung Ganjar Mahfud tidak boleh emosi, kita mesti kepala dingin. Kalau mau datang, datanglah ke KPU, datanglah ke Bawaslu, laporkan dengan baik, itu saja.
Kembali pada kecurangan, Anda pernah mengikuti pemilihan gubernur, bagaimana main uang waktu pemilihan?
Dahulu, 2013 saya ikut pemilihan gubernur, pengusung saya PDI Perjuangan saja, kita membuat pasukan anti money politic keliling ke kampung-kampung. Tapi kami senang karena instrumen-instrumen pemerintahan semua menjalankan fungsinya. Maka ibarat tinju, itu yang bertinju ya yang di ring aja. Yang lain jadi penonton. Terjadi 2 periode, menang terus. Bagaimana mencegah hal itu? Penyelenggara pemilu semuanya bagus. Bahkan istri saya waktu itu diperiksa Bawaslu, termasuk saya. Padahal aku calon loh. Istri saya PNS, waktu istri saya mengantarkan saya daftar, dia dapat peringatan karena PNS. Padahal istri saya sudah cuti. Kita gak nyangka, sebagai incumben kami diperiksa. Itu ada beritanya dan saya datang karena hormat pada aturan.
Menang tanpa curang?
Ya, Insya Allah begitu. Kalau menurut saya sebagai orang yang pernah aktif di DPR RI komisi II yang ikut menyusun Undang-Undang Paket Pemilu, bagaimana moral dan etik dalam berpolitik itu saya paham. Maka kalau saya memberikan contoh buruk, rusaklah demokrasi. Ndak perlu itu.
Pilpres yang dilandasi kecurangan, tentu akan menghasilkan pemerintahan yang tidak baik. Apabila proses seperti sekarang terus berlanjut dan akan muncul lagi kedepan, menurut Anda bagaimana cara kita menghentikan?
Ada orang tua menyampaikan kepada saya, Mas Ganjar saya kasih tebak-tebakan. Kalau dalam sebuah negara ada 3 hal yang tersisa mana yang Anda pilih? Beras, kepercayaan atau tentara? Mana yang harus hilang pertama? Saya bilang tentara. Kenapa? Tentara harus hilang agar rakyatnya masih bisa makan, dan ada kepercayaan sehingga tidak perlu ada perang. Betul ya? Betul, katanya. Yang kedua kepercayaan. Saya bilang gitu. Kenapa kepercayaan? Rakyat masih bisa makan karena manusia is human being. Yes itulah jawaban saya. Clear. Jadi semua boleh hilang, kecuali kepercayaan. Merinding aku Mas. Di dalam pengelolaan sebuah negara, kepercayaan tidak boleh hilang. Begitu beras hilang dan tentara hilang, rakyat akan segera follow pemimpinnya karena kepercayaan.
Bagaimana dalam hal situasi negara kita sekarang?
Itu kan sudah terjadi. Mari kita tarik sekarang sampai ke sana, bagaimana kemudian kita menyikapi situasi ini. Yang paling gampang ya lembaga kontrol, lakukanlah. Siapa? DPR? Saya pernah di Komisi II segera rapat atau raker, untuk apa? Panggil penyelenggara pemilu, buka ruang pengaduan di DPR. Hai masyarakat, laporkan di sini karena kami masih eksis. Kami punya fungsi pengawasan kepada penyelenggara. Wong-wong ngkok lak metu kabeh. Money politic di mana, tekanan dari oknum-oknum ada di mana, gitu kan? Sirekap seperti apa, coblosan seperti apa. Kalau hal itu dilakukan maka publik akan mengkonfirmasikan, karena lembaga penyelenggara dipercaya, dan karena fungsinya dilaksanakan.
Hanya begitu?
Kalau kemudian tidak puas, ada dua tingkatan lagi. Interpelasi bertanya, tapi paling bagus adalah angket karena angket akan menyelidiki. Semua dipanggil untuk bisa tahu. Jadi dua tahapan ini mesti dilakukan sehingga publik akan percaya
Anda masih percaya pada anggota dewan yang sekarang?
