Ganja di Indonesia, Aktivis: Ada Riset untuk Kesehatan
Yayasan Sativa Nusantara mulai meneken Memorandum of Understanding (MoU) dengan Universitas Syiah (Unsyiah) Kuala, Nanggroe Aceh Darrusalam pada 22 November 2022, untuk melakukan penelitian terkait manfaat ganja untuk keperluan medis.
“Kemarin 22 November 2022 Yayasan Sativa Nusantara dengan Unsyiah Kuala menandatangani kerja sama terkait riset ganja,” ujar Ketua Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Ratna Tri Wulandari pada Senin 12 Desember 2022.
Saat ini penelitian masih menunggu terkait penerbitan Perda Legalisasi Ganja oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Sementara itu Unsyiah Kuala juga berencana untuk membuat laboratorium khusus mariyuana yang memenuhi standar. “Semoga riset segera berjalan dan lancar,” katanya.
Jika nanti sudah legal kata Ratna, seluruh wilayah di Indonesia sangat berpotensi untuk dijadikan tempat pengembangan industrialisasi tanaman dengan nama latin cannabis tersebut.
“Termasuk Jatim punya potensi untuk pendayagunaan ganja, apalagi potensi geografis meliputi ketinggian, kelembapan, cuaca, suhu, di Jawa timur sangat potensial,” ujarnya.
Namun kata Ratna, pemanfaatan ganja sebagai industri di Indonesia masih panjang. Padahal negara-negara seperti Belanda, beberapa negara bagian di Amerika Serikat hingga terdekat yaitu Thailand sudah memanfaatkan ganja baik untuk keperluan medis maupun ada yang untuk rekreasi.
“Proses legalisasi ini berjalan bertahap sehingga perjuangan LGN tidak berhenti ketika ganja dilegalkan untuk medis. Kami mengupayakan ganja dapat dikelola dan diberdayakan secara kerakyatan,” katanya.
Meski nanti ganja dilegalkan kata Ratna, proses pengawasan dari negara masih tetap ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan barang tersebut di masyarakat.
“Jika ganja dilegalkan untuk medis. Perlu dipikirkan mitigasinya agar tidak ada lagi ketakutan akan penyalahgunaan. Sebab, ada regulasi yang menyeluruh mulai dari produksi, distribusi hingga pola konsumsi,” ujarnya.