Gagal ke Garang Asem Bu Salamah, ya Ganti Tengkleng Mbak Diah
Maksud hati sarapan garang asem, apa daya jam 10 belum mateng. Padahal sudah rela tak sarapan pagi demi ingin menikmati ayam berkuah dengan rasa asam itu.
"Garang asemnya belum mateng. Kira-kira baru mateng jam 11," kata penjual Warung Bu Salamah di Ceper, Klaten, Jawa Tengah (17/8/2019).
Pagi itu saya memang sedang perjalanan dengan mobil dari Jogja. Bersama anak lanang bungau dan sopir. Tujuannya pulang ke Surabaya karena besok berderet undangan jagong manten.
Sebenarnya pagi ini saya mendapat undangan Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Negara. Tapi karena kemarin sore gagal mencari tiket ke Jakarta dan terlalu mepet dapatkan baju adat tradisional, maka kesempatan itu terbuang.
Padahal inilah undangan pertama ke istana sebagai CEO ngopibareng.id. Biasanya acara istana hanya untuk para pimpinan media besar. Para konglomerat media.
Karena itu, sangat membanggakan ngopibareng.id mendapat undangan 17-an di Istana Merdeka. Saya tidak tahu apakah ada pimpinan media lain dari Jawa Timur yang mendapat undangan yang sama.
Kembali ke garang asem. Setelah gagal menikmati garang asem di Bu Salamah, target lain yang searah adalah Warung Pak Rono. Kira-kira 1 kilo meter dari Warung Bu Salamah ke arah Kartosuro.
Menuju warung garang asem berikutnya dengan penuh semangat. Apalagi perut susah mulai berteriak-teriak minta diisi. Eh...sampai ke tujuan, Warung Mbah Rono tutup. Tidak ada penjelasan pasti mengapa tutup. Mungkin saja menghormati Hari Kemerdekaan RI. Atau Mbah Rono-nya ikut upacara 17-an. Nggak tahu.
Padahal, garang asem di Ceper-Klaten ini sangat terkenal. Kuahnya seger dan gurih. Ayamnya lembut. Kuahnya sangat terasa dengan campuran blimbing wuluh utuh-utuh. Paduan seger, gurih dan asem.
Sejak dari Jogja saya sudah membayangkan nikmatnya menyantap garang asem Bu Salamah yang disajikan dalam bungkus daun pisang. Tersaji dalam keadaan masih panas.
Pusat garang asem ayam lainnya ada di Salatiga. Di kota tempat tinggal sosiolog kawakan Arif Budiman dan psikolog Laila Budiman ini ada satu ruas jalan yang berjajar warung garang asem. Semuanya enak.
Setelah gagal berburu garang asem, lntas ke mana? Pilihannya jelas destinasi wisata kuliner di Solo. Di kota ini terkenal soto dan tengkleng untuk siang hari. Nasi liwet dan gudeg ceker untuk malam hari.
Setelah berdiskui dengan anak lanang bungsu, pilihan makan tengkleng Mbak Diah. Inilah tengkleng ngehits yang ada di kawasan kota baru Solo. Inilah santapan kesukaan keluarga Pak Harto, presiden RI kedua.
Jika kebanyakan tengkleng kambing di Solo terasa manis, tengkleng Mbak Diah terasa gurih. Isinya campuran balungan dan jerohan. Mesti ditaburi cabe, namun tak terasa pedas. Hanya menambah gurihnya.
Selain tengkleng, tersedia juga sate dan tongseng. Ini menu yang pas untuk makan siang yang paginya belum sempat sarapan.
Jadi selalu kangen dengan Mbak Diah, eh tengklengnya Mbak Diah.