Flexing-Korupsi Punya Kausalitas, Kalau...
Oleh: Djono W. Oesman
Setelah dua bulan digunjing, Kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono jadi tersangka KPK. Awalnya, ia dinilai suka pamer, cincin blue safir. Juga puterinya, Atasya Yasmine, suka flexing barang mewah. Akhirnya jadi tersangka.
—--------
“Tersangka gratifikasi,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri kepada pers, Senin, 15 Mei 2023.
Meski tersangka, Atasya Yasmine belum ditahan. Ia cuma dicegah ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Karena pihak KPK masih melengkapi berkas perkara. “Kalau sudah lengkap, kami umumkan,” kata Ali.
Kasus ini sebenarnya imbas dari kasus Mario Dandy, 20, menganiaya David Ozora, 17, yang heboh itu. Kasus Mario heboh, karena selain penganiayaan brutal, juga Mario suka pamer jeep mewah Rubicon dan motor gede Harley Davidson. Menyebabkan ayah Mario, Rafael Alun yang semula pejabat Direktorat Jenderal Pajak, dipecat yang kini tersangka dan ditahan KPK.
Itu membuat media sosial ramai menampilkan pejabat-pejabat yang suka pamer harta. Antara lain, warganet menyoroti Atasya Yasmine yang suka pamer
Andhi Pramono kepada pers sudah membantah itu. Cincin blue safir yang ia kenakan, katanya: "Ini cincinnya, dari kiai saya.”
Sedangkan, tentang puterinya Atasya Yasmine, dikatakan, wajar kalau Atasya mengenakan barang mewah, karena dia selebgram yang sering mempromosikan barang-barang ‘branded’. Juga dikatakan, Atasya sudah dewasa dan sudah berpenghasilan, meski masih kuliah di Melbourne, Australia.
Tapi warganet tetap menyoroti kehidupan glamor, karena Andhi Kepala Bea Cukai Makassar. Dicurigai, barang-barang itu hasil korupsi. Warganet sudah membabi-buta sejak peristiwa Mario.
KPK Ditetapkan Tersangka Gratifikasi
Akhirnya KPK menyelidiki harta Andhi. Beberapa rumah Andhi digeledah. Beberapa saksi dimintai keterangan. Sehingga Andhi ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Dikutip dari laman LHKPN KPK periode 2020, Kepala Bea Cukai Andhi Pramono memiliki aset tanah dan bangunan senilai Rp 7.075.662.000.
Aset tanah dan bangunan tersebut tersebar di 15 lokasi di berbagai daerah, seperti di Salatiga, Batam, Jakarta Pusat, Karimun dan Bogor.
Ada aset 13 kendaraan senilai Rp 1.896.000.000. Juga harta bergerak lainnya, Rp 636.000.000.
Aset surat berharga Rp 2.630.253.895. Kas dan setara kas Rp 1.372.109.213. Total kekayaannya kala itu sebesar Rp 13.610.025.108.
Dari perspektif jabatannya, nilai itu cukup besar, tapi tidak fantastis. Setidaknya, kecil jika dibanding Rafael Alun yang total rekeningnya dibekukan PPATK senilai Rp 500 miliar lebih.
Flexing (perilaku orang pamer kemewahan) sebenarnya wajar. Manusiawi. Orang kaya bahkan miskin sekali pun suka pamer harta.
Martin Lindstrom dalam bukunya bertajuk: “The Larger the Logo on the Clothing, the Lower the Self Esteem” menyatakan, orang yang suka flexing menandakan rasa percaya diri rendah. Takut tidak diakui kaya, sehingga pamer.
Ditulisnya: “Anak-anak dengan harga diri rendah, akan lebih bergantung pada nama merek (branded) daripada anak-anak dengan harga diri lebih tinggi.”
