Final Piala Dunia, Pertarungan Bangsa Ghalia
Tuan rumah Rusia akhirnya harus berhenti di babak 8 besar. Mereka menunduk lesu karena tersingkir lewat adu pinalti saat melawan Kroasia. Negara bagian saat mereka bersatu dalam komunisme di bawah payung Uni Soviet.
Kekalahan yang menyakitkan. Betapa tidak. Mestinya Rusia bisa memetik kemenangan jika Igor Akinfeev setangguh saat menghadapi Spanyol. Saat penentuan kemenangan lewat adu pinalti. Saat kaki kirinya yang seperti punya mata bisa menghalau tendangan Iago Aspas.
Penampilan Akinfeev saat melawan tim Matador saat 16 besar mengantarkan dia menjadi kiper terbaik piala dunia. Membuat histeris pelatih dan suporter Rusia. Membikin Stadion Luzhniki membahana meneriakkan pujian kepadanya. Akinfeev: form zero to hero. Itu kata pengamat bola.
Ke-hero-an Akinfeev ternyata tak berketerusan saat timnya harus menghadapi Kroasia, Minggu dini hari (8/7/2018). Sebetulnya bukan Akinfeev yang harus disalahkan. Tapi lebih karena kegagalan algojo Rusia Fedor Smolov dan Mario Fernandes yang tak tak berhasil menjebol gawang Kroasia di adu pinalti.
Namun, yang namanya bola: kalah ya kalah. Tidak ada maaf bagi sebuah kekalahan. Meski kekalahan itu melalui perpanjangan waktu dan adu pinalti. Ini berarti memang bukan hokinya Rusia sebagai tuan rumah. Ia tak perlu pulang kampung seperti lainnya. Cuma harus dikandangkan oleh Kroasia.
Pertanyaannya apakah Kroasia yang berhasil mempermalukan tuan rumah di depan publiknya sendiri akan bisa melenggang menjadi juara dunia? Banyak yang menaruh asa pada Kroasia. Apalagi timnas yang diperkuat pemain Juventus Mario Mandzukic itu terus mencatatkan rekor bagus di ajang bola terbesar di jagat ini.
Kalau mengikuti rumus disruption, Kroasia bisa saja menjadi juara. Ia adalah tim yang paling "kurang mapan" bila dibandingkan dengan Perancis, Inggris, dan Belgia. Tidak ada superbintangnya. Semua sama. Merata. Mereka mengandalkan kekuatan teamwork, strategi-taktis, dan kengototan.
Bandingkan dengan Inggris yang di dalamnya masih ada Jordan Henderson, Harry Kane, Delle Ali, Ashley Young, Raheem Sterling, dan Packard. Perancis punya Paul Pogba, Kylian Mbappe, N'Golo Kante, Samuel Umtiti, Antoine Griezmann, dan Olivier Giroud.
Belgia juga punya para pemain handal yang bermain di Liga Inggris dan Eropa lainnya. Seperti Vincent Kompany, Thomas Meunier, Romelo Lukaku, Eden Hazard, Meusa Dembelle, Kevin De Bruyne, Maruene Fellaini, dan kiper cekatan Thibout Courtuis.
Lantas apa andalan Kroasia sehingga ia bisa dianggap layak menjadi juara? Kita baru akrab dengan Rakitic, Modric, dan Mandzukic. Selebihnya, penggemar bola belum begitu familier dengan nama-nama pemain mereka. Karena itu, banyak yang tersentak saat tim ini berhasil mengandangkan Rusia dan melenggang ke semifinal.
Jujur saya masih galau ketika ditanya siapa yang akan menjadi juara dalam Piala Dunia? Inggris menjadi impian jagoan saya sejak awal.
Kalau mengikuti rumus disruption, Kroasia bisa saja menjadi juara. Ia adalah tim yang paling "kurang mapan" bila dibandingkan dengan Perancis, Inggris, dan Belgia. Tidak ada superbintangnya. Semua sama. Merata. Mereka mengandalkan kekuatan teamwork, strategi-taktis, dan kengototan.
Perancis bisa didambakan dengan para pemain mudanya dan catatan mulus selama road to Rusia. Belgia mengesankan dengan pola pertahanan yang istimewa lewat Kompany komandannya.
Tiba-tiba saya teringat desa Galia dalam serial komik Asterix. Desa rekaan karya Rene Goscinny sebagai penulis naskah dan Albeet Uderzo sebagai pembuat gambar di tahun 1959 itu hanya berisi bangsa Perancis dan Inggris.
Desa Galia punya prajurit kecil yng cerdik bernama Aterix. Ia berteman dengan Obelix yang gendut dan sedikit pemalas. Asterix selalu mendapat misi berbahaya namun selalu berhasil karena punya kekuatan super berupa ramuan ajaib dukun Panoramix.
Nah, kalau nanti yang berlaga di final adalah Inggris dan Perancis, maka akan tergantung siapa yang mendapat ramuan dari Panoramix. Siapa yang memperoleh susupan spirit Asterix sehingga bisa bermain tanpa terkalahkan. Kalau Kante yang disusupi, Inggris akan berjaya. Kalau Mbappe yang dapat Perancis juara.
Dalam serial komik Asterix yang sangat populer dan menghibur itu, tak ada bangsa Kroasia dan Belgia. Juga tak ada bangsa yang pernah dipimpin Julius Caesar. Tapi nanti dulu. Kroasia punya lambang salib besar yang bisa jadi punya tali sejarah dengan kerajaan Romawi. Tapi ingat, sang raja itu selalu kalah dengan Asterix.
Jadi? Itu tadi hanya cerita fiksi dalam komik. Apa yang terjadi dalam semi final mendatang, tentu sangat tergantung pada para pelatihnya mengatur strategi dan taktis. Juga kengototan serta teamwork dari masing-masing.
Perancis, Inggris, Belgia atau Kroasia sama saja bagi kita. Siapa pun pemenangnya, mereka tak akan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lain kalau tim U-19 ikut final Piala Dunia. Saya pasti berusaha duduk di tribun terdepan dengan segala cara. *)