Gangguan Kepribadian Hoarding Disorder, Hobi Menimbun Barang
Beberapa waktu lalu sempat viral sebuah video berisi kamar kos yang kumuh. Bayangkan saja, bau busuk yang menyengat hidung memaksa pemilik kos mendobrak sebuah kamar. Alangkah terkejutnya si pemilik kos begitu mengetahui kamar kos miliknya berubah jadi tempat sampah.
Ya, Anda mungkin yang melihat video tersebut tak bisa membayangkan bagaimana seseorang bisa hidup bersama sampah di dalam kamar kos ukuran 3x3 meter. Hal ini bukan menandakan si penghuni kamar malas membuang sampah. Tetapi bisa jadi dia mengalami gangguan kepribadian.
Hoarding Disorder
Mungkin bagi kebanyakan orang syok mengetahui seseorang senang menimbun barang hingga sampah hingga memenuhi isi rumah atau kamar tidur. Gangguan kepribadian itu dikenal dengan Hoarding Disorder. Sebuah kondisi di mana seseorang terus menerus ingin mengumpulkan barang sebanyak mungkin meski bagi orang lain barang itu biasa-biasa saja, atau masuk kategori sampah.
Untuk barang-barang yang biasanya dikumpulkan oleh penderita hoarding disorder sangat bermacam, tetapi yang paling umum ialah berupa tumpukan majalah atau koran, kantung-kantung plastik, sisa makanan, kardus, foto, alat-alat rumah tangga, makanan, hingga pakaian.
Mengenal Istilah Hoarding Disorder
Fenomena Hoarding Disorder dikenal sejak 1980-an. Fenomena ini populer lewat sebuah reality show berjudul Hooarders, yakni menceritakan perjuangan si penderita Hoarding Disorder. Pada 2009, acara reality show itu tayang selama 121 episode. Dalam setiap episodenya menceritakan tentang keadaan hoarder dan bagaimana mereka menghadapi konsekuensi dari perilaku mereka, mulai dari terasingkan dari keidupan sosial, perceraian, terjerat hutang, kehilangan hak asuh anak, gangguan kesehatan, hingga risiko yang membahayakan jiwa.
Penyebab Hoarding Disorder
1. Pernah mengalami peristiwa traumatis, seperti ditinggal orang yang disayang
2. Pernah mengalami musibah yang berat
3. Memiliki anggota keluarga yang juga mengidap kondisi hoarding disorder
4. Masa kecil yang sulit
5. Merasa memiliki ikatan dengan sebuah benda, berfikir jika suatu saat akan membutuhkn barang tersebut
6. Terbiasa dengan lingkungan dan situasi yang berantakan
7. Mengalami masalah gangguan mental, seperti depresi, ADHD, demensia, OCD, hingga skizofrenia
8. Fungsi eksekutif yang tak optimal, seperti mengendalikan proses kognitif dan perilaku
Gejala Hoarding Disorder
1. Tidak bisa berpisah dengan benda-benda baik yang berharga maupun tidak
2. Sangat banyak barang di area rumah, kantor, atau lingkungan yang kerap dikunjungi
3. Mengalami kesulitan untuk menemukan hal penting akibat terlalu banyak benda
4. Sulit untuk membuang benda karena merasa suatu hari akan membutuhkan barang tersebut
5. Menyimpan banyak benda, karena merasa bisa mengingatkan pada seseorang atau kejadian penting
6. Senang menyimpan benda yang gratis dan sebenarnya tak berguna
7. Merasakan stres dengan banyaknya barang yang ditimbun namun tidak berusaha mengurangi jumlahnya
8. Menyalahkan area yang terlalu sempit atas banyaknya barang dalam suatu ruangan
9. Membuat ruangan terlalu penuh sehingga tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya
10. Tidak mengizinkan seseorang untuk memperbaiki barang yang sudah rusak di rumah
11. Menghindari untuk menerima tamu di rumah karena sudah penuh dengan barang
12. Memiliki konflik dengan orang terdekat sebab terlalu banyak barang yang ada di rumah
Hoarding Disorder Tergolong Gangguan Psikologi?
Hoarding Disorder sendiri pada awalnya memang sudah di klasifikasikan sebagai gejala Obsessive Compulsive Disorder (OCD), karena memang sudah menunjukkan gejala yang berkaitan dengan perilaku obsesif dan kompulsif dalam mengumpulkan barang tak layak simpan. Namun, kondisi tersebut juga menunjukkan gejala yang berkaitan dengan gangguan depresi mayor dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Baru ketika Asosiasi Psikiatris asal negara Amerika yang kemudian merilis Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder pada edisi kelima di tahun 2013, menyatakan bahwa Hoarding masuk dalam klasifikasi kategori sendiri, bahwa tingkat penderitanya diperkirakan sekitar 2 hingga 5 persen pada orang dewasa di negara Amerika.
Sebenarnya perilaku tersebut bisa mulai terlihat pada usia remaja, akan tetapi gejalanya bisa menjadi semakin parah pada usia dewasa atau usia lanjut, terutama bila mereka mulai hidup sendiri dan tidak ada orang terdekat yang bisa membantu mereka.
Umumnya, perilaku hoarding disorder ditemukan pada seseorang yang mengalami gangguan psikologis seperti depresi, anxiety, dan ADHD, hal itu juga berkaitan dengan beberapa faktor lain yang berkaitan antara hoarding dengan paranoid, ketergantungan, alkohol, skizofrenia, hingga menghindari interaksi sosial (avoidant).
Cara Menangani Hoarding Disorder
Seseorang yang sedang mengidap kondisi hoarding disorder harus menjalani konsultasi dengan para ahli kesehatan (Psikiater), yang nantinya akan melakukan penilaian melalui skoring The Activities of Daily Living in Hoarding (ADL-H), dari hasil penilaian tersebut akan memperlihatkan seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh kondisi psikologi hoarding disorder terhadap kualitas hidup penderitanya.
Penanganan yang umum dilakukan, diantaranya melalui terapi perilaku kognitif (CBT), yang bertujuan untuk mencoba mengubah pola pikir seseorang sehingga membuat perilaku dan tindakannya berubah, akan tetapi bila hoarding disorder disebabkan oleh adanya depresi atau gangguan kecemasan, maka dokter akan memberikan pengobatan yang sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Kasus Hoarding Disorder memang sebenarnya sudah banyak terjadi sejak dahulu, namun bagi sebagian orang, hal itu bukan dianggap sebagai gangguan kepribadian tetapi dipandang sebagai gaya hidup yang jorok dan tidak terurus. Bahkan bisa menimbulkan penyakit seperti gangguan pernapasan, penyakit kulit, gangguan pencernaan, dan gangguan kesehatan lainnya yang dapat membahayakan tubuh.
Penderita kondisi hoarding disorder juga membutuhkan bantuan tenaga medis untuk membantunya sembuh dan bisa menjalani kehidupan normal seperti manusia pada umumnya.