Fratelli Tutti, Fransiskus dan Misi Perdamaian
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, melakukan wawancara dengan Radio Sonora mengenai kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Kunjungan ini menjadi momen bersejarah, mengingat Paus terakhir yang mengunjungi Indonesia adalah Paus Yohannes Paulus II, 35 tahun lalu.
Pada tahun 1989, Paus Yohannes Paulus II melakukan kunjungan yang sangat berkesan ke Indonesia, di mana ia mengunjungi beberapa kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Maumere.
Kunjungan tersebut disambut dengan antusias oleh jutaan umat Katolik dan menjadi simbol kuat akan keharmonisan antarumat beragama di Indonesia.
Kunjungan Paus Fransiskus saat ini diharapkan dapat melanjutkan warisan tersebut, sembari menyoroti tantangan-tantangan baru yang dihadapi dunia dalam hal perdamaian, keadilan sosial, dan dialog antaragama.
Dalam wawancara tersebut, Benny menekankan pentingnya kunjungan ini, yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara Asia pertama yang dikunjungi oleh Paus Fransiskus dalam rangkaian lawatannya ke Asia Pasifik.
Tanda Cinta Sang Paus
"Ini merupakan tanda cinta Paus terhadap bangsa Indonesia. Dengan ideologi Pancasila, Indonesia berhasil menyatukan 714 suku dan berbagai agama yang hidup berdampingan dengan damai," ungkap Benny.
Paus Fransiskus, dalam berbagai kesempatan, telah menekankan pentingnya persaudaraan sebagai fondasi bagi perdamaian global. Dalam ensikliknya yang berjudul Fratelli Tutti (Semua Bersaudara), Paus menggarisbawahi bahwa hanya dengan saling mengakui bahwa kita semua adalah saudara dan saudari, tanpa memandang perbedaan agama, budaya, atau etnis, kita dapat menciptakan dunia yang lebih damai dan adil.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia, meskipun merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim, mampu menunjukkan harmoni antarumat beragama, sesuatu yang menarik perhatian Paus Fransiskus. "Di Indonesia, meskipun ada kasus-kasus kecil yang bersifat reaktif, pada umumnya masyarakat hidup dengan damai dan tidak ada konflik besar yang memecah belah bangsa," jelasnya.
Salah satu poin menarik yang disampaikan adalah pengakuan Paus Fransiskus terhadap Indonesia sebagai contoh nyata bagaimana pluralisme bisa dijaga dengan baik.
Benny menggambarkan Indonesia sebagai “Taman Sari Dunia” sebuah metafora yang menggambarkan keragaman yang harmonis. “Dengan 714 suku dan ratusan bahasa serta agama, Indonesia adalah contoh yang langka di dunia. Kita berhasil hidup berdampingan dengan damai, dan inilah yang menjadi daya tarik bagi Paus Fransiskus untuk mengunjungi kita,” jelas Pakar Komunikasi Politik tersebut.
Benny juga menekankan bahwa keberhasilan Indonesia dalam menjaga harmoni ini tidak terlepas dari ideologi Pancasila yang menjadi dasar negara. Pancasila, yang terdiri dari lima prinsip dasar, telah menjadi perekat yang mengikat seluruh rakyat Indonesia meskipun berbeda-beda latar belakang.
Prinsip-prinsip ini, menurut Benny, sangat selaras dengan ajaran Katolik yang juga menekankan pentingnya keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian.Dalam konteks ini, kunjungan Paus Fransiskus menjadi sangat relevan karena ia akan berdialog dengan berbagai tokoh agama di Indonesia, termasuk dengan para pemimpin Islam, Hindu, Buddha, dan agama lainnya.
Dialog antaragama ini diharapkan dapat memperkuat ikatan persaudaraan yang sudah ada, serta memberikan inspirasi bagi negara-negara lain yang sedang berjuang menghadapi tantangan serupa.
Terkait agenda besar yang akan dibawa oleh Paus Fransiskus, Benny menyebutkan bahwa misi persaudaraan dan perdamaian global menjadi fokus utama kunjungan ini.
"Paus akan berdialog dengan Presiden Joko Widodo mengenai bagaimana menciptakan perdamaian dunia, serta nilai-nilai keragaman dan kemajemukan yang dimiliki Indonesia melalui Pancasila," katanya.
Benny juga menyebutkan bahwa isu lingkungan mungkin akan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Paus Fransiskus dikenal sebagai pemimpin yang sangat peduli terhadap isu-isu lingkungan, sebagaimana tercermin dalam ensikliknya yang berjudul Laudato Si’ (Terpujilah Engkau), yang berfokus pada perlindungan bumi, rumah bersama kita. Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa, diharapkan dapat berperan aktif dalam upaya global untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Menjelang Misa Agung yang akan dilaksanakan pada Kamis mendatang, Benny menjelaskan bahwa persiapan sudah dilakukan dengan sangat baik oleh panitia. Ia juga mengingatkan agar para peserta mengikuti aturan yang telah ditetapkan, terutama dalam hal keamanan.
Benny juga menyinggung alasan Indonesia dipilih sebagai negara pertama di Asia Pasifik yang dikunjungi oleh Paus Fransiskus. Menurutnya, Indonesia merupakan negara plural yang stabil secara politik dan memiliki ideologi Pancasila yang diakui dunia sebagai contoh keberhasilan dalam menjaga keragaman.
Selain Misa Agung, Paus Fransiskus juga dijadwalkan untuk mengadakan berbagai pertemuan dan dialog dengan tokoh-tokoh agama di Indonesia. Dialog ini diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan-kesepakatan penting yang akan memperkuat hubungan antarumat beragama di Indonesia, serta memberikan kontribusi positif bagi perdamaian dunia.
Tantangan bagi Indonesia
Menutup wawancara, Benny menyampaikan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah bagaimana menjaga stabilitas sosial dan politik di tengah isu-isu sensitif seperti SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), terutama menjelang pemilihan umum yang akan datang.
Meskipun Indonesia telah berhasil melewati berbagai krisis besar di masa lalu, ancaman terhadap kerukunan antarumat beragama masih tetap ada.
“Sekarang ini, isu-isu SARA tidak lagi menjadi masalah utama seperti dulu, tetapi kita harus tetap waspada. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana mengatasi praktek-praktek politik yang tidak sehat, seperti politik identitas dan politik dinasti, yang bisa merusak tatanan sosial kita,” kata Benny.
"Semoga kehadiran Paus Fransiskus di Indonesia berjalan lancar, sukses, dan memberikan dampak positif bagi hubungan antarumat beragama di dunia," tutup Benny.
Advertisement