Gandeng Tokoh Muslim Internasional, Ini Program Mu’allimin Muhammadiyah
Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, kembali menyelenggarakan forum kajian Islami bersama tokoh dunia. Dialah Hamidullah Marazi, dari Universitas Sri Nagar, Kasmir.
Dalam keterangan Hamidullah Marazi, menjelaskan, sejarah peradaban Islam berawal dari pendidikan dan bukan politik, atau hal lain. Dan tugas ini merupakan tugas kenabian. Islam merupakan peradaban yang memiliki proses yang sangat panjang hingga saat ini.
“Sejarah integrasi ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam, telah eksis sejak abad ke-19 dengan banyaknya buku-buku oleh para penulis Muslim dan berbagai penemuan ilmiah lainnya. Konsep reform terkait dengan perkembangan dunia sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para penulis muslim terus harus dilakukan,” tuturnya dalam keterangan diterima ngopibareng.id.
“Ke depan, prestasi cemerlang yang telah dirintis di antaranya oleh Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Iqbal dan lainnya, harus terus diupayakan dan terus berlanjut. Jangan sampai kalah dan apalagi tergantung pada peradaban barat yang bersifat liberalis, kapitalis, sosialis.” tuturnya pada kajian yang diikuti kalangan pendidik dan tenaga kependidikan madrasah Mu'allimin, pada Kamis (8/2).
Nilai-nilai keislaman yang ada di dunia timur - termasuk di Indonesia, saat ini oleh barat mulai diakui akan kebenarannya. Ekstremnya, di dunia timur sendiri spirit tersebut malah dikesampingkan. Dan konsep inilah yang merupakan kekuatan besar ke depan dalam menghadapi berbagai tantangan dunia global.
Marazi juga mengatakan, buku-buku pengetahuan umum, harus kembali diorientasikan kepada konsep mendasar menurut Islam. Konsep pengetahuan umum yang selama ini ada dan berkembang bersumber dari peradaban barat yang jauh dari konsep Islami.
Nilai dan jiwa yang selama ini ditransfer adalah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; hedonisme, keduniawian.
“Dalam konteks ini, maka posisi guru memiliki peran yang sangat urgen, penting, hakiki, sebagai agen perubahan image dan orientasi bagi para anak didiknya dalam hal memandang dunia secara menyeluruh,” ucapnya.
Tujuan integrasi dari buku-buku ini adalah untuk kebaikan karakter bagi peserta didik. Reform (perubahan) terkait hal itu harus terus dilakukan. Namun dalam konsep Islam terdahulu, ternyata hal itu masih tetap relevan dengan zaman kekinian.
Marazi juga mengungkapkan. Bahwa negara-negara muslim hingga saat ini masih banyak yang miskin. Hal ini terjadi menurut Marazi karena mereka kurang memahami konsep sebab akibat dan eksistensi dari bangsanya itu sendiri. Akibatnya, mereka tidak dapat memposisikan bangsanya dalam percaturan dunia global.
Dalam konteks ini, secara khusus, Marazi berharap Muhammadiyah mengambil kesempatan dan peluang yang baik untuk melakukan gerakan dan perubahan terhadap sistem pendidikan yang berorientasi pada perubahan secara berkelanjutan.
“Warisan-warisan Islam terdahulu harus dijadikan sebagai referensi bagi kemajuan Islam ke depan. Mengkritisi sumber-sumber tulisan, situasi terkiini, perlu terus diupayakan untuk menumbuhkan jiwa keislaman, sebagai benteng dari ideologinya. Peran ilmu pengetahuan yang bersifat Islami juga harus terus dilakukan untuk kemajuan Islam dan peradaban di masa yang akan datang,” pungkasnya. (adi)
Advertisement