Gagal Tembus Istana, Bendera Tauhid Mewarnai Aksi Mujahid 212
Keinginan Mujahid 212 berunjuk rasa di depan Istana Merdeka gagal. Langkah mereka terhalang oleh pagar kawat berduri milik Polri yang dibentangkan di dekat Kantor Menko Polhukam Jalan Medan Merdeka Barat.
Hingga pukul 10.00 Wib peserta aksi terus berdatangan memadati seputar air mancur dan patung kuda depan Gedung Sapta Pesona Kantor Kementerian Pariwisata.
Pengunjuk rasa sebagian besar membawa bendera dengan dasar hitam bertulikan kalimat tauhid, Lailaha Ilallah Muhammdar Rasulullah berwarna putih. "Oleh panitia memang diminta untuk membawa benderan tauhid," ujar seorang peserta dari Bekasi.
Dari segi pengamanan berbeda dengan saat aliansi BEM berujuk rasa di depan Gedung DPR. Saat mengamankan unjuk rasa mahasiswa, ribuan personel Polri diturunkan dilengkapi gas air mata, water canon dan mobil barakuda. Namun suasana seperti itu tidak terlihat pada unjuk rasa mujahid 212.
Aparat kepolisian berseragam nyaris tidak terlihat, selain yang berjaga di belakang pagar kawat di Jalan Merdeka Barat. Di depan pagar kawat terdapat beberapa anggota FPI ikut berjaga, supaya pengunjuk rasa tidak melawati garis pembatas kawat berduri ini.
Orasi bergantian dari mobil komando, lebih banyak mengecam pemerintah yang dianggap tidak adil terutama perlakuan terhadap umat Islam daripada menolak UU KPK dan RUU KUHP yang disuarakan oleh mahasiswa, seperti tujuan awal Mujahid 212 ikut turun ke jalan. Para korlap menjamin unjuk rasa ini akan berakhir damai, tidak ada kericuhan.
Dalam unjuk rasa Mujahid 212 sejunlah relawan membagikan makanan roti dan air mineral secara gratis.
Ketua Panitia Aksi Mujahid 212, Edy Mulyadi mengatakan, ada sejumlah hal yang mendasari aksi ini. Pertama, aksi mahasiswa menurutnya masih dihadapi aparat dengan sikap represif. Dia menyesalkan timbulnya korban luka, meninggal, bahkan hilang.
"Kedua, munculnya aksi para pelajar sebagai sebuah fenomena yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam politik di negeri ini. Aksi yang berlangsung spontan dan tanpa komando yang jelas ini pun, berakhir ricuh. Polisi mengamankan ratusan pelajar," ujar Edy.
Ketiga, lanjut Edy, kerusuhan di Wamena, Papua, dengan korban puluhan jiwa dan eksodus warga pendatang keluar dari wilayah tersebut juga akan disuarakan.
Keempat, bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga akan mereka suarakan. Mereka menyesalkan karhutla tidak cepat ditangani pemerintah sehingga menyebabkan ratusan ribu warga terdampak asap pekat dan menderita penyakit hingga timbul korban jiwa.
Advertisement