Mas, hari ini yang ada itu kok gak percaya gimana? Kalau DPR nya diminta rakyat tidak mau, boleh kita tidak percaya. Tapi hari ini kan semua merasakan? Maka saya masih percaya, karena masih ada. Tapi problemnya, apakah pikiran rakyat sama dengan saya untuk meminta itu? Pada rapat tanggal 15 Februari, hari Kamis, saya minta itu. Segera panggil.
Kenapa tidak langsung impeachment?
Kalau mau saya nggak langsung impeachment tapi Angket, karena Angket itu akan bisa menguji apakah kejadian ini terstuktur sistematis dan masif.
Anda sudah meminta kepada partai Anda?
Sudah, dan saya sampaikan penting untuk melakukan ini, tinggal menurut saya paling cepat dan paling sederhana itu rapat kerja atau reker dulu, karena kalau Angket dan Interpelasi butuh dukungan partai-partai lain, pasti akan terjadi dikotomi setuju dan nggak setuju. Blocking politiknya sudah kelihatan pasti yang mendukung. Ini setuju, ini ngga setuju, tinggal dihitung aja jumlahnya
Menurut Anda, bagaimana tentang gerakan di masyarakat yang menuntut untuk memakzulkan Pak Jokowi?
Memakzulkan itu ada syarat, Presiden melanggar Undang-undang, Presiden melanggar sumpah janji dan sebagainya. Itu dulu yang harus ditunjukkan, dimana letak pelanggarannya. Kalau hanya cerita kita makzulkan, kita makzulkan, lho boleh tapi apa dasar sebenarnya. Dasar ini dulu yang harus dilakukan. Katakan dari hasil reformasi itu pemerintah dalam seluruh lapisan tidak boleh melakukan KKN, dituduhlah oleh orang-orang ini melakukan KKN. K yang pertama Korupsinya ada ngga? Kolusinya ada ngga? Nepotismenya ada ngga? Itu dibuktikan dulu. Kalau itu dibuktikan, maka baru orang bicara. Kalau saya, prosesnya Angket dulu. Angket itu klarifikasi dan konfirmasi dulu, baru kita tahu, oh salah.
Kira-kira partai Anda dalam waktu dekat akan melakukan itu?
Belum. Kita belum sampai, saya belum mendengar cerita itu. Apapun, partai saya ini pendukungnya Pak Jokowi.
Anda sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat bagus dengan Pak Jokowi, Anda digadang-gadang sampai dibuatkan koalisi KIB, Koaliisi Indonesia Bersatu terdiri dari PPP, PAN, dan Golkar untuk mendukung Anda. Artinya Pak Jokowi sangat support Anda. Tapi tiba-tiba dia memutus hubungan itu, dan melaksanakan Pilpres yang seperti sekarang ini. Bagaimana Pak Jokowi yang Anda anggap sebagai mentor sampai hati melakukan ini semua terhadap Anda?
Hubungan baik tidak selalu menunjukkan sikap politik yang sesuai dengan kehendak kita. Belum tentu. Saya dengan Pak Prabowo dan Mas Gibran baik. Tapi putusannya beda. Saya dengan Mas Anies dan Cak Imin baik, koncoku kuliah iku. Tapi sikapnya berbeda. Bahwa dalam dinamika, waktu orang kadang-kadang jadi satu, kadang-kadang tidak, nggak apa-apa. Azas sebuah sikap, bukan sebuah pengingkaran terhadap sebuah keputusan. Pengingkaran terhadap sebuah keputusan itu umpama seseorang itu bersalah. Sekarang saya mengatakan tidak bersalah, tidak bisa. Wong sudah putusan kok. Tapi kalau dulu saya mendukung Cak Anis nih, hari ini saya nggak jadi, ya nggak apa-apa. Itu hak politik. Jadi saya melihatnya enteng-enteng saja.
Tidak kecewa?
Enggak, biasa saja, Mas. Dan saya sudah hitung.
Tapi punya kesan?
