FGD di UNESA, Dirjen Diksi Paparkan 4 Poin Perkembangan Vokasi
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Diksi), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang ‘Implementasi MBKM dalam Pendidikan Vokasi’.
Dalam FGD tersebut terdapat beberapa poin yang dibahas mengenai perkembangan pendidikan vokasi.
Perkuat Link and Match
Dirjen Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., P.hD menyatakan, pemerintah tengah membangun link and match antara pendidikan dan dunia usaha maupun industri. Menurutnya, UNESA merupakan perguruan tinggi yang multidimensi, satu sisi menciptakan calon guru bangsa dan di sisi lain mendorong terciptanya sumber daya manusia yang berkompeten, ahli dan terampil sesuai tuntutan dunia kerja.
“UNESA selaras dengan kami (Dirjen Pendidikan Vokasi) dan nantinya akan sama-sama saling mendukung,” ujarnya.
Prioritas SDM
Bagi Wikan Sakarinto, filosofi sekaligus kunci yang harus dipegang dalam penyelenggaraan pendidikan Indonesia yakni terletak pada sumber daya manusia. Karena itu, lanjutnya, diprioritaskan terlebih dahulu adalah pembangunan manusianya lewat berbagai program dan kerja sama. Jika sumber daya manusia Indonesia maju, tentu infrastrukturnya juga akan ikut maju dan negera pun maju. Infrastruktur tetap kita pentingkan, sumber daya manusianya kita prioritaskan.
Dalam membangun SDM yang unggul, khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi, harus memperhatikan tiga hal, yaitu, soft skill, leadership dan karakter. Bagi Wikan Sakarinto, kunci kesuksesan zaman ini ada pada tiga aspek itu.
"Pendidikan harus menjadi wadah tempat mendidik dan melatih mahasiswa yang mampu menjadi leadership, berkarakter kuat dan punya soft skill. IPK tinggi itu penting, tetapi jika tidak didukung dengan karakter dan soft skill juga gak akan bagus,” tandasnya.
Karakter, Soft Skill dan Leadership jadi Kunci
Para pelaku industri menyoroti kurangnya kemampuan soft skill mahasiswa atau lulusan yang magang dan bekerja di dunia industri. Seperti, kemampuan komunikasinya kurang, tanggung jawabnya kurang, dan kemampuan kolaborasinya pun kurang. Karena itu, Wikan Sakarinto menegaskan, pelaksanaan pendidikan harus memprioritaskan aspek tersebut.
Wikan Sakarinto membeberkan, salah satu cara untuk mewujudkan itu adalah menerapkan sistem pembelajaran by project based learning. Mahasiswa sudah harus berhadapan dengan project yang memang standar dunia industri.
"Misalnya projectnya mengelas desain kursi. Mahasiswa melaksanakan projectnya harus standar industri. Tidak boleh asal-asalan. Nanti industri akan menilai dan mengeluarkan pernyataan kepuasaan yang bisa jadi portofolio buat mahasiswa,” tuturnya.
Dosen Dituntut Kreatif dan Inovatif
Cara selanjutnya adalah dosennya harus kreatif dan inovatif. Menurut Wikan Sakarinto, dosen harus mulai berpikir untuk menumbuhkan passion mahasiswanya. Sarannya, dosen juga harus meramaikan dunia media sosial Indonesia.
“Dosen itu harus pintar medsos, membuat atau mengisi konten secara kreatif untuk mengedukasi dan membangkitkan motivasi mahasiswa dan masyarakat luas dalam berkreasi dan berkarya,” pesannya.
Sementara, Direktur Vokasi UNESA Dr. Martadi, M.Sn menyatakan bahwa perihal diskusi tersebut akan menjadi arah sekaligus masukan bagi UNESA terhadap penyelenggaraan program vokasi ke depannya.
Baginya, soft skill adalah kunci dalam mengarungi tantangan revolusi industri 4.0. Untuk mewujudkan itu semua, di UNESA tengah melakukan banyak upaya dan transformasi, termasuk kurikulum soft skill based, pembelajaran model project based learning.
“Di luar itu tentu kita butuh perubahan mindset seluruh sivitas academica sehingga terciptanya sistem pendidikan dan pembelajaran yang mampu melahirkan lulusan yang banyak terobosan dan karya, tidak hanya mampu memenuhi tuntutan industri, tetapi juga mampu membangun dan mengembangkan dunia usaha,” papar Martadi.