Dipaparkan, perilaku flexing umumnya terkait cara manusia atau hewan menarik lawan jenis kelamin untuk mencari pasangan. Contoh: Burung merak ekornya tak terlalu besar. Tapi ketika ia berada di dekat lawan jenis kelamin, maka dipamerkan ekor yang indah melebar itu.
Manusia juga sama, tulis Lindstrom. Flexing umumnya dilakukan wanita untuk menarik pria. Tapi banyak juga sebaliknya. Tapi motifnya menarik jodoh.
Dalam bahasa Lindstrom, perilaku itu disebut “signaling” (diucapkan “flexing”) adalah melakukan sesuatu di depan umum yang membuat orang berpikir tentang Anda dengan imajinasi tertentu.
Umumnya menyampaikan status, orang memberi isyarat kepada orang lain dengan harapan meyakinkan mereka tentang sesuatu.
Bentuknya, pelaku flexing mengenakan pakaian bermerek terkenal berharga mahal. Ini adalah cara untuk memberi isyarat, bahwa ‘saya punya uang, loh’.
Bahkan itu dilakukan oleh orang yang sesungguhnya tidak mampu membeli barang yang dikenakan, dan itu dilakukan dengan cara meminjam milik orang lain. Atau sewa. Atau barang branded itu tiruan alias KW (kependekan kualitas, berkelas-kelas mulai KW1 dan seterusnya).
Lindstrom adalah kolumnis asal Denmark, penulis di majalah Fast Company, TIME Magazine dan Harvard Business Review. Ia juga rajin berkontribusi untuk program Today di NBC (National Broadcasting Company) jaringan televisi Amerika Serikat. berpusat di New York City.
Ditulisnya, semakin besar minat flexing seseorang, berarti semakin rendah rasa percaya diri. Menyedihkan tapi itu selalu benar.
Ia menggambarkan, seorang ahli beladiri umumnya tidak berlagak sok jagoan. Karena ia tahu, bahwa pukulannya bisa mematikan musuh. Sehingga ia tampil biasa-biasa saja. Begitu juga sebaliknya, orang tanpa keahlian beladiri merasa harus menunjukkan bahwa dirinya ganas, agar orang tidak mengganggunya.
Begitu juga dalam pamer barang berharga
Lindstrom: “Apa yang Anda kenakan, kendarai, tinggali, atau tinggalkan hanyalah benda. Itu bukan diri Anda. Hal-hal mahal tampak luar biasa pada awalnya saja, tetapi barang itu kehilangan kilau setelah beberapa saat dilihat orang. Sehingga itu memaksa Anda untuk memamerkan sesuatu yang harganya lebih mahal lagi. Supaya Anda tidak kehilangan daya tarik dari orang lain.”
Ia memberi ilustrasi: Ini hal yang lucu di dunia kita. Kita menghabiskan sebagian besar masa muda kita, ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kita punya uang. Maka flexing. Tetapi begitu kita menghasilkan banyak uang, kita cenderung tidak peduli dengan apa yang dunia pikirkan.
Akhirnya: “Jadi, kita tidak perlu peduli dengan apa yang dunia pikirkan. Mungkin kita perlu bertanya pada diri sendiri, apakah kita membeli sesuatu karena orang lain atau untuk diri kita sendiri?”
Kejadian pada Mario dan Andhi Pramono, terbukti malah membuat kejeblos pada olok-olok warganet, atau warga pembayar pajak dan bea cukai yang sakit hati ketika pejabatnya malah pamer barang mewah.
Sehingga timbul kecurigaan korupsi. Bisa terbukti benar, atau mungkin saja kecurigaan itu terbukti salah. Jadi, hubungan kausalitas antara flexing dengan dugaan korupsi terjadi, karena pelakunya pejabat publik yang tugasnya mengelola uang negara.
Andhi Pramono dan Rafael Alun sama-sama tersangka. Kini biarkan KPK berusaha membuktikan bahwa mereka berdua korupsi.
*) Wartawan Senior