Punya kesan, iya. Saya tetap berterima kasih setidaknya selama beliau jadi walikota, jadi gubernur, 2 kali pilpres, 2 kali pilihan walikota keluarga beliau, saya orang yang ikut terus menerus.
Dan Anda saya dengar sudah membantu ketika tahun 2005 Pak Jokowi mencalonkan diri jadi Walikota Solo?
lho kan yang dukung PDI Perjuangan?
Anda turun ke lapangan?
Kampanye, iya. Dulu itu, kita itu mesti begitu. Siapa dicalonkan, sudah tidak usah disuruh. Waktu di Jakarta, sampai semuanya dari luar Jakarta didatangan ke Jakarta untuk jadi gubernur. Itu tradisi kami di PDI Perjuangan.
Waktu Jokowi nyalon presiden Anda juga bantu?
Ya pasti. Malah di acara Mata Najwa, yang pertama dulu itu, gimana ini kansnya Pak Jokowi survey-nya kok turun? Gak takut kalah nih, kok ada video gitu, ada videonya kan beredar lagi. Kemudian saya tanya sama tim suksesnya, dijawab, lha tim suksesnya Mas Ganjar, gimana? Saya katakan, oh, kalau turun begini, banteng itu sungune keluar. Saya bilang itu, terus kemudian saya ceritakan itu ada video, tapi sebenarnya baik-baik, sebenarnya oke-oke.
Mas, sekarang ini kan ada dua pemilihan, pemilihan presiden dan pemilihan caleg. Pada pemilihan caleg perolehan suara PDI Perjuangan tinggi. Sementara perolehan suara Anda hanya 17% koma. Bagaimana penjelasan Anda?
Ada dua hal Mas. Yang pertama itu kan kata yang ada di media. Problemnya kan Sirekap dipersoalkan. Aku gak percoyo. Tapi kan nggak, nggak bisa saya mengatakan gitu. Nggak. Itu salah, ngga juga. Itu yang pertama dulu. Karena tadi obrolan kita di awal. Cerita-cerita tidak beres di sistem. Apa ini algoritmanya dibikin ya, sehingga kita stuck pada posisi itu. PDI Perjuangan pernah di angka 30 persenan kalau nggak salah. Pada angka-angka awal data masuk, turun sekitar 20-an, sekarang kan, 16-17, ya sudah sampai. Ya tahu itu, turun terus, turun, turun, turun. Awalnya juga kaget ya, oh kok gap-nya nggak sama, ada apa ini? Dari situ lah kemudian di awal tadi kenapa saya katakan C1 nya dulu, agar kita tidak curiga. Tapi aneh buat kami. Saya kira PDI Perjuangan salah satu partai yang lumayan paling solid lah. Jadi ini keanehan-keanehan yang hari ini sedang kita buktikan di dalam.
Kemudian?
Maka sebagai capres, kita sudah siap menghadapi semuanya dan biasa saja. Cuma keputusannya kan harus ditunggu KPU karena ketentuannya seperti itu. Sekarang keanehan-keanehan penghitungan suara seperti di Grobokan itu ada ratusan ribu TPS. Itu yang salah siapa? Dan KPU kemarin ngaku loh. Ya yang salah akan kita perbaiki. Problemnya KPU ini berkali-kali ngakuin salah. Betapa system ini ternyata tidak matang, apa perlu audit forensik agar kita tidak marah-marah, curiga, ngatain curang, ini ngawur, ada settingan? Tapi tidak pernah ada yang bisa menjelaskan orang-orang yang punya kompetensi dan otoritas untuk itu. Maka sekarang jubir saya yang menjelaskan. Jadi perbedaan angka itulah yang menjadi bagian kerja kami hari ini. Tanpa bermaksud suu’dzon. Tapi kalau enggak, siap-siap ya. Kami akan tanyakan. Nah sebenarnya, sebelum putusan ini, usulan saya itu, cepat minimum Komisi II segera panggil. Kenapa nggak panggil?
Panggil Jokowi?
