Fikih Peradaban PBNU, Ulama Dunia Susun Sintesis Imam Al-Ghazali
Gagasan Fikih Peradaban merupakan respon terhadap situasi zaman. Cendekiawan Muslim dari pesantren, Ulil Abshar Abdalla menegaskan pentingnya, menyusun sintesis Imam al-Ghazali, ulama filosof yang karya-karyanya menjadi pelajaran penting di pondok-pondok pesantren di lingkungan NU.
Menurut Ulil Abshar Abdalla, pada Konferensi Internasional Fikih Peradaban di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), bisa digali dari karya-karya Hujjatul Islam, khususnya dari magnum opus Kitab Ihya Ulummiddin dan Otobiografi Imam Ghazali, Al-Munqidz minadl dlalal.
Hal itu pula segaris dengan anjuran KH Abdul Mun'im Dz, dalam Pendidikan Kader Penggerak NU, yaitu dengan menyusun epistemologi NU Ahlussunnah Waljamaah An-Nahdliyah. Inilah agaknya menjadi tugas dan tanggung jawab kesarjanaan kecendikiawanan. Di situ seharusnya ISNU menempatkan diri bersama Lembaga Bahtsul Masail (LBM) dan Aswaja NU Center, serta para kiai dari Rabithan Ma'ahid Islamiyah (RMI).
Muktamar Internasional Fikih Peradaban
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan, gagasan fikih peradaban yang digagas PBNU patut direspons positif oleh kalangan sarjana Islam, khususnya di lingkungan perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia.
PBNU menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang digelar di Surabaya. Fikih Peradaban yang digagas NU dinilai memberi kontribusi positif bagi kemanusiaan. Hal ini dalam rangka menyambut peringatan ‘Satu Abad NU’ pada 7 Februari 2023 mendatang.
Menurut Tholabi, fikih peradaban yang digagas PBNU mendudukkan hukum Islam untuk kemanusiaan. “Inisiasi yang dilakukan PBNU ini memberi nilai positif untuk menempatkan fikih sesuai tujuannya yakni untuk kemaslahatan kemanusiaan,” ujar Tholabi pada Bincang Media dengan Pakar Hukum Islam di Surabaya.
Dalam kesempatan tersebut, selain Tholabi, hadir pula guru besar UIN KH Achmad Siddiq (KHAS) Jember, M. Noor Harisuddin, serta guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Aswadi.
Dia berharap pelaksanaan Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang akan digelar sehari menjelang peringatan ‘Satu Abad Hari Lahir NU’ dengan melibatkan sejumlah ulama internasional seperti Grand Syekh Al-Azhar Kairo Mesir beserta ratusan ulama internasional dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan pikiran-pikiran besar bagi kemajuan khazanah pemikiran fikih peradaban.
“Kami berharap Muktamar Fikih Peradaban ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan pikiran besar untuk kemaslahatan peradaban kemanusiaan,” tutur Tholabi
Tholabi, yang juga Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini melanjutkan, perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang cukup dinamis perlu diikuti dengan cara baca yang baru dalam melihat teks-teks sumber hukum Islam.
“Dibutuhkan cara baca untuk mendekatkan disparitas antara teks-teks suci dengan realitas peradaban yang cukup dinamis ini,” terang Tholabi.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyebutkan sejumlah langkah. Pertama, menggali teks klasik peninggalan para pemikir Islam terdahulu untuk didialogkan dengan realitas saat ini untuk dicari titik temu di antara keduanya dan apa perbedaannya.
“Serta pertimbangan konsekuensi apabila pandangan fukaha tempo dulu diterapkan pada realitas saat ini,” tambah Tholabi.
Langkah kedua, menurut pengurus PBNU ini, diperlukan upaya mendialogkan antara realitas peradaban saat ini dengan teks-teks syariat secara manhaji (metodologis), terutama dalam hal-hal yang tidak terdapat bandingan atau persamaannya di dalam aqwāl (pandangan) fukaha.
“Dengan memikirkan segala kemaslahatan dan beban risiko kehancuran bagi umat manusia, sebagai inisiatif yang dapat menghadirkan stabilitas dan keamanan umat manusia. Ini butuh upaya kolaboratif pelbagai disiplin ilmu untuk membaca realitas ini dengan komprehensif,” sebut Tholabi.
Menurut dia, upaya kolaboratif kalangan ulama di pesantren dan sarjana di perguruan tinggi harus dirintis untuk menyemai pikiran konstruktif untuk kemaslahatan umat.
“Kolaborasi kalangan pesantren dan perguruan tinggi harus lebih ditingkatkan. Momen fikih peradaban ini menjadi milestone penting untuk menghadirkan kolaborasi positif antara ulama dan kalangan sarjana Islam,” tutur Tholabi.
Advertisement