Film Ice Cold Ungkit Kasus Jessica
Oleh: Djono W. Oesman
Netflix bikin heboh. Kasus Kopi Sianida, 2016, difilmkan. Intensitas heboh naik dengan pernyataan pengamat kriminal Reza Indragiri Amriel mengaku disuap di kasus itu, dan uang suap ia serahkan ke KPK. Benarkah Jessica Wongso tak bersalah?
—------------
FILM itu judulnya, Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso. Tayang di Netflix mulai 28 September 2023. Jenis dokumenter, durasi 86 menit. Juga ada wawancara dengan terpidana 20 tahun, Jessica Wongso.
Wawancara dengan Jessica terputus. Tampaknya dihentikan penjaga penjara. Sebab di Indonesia, narapidana dilarang diwawancarai, apalagi untuk pembuatan film.
Kronologi kisah: Rabu sore, 6 Januari 2016. Lokasi di Kafe Olivier, Hotel Grand Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Tiga wanita bertemu. Mereka adalah: Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Hani Boon Juwita. Usia mereka sama, 27 saat itu.
Mereka teman akrab sejak kuliah di Billy Blue College, Australia Tengah. Ceritanya mereka reuni. Dari tiga itu, Jessica sudah warga negara Australia dan kebetulan berada di Jakarta.
Jessica tiba di kafe lebih dulu. Dia memesan es kopi Vietnam untuk dia sendiri, juga untuk Mirna dan Hani. Karena mereka sudah janjian sebelumnya. Beberapa menit kemudian Mirna dan Hani tiba di kafe. Mereka ngobrol sambil minum kopi. Dari rekaman kamera CCTV, mereka tampak akrab.
Mendadak, Mirna terkulai dari tempat duduk. Kejang-kejang. Mulut berbusa. Dua lainnya panik. Para pengunjung kafe ikut panik. Para waitress tergopoh-gopoh menolong. Akhirnya Mirna tewas.
Jessica tersangka tunggal. Ditangkap polisi, tuduhan pembunuhan berencana. Disidang dari Januari sampai Oktober 2016. Sangat heboh ditayangkan televisi secara live, setiap kali sidang. Diberitakan media massa dalam dan internasional. Sampai masyarakat bosan.
Sidang berlangsung begitu lama, sebab satu-satunya bukti hukum adalah rekaman CCTV. Bukti tidak langsung. Apalagi, di rekaman video yang buram itu tidak kelihatan secara jelas bahwa Jessica meracuni kopi Mirna. Bahkan tidak kelihatan Jessica memasukkan sesuatu di kopi itu. Tapi, tidak ada tersangka lain yang bisa ditersangkakan.
Jessica divonis 20 tahun penjara. Dia diwakili pengacara senior Otto Hasibuan, naik banding. Hasilnya , Pengadilan Tinggi Jakarta menolak banding, menetapkan tetap 20 tahun. Lalu kasasi. Mahkamah Agung juga menolak kasasi, menetapkan hukuman yang sama. Perkaranya inkrah.
Jessica kini menjalani hukuman di Lapas Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sempat diwawancarai pembuat film itu, tapi terpotong atau terhenti di tengah wawancara.
Perkara itu kontroversial. Tapi sudah tujuh tahun tenggelam. Sudah dilupakan orang. Kini muncul di Netflix. Di situ ada wawancara dengan pengamat kriminal Reza Indragiri Amriel, yang pada saat perkara itu disidangkan, ia jadi saksi ahli. Dan, saksi ahli (ada beberapa) jadi sangat menentukan, sebab tidak ada bukti hukum langsung.
Kesaksian Reza (waktu itu) isinya: Sangat tidak biasa, seorang pelaku pembunuhan dengan racun, tapi pelaku berada di lokasi pembunuhan. Menurut Reza, membunuh dengan racun tujuannya agar pelaku tidak berada di sana bersama korban. Intinya, Reza meragukan Jessica membunuh Mirna.
Sedangkan, pernyataan Reza di film Netflix, mengagetkan. Ia mengaku disuap. Berikut pernyataan Reza dalam film tersebut, yang belum pernah diungkap:
“Ada ahli yang coba memberikan label (terhadap Jessica): ‘Wah ini memang orang jahat, memang kriminal sejati’. Dengan cara apa? Melihat bentuk hidung, atau dengan bentuk muka. Itu teori usang,”
Dilanjut: Sampai sekarang, hanya pada kasus si Mirna, ada pihak tertentu yang sampai kemudian menelepon saya dan meminta saya untuk berhenti bicara soal itu.