Bukan, penyelenggara dulu. Kalau sampai lebih besar, itu angket. Angket bisa memanggil seluruhnya. Kalau kemudian ini tidak terjelaskan, maka ada lembaga yang melakukan kontrol pada pemerintah namanya DPR, harus bekerja. Kalau semua tidak akan ada yang mau bekerja, ya sudah tidak akan ada lagi yang bisa dipercaya. Anda ingat kata orang bijak tadi, hanya kepercayaan yang tidak boleh hilang.
Bagaimana Anda menyemangati para pemilih Anda meskipun dikatakan hanya 17,6% , apa yang anda ingin sampaikan kepada para pemilih itu?
Saya terima kasih bangga dan terharu. Teman-teman di Eropa, di Amerika, di Australia ya, beberapa yang di Asia, itu menyampaikan, Pak Ganjar menang di sini. Saya menang loh di luar negeri. Sebagian besar ya. Mosok kabeh yo nggak lah. Menarik karena 4 kali pilpres, itu tanda-tanda awal. Itu seperti quick count. Biasanya kalau menang di sana, menang di sini. Nah, sekarang lagi terjadi anomali. Teman-teman di luar negeri sekarang masih bekerja terus-menerus. Ada yang buat quick count, exit poll. Exit pollnya nggak diakui juga katanya. Tapi ini bekerja dan hasil akhirnya sudah keluar.
Bagaimana hasilnya?
Saya menang di beberapa negara. Nah, dari situ mereka hari ini menyampaikan kepada saya, Pak Ganjar kita menang! Dengan bangganya. Tapi dia tiba-tiba kaget karena di dalam negeri tidak seperti itu. Bahkan ada relawan saya, saya semangati karena ini belum putus. Kita bekerja terus. Coba Anda dengarkan suara rakyat hari ini apa? Coba bantu C1 nya coba ceritakan apa sebenarnya kejadian-kejadian menjelang coblosan. Wah, muncul Mas, saya ditelpon, saya melihat ini orang menyebar ABCD, jangan fitnah ya tolong dikumpulkan saja, orangnya masih ingat. Pelakunya masih ingat, masih kerjakan itu dan saya masih menunggu keputusan KPU.
Oke wah semangat, saya ke Jogja, ke Solo, di Jakarta, di Jawa Timur, saya ketemu dengan mereka. Saiki semangat, meneh. Bahkan yang di luar negeri ngomong, Mas Ganjar kita sudah mau lembagakan tim relawan ini akan menjadi satu komunitas. Jawa Timur punya ide kemarin. Mas Ganjar saya mau buat, kita lembagakan, mau kita daftarkan ke Notaris. Kita apa namanya? Tetap solid. Kita mau sampaikan agar kita bisa menjadi kelompok kritis. Oke, silakan, tapi jangan nderek titip. Sampai dengan kurang lebih satu bulan kedepan menjelang KPU, ini adalah waktu untuk kita membantu. Tolong sampaikan. Semangat sama mereka. Begitu saya dengar keliling gini, sekarang orang-orang bilang, Mas, mampir ke sini. Ya sudah, saya punya waktu. Saya keliling ke mana-mana. Mereka pasti senang kan? Dahsyat itu
Anda tetap akan jaga mereka?
Mas, saya tidak mau berkhianat pada mereka. Mereka relawan. Kalimat mereka, Mas Gajar, kita melihat dia menang di mana-mana, tapi rakyat merasakan suasana melayat. Apa maksudmu? Sedih maksudnya. Apa maksudmu? Tidak ada pesta kemenangan di daerah-daerah. Daerah sekarang merasa sedih. Mereka merasa protes. Mereka merasa ini terdzolimi dan sebagainya. Saya sampaikan, sudah, gak usah menyinggung orang mati. Mungkin mereka yang kemarin sudah merayakan kemenangan itu, melarang daerah untuk merayakan. Jangan suu’dzon, saya bilang gini. Tetapi suara rakyat itu lah ya kemudian saya dengarkan, ada kedekatan, ada ketulusan.
Anda tetap bersemangat?
Oh pasti. Saya masih merah. Masih merah.
Terima kasih.*