Galeri Merah Putih
Ruangannya kecil. Cuma 4,5 x 6 meter. Pencahayaannya sederhana saja. Tapi dinding-dindingnya tinggi dan kokoh. Sebagai pembatas dengan ruangan kecil di belakangnya, dibuatlah empat skesel yang dicat sewarna dengan warna dinding. Sketsel ini selain untuk mendisplai lukisan, juga sebagai pembatas dengan ruangan kecil di belakangnya untuk sekretariat.
Galeri Merah Putih, mungkin galeri paling kecil yang ada di Surabaya. Tapi lokasinya berada di tempat paling istimewa, yaitu di komplek Balai Pemuda, yang oleh Pemkot Surabaya, tanpa melalui rembugan dulu dengan DPRD dan perwakilan masyarakat, namanya diganti jadi Alun-alun Surabaya.
Galeri Merah Putih adalah upaya untuk mengembalikan Balai Pemuda sebagai oase kesenian dan kebudayaan di Surabaya, yang telah diirusak Pemkot dengan membangun gedung delapan lantai untuk kantor DPRD di atas lahan yang sebelumnya berdiri Masjid Assaqinah. Proyek yang total mencapai ratusan milyar itu dikerjakan tahun-tahun terakhir masa jabatan Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya.
Seluruh bangunan utama Balai Pemuda dengan kubah yang menjadi ikon, sekarang posisinya seperti menggantung, karena dikelilingi oleh basement. Padahal gedung yang dibangun tahun 1907 itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Pemkot Surabaya bukan malah merawat dan menjaganya.
Galeri Merah Putih bersebelahan dengan Galeri Surabaya, yang sudah empat tahun ini namanya diganti jadi Galeri DKS. Galeri ini dikelola oleh orang-orang yang masih merasa sebagai pengurus DKS (Dewan Kesenian Surtabaya), padahal DKS sendiri secara de jure tidak ada.
Meskipun berdampingan, dan sama-sama menghadap ke arah Jl. Yos Sudarso, Galeri Merah Putih tidak bersaing dengan Galeri DKS. Masing-masing punya visi dan program serta agenda yang berbeda. Untuk Galeri Merah Putih sendiri, momentumnya adalah memanfaatkan kunjungan masyarakat yang ingin melihat Alun-alun Surabaya, yang sudah terlanjur viral di medsos. Galeri Merah Putih memfasilitasi para perupa dari mana pun, terutama dari Surabaya, untuk memanfaatkan momentum alun-alun ini.
Sanggar Merah Putih, pengelola galeri mini ini, berkomitmen untuk mengembalikan Balai Pemuda sebagai oase kesenian di Surabaya. Setidaknya, tidak makin dirusak oleh mereka yang tidak menghargai sejarah.
Misgeiyanto, Sidoarjo, adalah pelukis pertama yang memanfaatkan momentum dengan menggelar pameran tunggal di Galeri Merah Putih. Dia memamerkan 9 karyanya, sejak 21 Mei. Karena acaranya bersamaan dengan kegiatan politik para tokoh-tokoh nasional, dampaknya pameran Misgeiyanto di ruang yang kecil itu sangat banyak menjaring pengunjung. Misgeiyanto, 50, mengaku selama jadi pelukis belum pernah terjadi, pameran tunggalnya dikunjungi sekian banyak orang. Mereka sangat apresiatif, meskipun ada juga pengunjung yang sebelumnya tidak pernah melihat pameran lukisan.
Banyak juga pelukis yang datang melihat capaian Misgeiyanto dalam berkesian, sambil melihat galeri terkecil di Kota Surabaya ini. Mereka pada umumnya tertarik pada konsep Galeri Merah Putih, yang dikelola Sanggar Merah Putih, penyelenggara even nasional tiap tahun, PSLI (Pasar Seni Lukis Indonesia). Banyak sekali masukan dari mereka. (ma)
Advertisement