Ada pihak tertentu yang memasukkan uang ke dalam tas saya. Maka saya tafsirkan hal itu merupakan sebuah cara agar saya tidak banyak bicara dalam kasus ini.
Kalau saya notabenenya orang biasa yang tidak punya sangkut paut dengan kasus ini, kenapa orang itu mau kasih saya uang?
Saya khawatir bahwa ke otoritas penegak hukum, justru pihak ini yang tidak bertanggung jawab, juga ngasih uang, dalam jumlah yang lebih besar. Kekhawatiran saya seperti itu.
Uang (diduga suap) dimasukkan ke tas saya, ketika saya berada di salah satu media massa TV nasional. Saya diwawancarai TV untuk Kasus Kopi Sianida itu. Uangnya dalam amplop dimasukkan seseorang ke dalam tas saya. Kemudian, tanpa saya ketahui jumlah uangnya, itu saya serahkan bersama amplopnya ke KPK.
Dikonfirmasi wartawan tentang pernyataan di film Netflix itu, Reza membenarkan. Ia benar diwawancarai untuk pembuatan film tersebut. “Tapi saya belum sempat nonton filmnya,” ujarnya.
Tak ayal, heboh. Warganet ramai komentar di medsos. Semua komentar bernada membela Jessica. Mempertanyakan, benarkah Jessica bersalah? Sebagian besar komentar disertai dokumen fakta di persidangan. Fakta persidangan yang meragukan bahwa Jessica membunuh Mirna.
Fakta persidangan sangat banyak. Bahkan terjadi ‘perang saksi ahli’. Antara saksi ahli yang dihadirkan pihak pengadilan melawan saksi ahli yang dihadirkan keluarga Mirna. Khususnya ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin.
Edi Darmawan pengusaha. Punya beberapa perusahaan. Di antaranya, PT Fajar Indah Cakra Cemerlang, jasa ekspedisi di Jakarta Pusat. Ia waktu itu terkenal dengan pernyataannya: Sejuta persen pembunuh Mirna adalah Jessica.
Tapi, banyak fakta persidangan yang jika disimpulkan, penetapan terdakwa Jessica sangat meragukan. Paling signifikan dalam perkara ini adalah soal racun sianida. Fakta persidangan soal sianida, begini:
Ahli patologi forensik RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dr Djaja Surya Atmadja yang pertama kali memeriksa jenazah Mirna, mengatakan, ia melihat wajah jenazah Mirna membiru. Sedangkan, orang yang meninggal akibat sianida, menurutnya, pasti memerah. Karena kadar sianida dalam darah menyebabkan HB02 (hemoglobin yang mengikat oksigen) jadi sangat tinggi.
Dokter Djaja tidak menemukan kadar sianida dalam lambung Mirna selama memeriksa jenazah 70 menit di awal kematian.
Tapi, saksi ahli toksikologi yang dihadirkan pihak ayah Mirna, mengatakan, ada 0,2 mg sianida per liter darah yang ditemukan dalam lambungnya setelah 3 hari meninggal dunia. Atau setelah mayat diotopsi lagi.
Menurut dokter, sianida baru bisa menyebabkan kematian manusia bila dosisnya mencapai 50-176 mg per liter darah. Beda antara penemuan sianida dengan kadar sianida mematikan, sangat jauh. Pun, sianida ditemukan setelah tiga hari kematian.
Tapi, di persidangan awal, jaksa menuduh Jessica meracuni Mirna dengan sianida dalam kadar tinggi, yakni 5 miligram, yang dicampurkan ke dalam es kopi Vietnam.
Saksi lain, ahli patologi, dr Gatot Susilo Lawrence, menyatakan, Mirna meninggal bukan akibat sianida. Sebab, baik data dari jaksa (5 miligram per liter darah) maupun otopsi pada tiga hari kematian Mirna (0,2 miligram per liter darah) tidak bisa menyebabkan kematian manusia.
Gatot juga mempertanyakan, mengapa sampel tiosianat pada jenazah tidak diambil, yang seharusnya ada jika sianida dinetralisir oleh enzim rodanase dalam tubuh korban.
Apa pun, perkara ini sudah inkrah. Film di Netflix itu cuma menghebohkan suasana. Sangat tepat buat promosi film. Tidak bisa mengubah perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Walaupun, adagium hukum mengatakan: Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Adagium ini muncul ketika penegak hukum ragu menghukum seseorang, karena bukti hukum lemah.
Apakah adagium itu adalah jiwa dari film di Netflix, Ice Cold? Ataukah menampilkan rusaknya penegakan hukum di Indonesia? Cuma si pembuat film yang tahu jawaban sejujurnya. Karena, ice pastilah cold.
*) Wartawan senior
Advertisement