Festival Biak Terasa Manis, Positif, dan Mampu Ungkit Ekonomi
Herry Ario Naap, Plt Bupati Biak Numfor, menyebut, Festival Biak Munara Wampasi berdampak positif bagi perekonomian masyarakat Papua. Jadi, sayang rasanya, perhelatan super eksotis FBMW 2018 ini harus berakhir.
FBMW kedatangan tak kurang dari 10.000 Wisatawan. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2017. Tahun lalu, festival ini hanya dikunjungi 8.000 wisatawan.
Manggangan Yuliance Susabra, mengaku mendapatkan income Rp5 Juta dari tiga hari even. Mayoritas pengunjung membeli topi adat khas Biak yang dibanderol Rp100 Ribu. Ada juga tas kulit mandoam dengan dihargai Rp200 Ribu. Lalu, tas rajut dijual seharga Rp250 Ribu.
Serupa Yuliance, rapor positif dimiliki Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Biak Numfor yang memanfaatkan limbah dan produk daur ulang. Sepanjang even FBMW, stand DLH mendapatkan inkam lebih dari Rp1 Juta. Hasil penjualan pupuk cair dengan kisaran harga Rp5.000-Rp10.000 per botolnya.
Pupuk cair ini memakai bahan baku kotoran ternak lalu dicampur air beras, mol buah, yogurt, vetsin, dan kapur. Produk pupuk kompos dengan harga Rp15.000 juga laku terjual hingga 42 kantong seberat 0,5 Kg.
Pendapatan maksimal juga didapat dari penjualan tas dan lampu hias. Dibuat dari koran dan kantong plastik bekas, tas dibanderol dengan range Rp75 Ribu hingga Rp175 Ribu.
Festival BMW 2018 juga memajang karya Sanggar Seni Budaya Mandoira. Sanggar ini memajang karya patung dan lukisan pasir dengan karvas kulit kayu mandoam.
Untuk patung dibuat dari kayu besi, rupanya karwar. Patung khas Biak ini djual dengan harga Rp150 Ribu hingga Rp750 Ribu. Ada juga hiasan piring dan tifa.
Untuk lukisan pasir, harganya berkisar Rp2,5 Juta hingga Rp3,5 Juta. Motif lukisannya ada mansusu dan wairon. Motif mansusu memiliki karakter sama, sedangkan wairon itu bebas sesuai dengan selera.
Karya ini banyak menarik minat wisman. Khususnya dari Norwegia, Amerika Serikat, Australia, Filipina, Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang. Wisatawan Jepang suka dengan lukisan bangau, lalu orang Korea suka karwar. (*)