Freeport Lakukan Pemangkasan Jam Kerja Karyawan
Timika: Manajemen PT Freeport Indonesia yang diwakili dua Wakil Presiden Direktur-nya, Bill Raising dan Benny Johanes, melakukan sosialisasi perbaikan jam kerja karyawan. Kegiatan tersebut berlangsung di Kantor Facilities Management Tembagapura, Mimika, Papua.
Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon mengatakan, perbaikan jam kerja karyawan dilakukan lantaran PT Freeport kini tidak lagi mendapat izin ekspor konsentrat dari pemerintah sejak 12 Januari 2017.
"Sejak bulan Januari, PT Freeport tidak lagi mendapat izin ekspor konsentrat sehingga perusahaan melakukan langkah-langkah efisiensi," terang AKBP Victor.
Langkah-langkah efisiensi yang dimaksud berlangsung di seluruh sektor pembiayaan, mulai dari pengurangan jam kerja karyawan, pemangkasan pekerja hingga penghentian sementara waktu beberapa kegiatan eksternal perusahaan.
Menyikapi hal itu, Polres Mimika mengimbau para karyawan untuk bertindak arif dan bijaksana menghadapi situasi dan kondisi PT Freeport yang kini mengalami keterpurukan.
"Karyawan diharapkan bersabar dan menerima keadaan yang sekarang terjadi di PT Freeport. Sampai sekarang perusahaan dengan pemerintah masih terus melakukan negosiasi. Perusahaan mengharapkan agar karyawan dapat menerima kebijakan yang ditempuh dalam kondisi seperti sekarang ini," jelas Victor.
Victor menegaskan Polres Mimika akan berupaya membantu memfasilitasi penyampaian aspirasi karyawan kepada pihak perusahaan maupun kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya agar persoalan yang dihadapi sekarang ini bisa segera terselesaikan.
Terkait permasalahan yang menimpa PT Freeport Indonesia, hingga kini sudah lebih dari 4.000 karyawan (baik karyawan permanen Freeport maupun karyawan perusahaan subkontraktor) telah di-PHK dan dirumahkan (forelock). Alasannya, Guna mengurangi beban biaya perusahaan, manajemen Freeport menawarkan Program Pengakhiran Hubungan Kerja Sukarela (PPHKS) kepada karyawannya.
Sebelumnya, kisruh yang terjadi di PT Freeport bermula dari kebuntuan proses perundingan manajemen perusahaan itu dengan pemerintah pada pertengahan Februari lalu. Saat itu, pemerintah menawarkan agar Freeport mengubah rezim Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus agar dapat melakukan ekspor 60 persen konsentratnya ke luar negeri.
Namun, manajemen perusahaan itu bersikeras menolak tawaran pemerintah, bahkan ngotot untuk membawa Pemerintah Indonesia ke Peradilan arbitrase. Sejak saat itulah, PT Freeport dan puluhan perusahaan subkontraktornya mulai melakukan PHK dan merumahkan karyawan. (tim)
Advertisement